tirto.id - Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menegaskan arahan Presiden Jokowi dalam pembatalan pencabutan izin Pondok Pesantren Shiddiqiyyah di Jombang, Jawa Timur tidak ada muatan politik. Ia sebut upaya pembatalan pencabutan izin berdasarkan tindakan dari perilaku seseorang dan instansi.
“Saya pikir bukan itu [ada motif politik] tapi tadi tuh bagaimana negatif memisahkan perilaku perorangan atau oknum dengan kelembagaan pesantren itu sendiri," kata Moeldoko di Gedung Krida Bakti, Jakarta, Kamis (14/7/2022).
Moeldoko mengatakan, publik harus bisa membedakan antara perilaku pribadi dengan sikap kelembagaan. Ia menilai, aksi pembatalan pencabutan izin ponpes tersebut sudah tepat karena tindakan pelecehan seksual dilakukan secara perorangan.
Oleh karena itu, lembaga harus diselamatkan. Ia juga menilai, ponpes yang tidak melakukan hal negatif layak untuk kembali beraktivitas.
“Saya pikir kelembagaan pesantrennya kalau tidak melakukan hal-hal yang bersifat negatif ya tetap berjalan," kata Moeldoko.
Presiden Jokowi disebut terlibat dalam kebijakan pembatalan pencabutan izin Ponpes Shiddiqiyyah ini. Pemerintah sebelumnya mencabut izin operasional tersebut akibat kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) yang merupakan putra pengasuh ponpes.
“Nah karena itu atas arahan Pak Presiden dan ini kan menarik perhatian langsung Pak Presiden dan sesuai dengan arahan beliau supaya dibatalkan [pencabutan izinnya]," kata Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) sekaligus Menteri Agama Ad-interim di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (12/7/2022).
Jokowi meminta pembatalan pencabutan izin karena pertimbangan nasib santri. Ia pun mendorong adanya upaya pembinaan lembaga pendidikan.
Sementara itu, dugaan faktor politik mengemuka lantaran pesantren tersebut sempat mendukung Jokowi pada Pemilu 2014. Jokowi pernah berkampanye di pesantren tersebut dan pihak ponpes saat itu mengklaim ada 5 juta pengikut atau Jemaah Tarekat Shiddiqiyyah untuk mendukung Jokowi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz