tirto.id - Film Green Book memboyong piala Oscar 2019 untuk kategori Film Terbaik. Film yang mengisahkan persahabatan antara kulit hitam dan kulit putih ini mengundang kontroversi, baik dari cerita maupun orang-orang penting yang terlibat dalam film tersebut.
Green Book mengisahkan tentang seorang preman dari Bronx, Tony Lip (Viggo Mortensen) yang membutuhkan pekerjaan baru setelah tempat kerjanya sedang direnovasi.
Lip kemudian bertemu dengan seorang pianis jazz kelas dunia yang berkulit hitam, Dr. Don Shirley. Lip diwawancara untuk menjadi sopir sekaligus bodyguard bagi Shirley yang akan melakukan tur konser musiknya dari Manhattan ke Deep South.
Lip yang sangat menyayangi keluarganya menjanjikan kepulangannya saat hari Natal. Selama petualangan mereka, Tony mengandalkan Negro Motorrist Green Book sebagai buku panduan yang didalamnya berisi berbagai tempat yang aman dan ramah dikunjungi oleh orang berkulit hitam saat mereka beristirahat.
Film ini kemudian dikritik oleh anggota keluarga Shirley. Vulture New York menyatakan bahwa pihak keluarga, lebih tepatnya keponakan Don Shirley, Edwin Shirley III dan kakaknya, Maurice Shirley mengkritik beberapa aspek dalam Green Book.
Keluarga Shirley mengkritik bahwa Shirley tidak menganggap Tony Lip teman dekat, seperti yang disampaikan film tersebut. Don juga sangat dekat dengan keluarga dan saudara-saudaranya, meski dalam film tersebut mengisahkan Don justru hilang kontak dengan keluarga.
Don Shirley tidak pernah merasa malu ataupun terkucil karena rasnya. Maurice Shirley menyebut film ini sebagai “a symphony of lies” atau sebuah kebohongan.
Karena penolakan dari pihak keluarga Shirley inilah, akhirnya pemeran Don Shirley dalam film Green Book, Mahershala Ali meminta maaf kepada keluarga Shirley.
Huffington Post mewartakan Ali menelepon Maurice dan Edwin di hari yang sama ketika artikel di Shadow and Act tersebut mengudara.
“Saya ditelepon Mahershala Ali. Dia meneleponku dan pamanku, Maurice dan meminta maaf jika ada kesalahan,” Edwin mengungkapkan di Shadow and Act.
“Yang dikatakannya adalah, ‘aku sudah menyinggung Anda, saya sangat menyesal. Saya melakukan yang terbaik dengan segala yang saya punya. Saya tidak menyadari adanya kerabat dekat yang bisa saya ajak berkonsultasi untuk menambahkan penghayatan karakter.”
Meskipun dikenalkan sebagai ‘film biografi’ dan ‘berdasarkan kisah nyata’, nampaknya pihak keluarga Don Shirley tidak setuju dengan hal tersebut.
Kontroversi juga dituai melalui nama ‘Green Book’, yang pada kenyataannya adalah sebuah buku yang diterbitkan oleh pengantar surat, Victor Hugo Green yang bersisi buku panduan restoran, penginapan, hingga rumah singgah yang menerima orang-orang kulit hitam. Buku itu membuat orang-orang kulit hitam terhindar dari kesalahan dan bahaya.
Baik Shirley maupun Tony tidak pernah menyebut buku ini dalam percakapan, namun judul film yang merujuk pada buku tersebut membuat penonton salah paham dan menganggap penamaan ini melegitimasi sejarah rasisme di Amerika Serikat.
Pemeran Tony Lip, Vigo Mortensen dulunya juga sering terlibat dalam kontroversi karena ujaran rasisnya, selain itu sutradara juga terlibat dalam serangkaian kasus pelecehan seksual membuat film ini penuh dengan kontroversi sejak awal.
Film yang mengisahkan perjalanan karir Don Shirley sebagai musisi piawai juga nampaknya hanya sebagai sampingan, seperti diungkapkan Refinery.
Tony Vallelonga yang tampil heroik dianggap lebih mengambil peran, dan menyiratkan bahwa ‘tanpa Tony mungkin Don tidak selamat dalam perjalanannya’.
Editor: Yantina Debora