tirto.id - Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA), David Sumual, memproyeksi harga minyak dunia bakal naik menjadi US$100 per barel akibat Konflik Israel-Iran. Hal itu kemudian akan turut menyebabkan kenaikan harga BBM nonsubsidi Pertamina hingga Rp16 ribu per liter.
Proyeksi tersebut diperoleh dengan mempertimbangkan posisi Iran sebagai produsen minyak yang penting di dunia. Karenanya, menurut David, harga BBM dalam negeri bakal terimbas jika konflik terus memanas.
“Ini sebelum perang saja saya melihat kemungkinan seharusnya mirip dengan retailer yang lain, Rp15 ribu hingga Rp16 ribu. Kemungkinan jika Israel menyerang balik bakal mengarah ke harga minyak 100 dolar AS,” ucap David saat dihubungi Tirto, Minggu (14/4/2024).
Proyeksi kenaikan harga BBM Pertamina juga berdasarkan kecenderungan harga minyak dunia yang bergerak di rentang $85-$95 per barel. Kisaran harganya bisa menjadi lebih tinggi ke depannya jika konflik terus berlanjut.
Selain itu, melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS juga turut menjadi faktor kenaikan harga BBM. Hingga kini, nilai rupiah sudah menyentuh Rp16 ribu per dolar AS.
“Nanti di awal minggu besok, mulai kelihatan dampaknya ke harga minyak dan juga ke indeks dolar,” kata David.
Menurut David, yang paling dikhawatirkan dari kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah tersebut adalah imbasnya pada anggaran subsidi BMM dalam APBN. Selain itu, Pemerintah mestinya juga mewaspadai potensi inflasi beberapa waktu ke depan ketika harga minyak meninggi.
David juga mengingatkan akan ekspektasi pasar saat harga minyak naik. Saat itu, The Fed diprediksi akan mencoba mempertahankan suku bunga tinggi. Kondisi demikian akan mengakibatkan indeks dolar terus menguat.
Pemerintah saat ini masih menahan harga BBM nonsubsidi. Kebijakan ini akan berlangsung hingga Juni 2024. Ketika kebijakan penahanan harga tersebut berakhir, harga BBM diprediksi akan mengalami kenaikan.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Fadrik Aziz Firdausi