tirto.id - Komnas HAM akan memastikan hukuman terhadap enam anggota polisi yang membawa senjata api saat penanganan demonstrasi mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara. Komnas akan memantau proses hukum hingga vonis sehingga memberikan keadilan atau tidak kepada korban.
"Nanti kami akan periksa apakah hukuman disiplin yang sudah dikenakan kepada 6 orang ini sudah cukup atau tidak, atau setimpal dengan yang sudah diperbuat," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara di daerah Thamrin, Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Sebagai informasi, sejumlah aparat polisi terseret hukum akibat penanganan unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Utara pada September 2019 silam.
Penanganan unjuk rasa 26 September 2019 berakhir insiden berdarah dengan setidaknya dua demonstran berlatar belakang mahasiswa meninggal akibat peluru tajam dan satu warga menjadi korban peluru 'nyasar.'
Kepolisian resmi membebastugaskan enam personel Polda Sulawesi Tenggara. Keenam personel berinisial DK, GM, MI, MA, H, dan E diyakini telah melanggar ketentuan penanganan unjuk rasa karena membawa senjata api saat mengamankan unjuk rasa pada Kamis 26 September 2019 lalu. Saat ini polisi tengah merampungkan proses penanganan perkara tersebut.
Beka menuturkan, Komnas HAM sudah meminta keterangan kepada pihak kepolisian terkait kematian dua orang mahasiswa saat aksi reformasi dikorupsi pada September 2019 lalu. Komnas HAM memastikan kalau kedua mahasiswa meninggal akibat peluru tajam.
Ia mengatakan, Komnas HAM akan membentuk tim pencari fakta untuk peristiwa September 2019. Tim ini akan bergerak untuk mengumpulkan keterangan dugaan pelanggaran HAM yang terjadi saat penanganan demonstrasi September 2019 lalu.
"Saat ini kami sedang meminta keterangan dari banyak pihak. Kemarin kami baru memanggil Kapolres Jakbar yang datang dengan Irwasda dari Polda Metro dan meminta keterangan dari mereka soal kronologi kejadian di wilayah Polres Jakbar," kata Beka.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri