Menuju konten utama

Komnas HAM Desak Pendekatan Terukur Hadapi Kekerasan di Papua

Merespons situasi kekerasan di Papua, Komnas HAM desak penegakan hukum yang transparan dan akuntabel.

Komnas HAM Desak Pendekatan Terukur Hadapi Kekerasan di Papua
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.

tirto.id - Komnas HAM merespons situasi kekerasan yang terjadi di Papua akhir-akhir ini. Melalui Keterangan Pers No. 22/HM.00/IV/2024, Komnas HAM mendesak Pemerintah, khususnya Polri, melakukan penegakan hukum secara transparan dan akuntabel dalam menghadapi konflik dan kekerasan di Papua.

Selain itu, Komnas HAM juga menyatakan keprihatinan dan memberikan atensi terhadap setidaknya 12 peristiwa kekerasan yang terjadi di Papua selama kurun Maret hingga April 2024. Peristiwa-peristiwa tersebut merenggut korban dari kalangan anggota TNI/Polri maupun warga sipil.

“Tercatat tidak kurang dari 4 (empat) orang warga sipil dan 5 (lima) orang anggota TNI/POLRI mengalami luka; 8 (delapan) orang meninggal dunia - yang terdiri dari 5 (lima) orang anggota TNI/POLRI dan 3 (tiga) warga sipil, yaitu 1 dewasa dan 2 usia anak; serta 2 (dua) orang perempuan menjadi korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS),” tulis Komnas HAM dalam keterangan pers yang diterima Tirto, Minggu (14/4/2024).

Seturut catatan Komnas HAM, peristiwa yang terjadi pada Maret 2024 antara lain kontak tembak antara aparat gabungan TNI/Polri dan Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) di Kampung Mamba, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya (1/3).

Kemudian, penembakan 2 prajurit TNI yang diduga dilakukan oleh KSB di Kulirik, Puncak Jaya (17/3). Penembakan 2 prajurit TNI yang diduga dilakukan oleh KSB di Kulirik, Puncak Jaya (17/3), penembakan 1 anggota Satgas Kostrad Yonif Raider 323/BP yang diduga dilakukan KSB di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak (22/3).

Serta penembakan yang diduga dilakukan oleh KSB terhadap 2 anggota Polri saat berjaga di helipad di Kabupaten Paniai (20/3).

Sedangkan pada April 2024 tercatat 2 orang perempuan menjadi korban kekerasan seksual dan penganiayaan oleh sekelompok orang di Distrik Nabire, Kabupaten Nabire (5/4).

Selain itu, penyerangan terhadap warga sipil juga terjadi. Antara lain pembunuhan Kepala Kampung Modusit yang diduga dilakukan KSB di Distrik Serambakon, Kabupaten Pegunungan Bintang (8/4), penembakan 2 warga sipil yang diduga dilakukan KSB di kios jembatan Yessey Mersey, Kampung Kago, Distrik Ilaga (9/4). Kemudian terjadi kontak tembak antara TNI/Polri dan KSB di Sugapa, Intan Jaya, Papua Tengah (8/4).

Terkait intensitas peristiwa kekerasan tersebut, Komnas HAM mendesak adanya pengusutan secara transparan serta penegakan hukum yang akuntabel terhadap pihak-pihak yang terlibat demi tegaknya supremasi hukum.

"Komnas HAM juga mendorong adanya evaluasi pada tataran operasi, komando dan pengendalian keamanan dalam penanganan setiap kekerasan bersenjata di Papua untuk memperbaiki kebijakan keamanan di Papua," tulis Komnas HAM dalam keterangan resmi.

Pemerintah, termasuk TNI dan Polri, juga didesak untuk senantiasa menggunakan pendekatan yang terukur dalam menghadapi konflik dan kekerasan di Papua. Hal ini penting untuk menjamin keselamatan dan perlindungan HAM warga sipil maupun aparat TNI dan Polri yang bertugas di lapangan.

Komnas HAM mengingatkan bahwa, “Pelanggaran HAM dapat terjadi apabila Negara menggunakan kekuatan berlebih (excessive use of force) tanpa mempertimbangkan prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas; atau ketika Negara tidak dapat memastikan penegakan hukum yang adil bagi korban.”

Baca juga artikel terkait HAK ASASI MANUSIA atau tulisan lainnya dari Faesal Mubarok

tirto.id - Flash news
Reporter: Faesal Mubarok
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Fadrik Aziz Firdausi