Menuju konten utama

Komisi VIII Bakal Bahas Masukan PGI Soal Peraturan Sekolah Minggu

PGI menilai, aturan yang tertulis dalam pasal tersebut kurang memahami maksud dari sekolah minggu dan kaketisasi karena menyamakannya dengan pendidikan pesantren.

Komisi VIII Bakal Bahas Masukan PGI Soal Peraturan Sekolah Minggu
Ace Hasan Syadzily. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Komisi VIII DPR RI akan membahas masukan dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) soal peraturan sekolah Minggu dalam rancangan undang-undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang tengah digodok.

"Nanti pada saatnya kami akan panggil pihak-pihak terkait untuk diminta masukan dalam upaya menyempurnakan uu pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan," kata Wakil Ketua Komisi VIII, TB Ace Hasan Syadzily kepada Tirto, Jumat (26/10/2018).

"Jadi misalnya masukan dari PGI menjadi bagian yang akan dibahas," imbuh Ace.

Masukan dari PGI, seperti halnya yang tertera dalam situs resmi organisasi ini, adalah terkait pasal 69 RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Pasal tersebut mengatur tata cara pelaksanaan sekolah minggu dan katekisasi.

PGI menilai, aturan yang tertulis dalam pasal tersebut kurang memahami maksud dari sekolah minggu dan katekisasi karena menyamakannya dengan pendidikan pesantren.

Padahal, menurut PGI, sekolah minggu dan katekisasi bukan pendidikan formal keagamaan, melainkan bagian dari ibadah Kristen yang tidak bisa dibatasi pesertanya dan pelaksanaannya harus mendapat izin.

"Kami sebenarnya kan masih dalam pembahasan. Wajar jika masih butuh disempurnakan," kata Ace.

Namun, Ace memastikan bahwa, undang-undang ini dibuat semata untuk membuat pendidikan formal dan non formal keagamaan bisa setara dengan pendidikan umum. Baik secara fasilitas, maupun legalitas.

Adapun Pasal 69 di ayat (1) RUU ini mengakui Sekolah Minggu, Sekolah Alkitab, Remaja Gereja, Pemuda Gereja dan Katekisasi, masuk sebagai jalur pendidikan Kristen nonformal. Namun dua ayat berikutnya (3) dan (4) menjadi pertanyaan besar dari PGI.

(3) Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam bentuk program yang memiliki peserta paling sedikit 15 (lima belas) orang peserta didik.

(4) Pendidikan Keagamaan Kristen nonformal yang diselenggarakan dalam bentuk satuan pendidikan atau yang berkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Kementerian Agama kabupaten/kota setelah memenuhi ketentuan tentang persyaratan pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).

Baca juga artikel terkait DPR RI atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yantina Debora