Menuju konten utama

Komisi III DPR RI Bantah Ada Pasal Penyadapan dalam RUU KUHAP

Habiburokhman menjelaskan bahwa aturan penyadapan akan diatur secara tegas di produk perundang-undangan lainnya di luar KUHAP.

Komisi III DPR RI Bantah Ada Pasal Penyadapan dalam RUU KUHAP
Habiburokhman saat RDPU Monterry Marbun. youtube/TVR Parlemen

tirto.id - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa tidak akan ada pasal mengenai penyadapan dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Habiburokhman menjelaskan bahwa aturan penyadapan akan diatur secara tegas di produk perundang-undangan lainnya di luar KUHAP.

"Pokoknya penyadapan itu diaturnya semuanya di undang-undang baru," kata Habiburokhman di Kompleks MPR/DPR RI, Selasa (15/7/2025).

Sebelumnya diisukan bahwa mekanisme penyadapan tercantum dalam Pasal 124 yang menjadi Bagian Keenam pada RUU KUHAP. Pasal tersebut terdiri dari 6 ayat, yang salah satunya pada ayat 2 menyebutkan bahwa penyadapan harus mendapat izin dari pengadilan negeri.

Klausul pasal mengenai penyadapan tersebut menuai komentar dari Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

“Dalam RUU Hukum tersebut disebutkan penyadapan dimulai pada saat penyidikan dan melalui izin pengadilan daerah setempat,” ujar ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, pada Kamis (10/7/2025).

Padahal selama ini, kata Budi, KPK melakukan penyadapan sejak tahap penyelidikan dan melaporkannya ke Dewan Pengawas. Terlebih, menurutnya, KPK selalu malekukan audit terhadap penyadapan yang dilakukan.

“Jadi penyadapan ini dipastikan memang betul-betul untuk mendukung penanganan perkara di KPK,” ujarnya.

Lebih jauh, Budi mengatakan ketentuan dalam rancangan KUHAP yang membatasi penyadapan hanya pada tahap penyidikan akan menghambat efektivitas kerja penyelidik. Ia menjelaskan bahwa selama ini penyadapan dilakukan sejak tahap penyelidikan untuk mendapatkan informasi awal yang krusial, termasuk dalam menemukan alat bukti.

“Ya artinya dalam proses penyadapan jika hanya diperbolehkan pada saat penyidikan, artinya kita tidak bisa melakukan penyadapan ketika tahap penyelidikan. Padahal penyadapan itu penting ya untuk mendapatkan informasi atau keterangan yang dibutuhkan oleh penyelidik, dalam baik untuk menemukan peristiwa tindak pidananya, ataupun dalam konteks KPK untuk menemukan setidakya atau sekurang-kurangnya 2 alat bukti,” katanya.

Selain itu, RUU KUHAP juga mereduksi kewenangan penyelidik sebab penyelidik hanya bertugas mencari peristiwa pidananya. Menurut Budi, perubahan ini berpotensi memangkas ruang gerak lembaga antikorupsi dalam mengungkap kasus sejak tahap awal.

“Artinya kan ada reduksi kewenangan dari penyelidik ya, karena penyelidik dalam RUU KUHAP itu hanya berwenang untuk mencari peristiwa tindak pidananya. Sedangkan penyelidik di KPK bahkan sampai ke untuk mencari sekurang-kurangnya 2 alat bukti, termasuk terkait dengan pengangkatan penyelidik ya. KPK punya kewenangan untuk mengangkat penyelidiknya sendiri,” ungkapnya.

Baca juga artikel terkait RUU KUHAP atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Flash News
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher