tirto.id -
"Gak setuju. Lha kan dibatasi pasal 47 ayat 2," kata Abdul kepada reporter Tirto, Rabu (6/2/2019).
Pasal 47 ayat 2 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjelaskan, "Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung."
Abdul menegaskan, hingga kini belum ada pembahasan terkait UU TNI tersebut. Maka dari itu belum ada kesepakatan UU tersebut akan direvisi atau tidak.
Abdul menuturkan selama ini memang pasal 47 ayat 2 terkait, prajurit TNI bisa menduduki jabatan di instansi lain yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan sudah dijalankan. Namun jika ingin memperluas, tetap harus ada revisi terlebih dahulu karena akan bersinggungan dengan dwifungsi ABRI.
Sedangkan Ketua DPR Bambang Soesatyo mengaku baru mendengar ada wacana itu. Dia berjanji akan mendalaminya.
"Kami serahkan semua pada panglima TNI dan pemerintah membahasnya. Nanti dalam tahap wacana dan pembahasan kita lihat saja ke mana ujungnya," kata Bambang di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Wacana yang erat kaitannya dengan Dwifungsi ABRI tersebut semula dimunculkan oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Menurutnya kini ada sekitar 500 pati dan pamen TNI yang belum mendapat jabatan. Dia berharap mereka bisa menduduki jabatan eselon I maupun II di kementerian atau lembaga negara.
Namun wacana dari Panglima TNI itu juga ditolak Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria. Menurut Riza, gagasan tersebut sulit diterima karena penempatan perwira aktif TNI di kementerian dan lembaga rentan memicu konflik dan friksi di internal birokrasi pemerintahan.
"Tidak bisa nanti tiba-tiba masuk di wilayah yang bukan menjadi keahlian dan kewenangan, nanti akan menimbulkan konflik, friksi, dan masalah baru," kata Riza di kompleks Gedung DPR RI, Jakarta pada Jumat (1/2/2019).
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana juga menilai keinginan Panglima TNI itu sulit terwujud. Alasannya, selain harus merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, keinginan Panglima TNI itu juga harus merevisi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Harus diubah semua," ujar Bima kepada Tirto, Jumat (1/2/2019).
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Agung DH