tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil menilai pengesahan Undang-Undang Ibu Kota Negara inkonstitusional lantaran tidak melibatkan partisipasi masyarakat. Hal itu diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Mereka menilai IKN Nusantara tidak dibangun demi kepentingan rakyat.
"Pemindahan Ibu kota Negara juga dinilai sebagai agenda oligarki untuk mendekatkan pada pusat bisnisnya serta bagian dari penghapusan dosa-dosa beberapa korporasi yang merusak di wilayah calon Ibu Kota Baru," ujar Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis yang dikutip Kamis (20/1/2022).
Dari data Jatam Nasional, Jatam Kalimantan Timur, Walhi Nasional, Walhi Kalimantan Timur, Trend Asia, Forest Watch Indonesia, Pokja 30, dan Pokja Pesisir dan Nelayan, diketahui bahwa 180.965 hektare kawasan IKN Nusantara bukan ruang kosong; terdapat 162 konsesi pertambangan, kehutanan, sawit, PLTU batu bara, dan properti. Sebanyak 158 dari 162 konsesi ini adalah konsesi batu bara yang masih menyisakan 94 lubang tambang menganga.
"Di mana tanggung jawab untuk melakukan reklamasi dan pasca tambang seharusnya dilakukan oleh korporasi, diambil alih dan menjadi tanggung jawab negara," ujar Isnur.
IKN Nusantara akan dibangun dengan luas 256.142 hektare daratan dan 68.189 hektare perairan laut berlokasi di Kalimantan Timur.
Otorita IKN, sebagai bentuk pemrintahan IKN Nusantara, akan mulai beroperasi pada akhir 2022. Sementara pemindahan IKN direncanakan mulai pada Semester I 2024.
Pemerintah memperkirakan total kebutuhan anggaran untuk Ibu Kota Negara (IKN) mencapai Rp466 triliun. Kebutuhan anggaran ini akan dipenuhi melalui APBN sebesar Rp89,4 triliun, Rp253,4 triliun dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), dan Rp123,2 triliun dari swasta.
Pembangunan IKN Nusantara juga dinilai tidak tepat, sebab Indonesia masih dilanda pandemi Covid-19. Masyarakat sedang berjuang bangkit dari segi ekonomi.
"Dana yang digunakan untuk mewujudkan pemindahan Ibukota, akan sangat lebih berguna apabila digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara (kesehatan, pendidikan, dll) yang sedang mengalami kesulitan," ujar Isnur.
Oleh sebab itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak DPR dan pemerintah membatalkan UU IKN tersebut.
"Menolak pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur karena tidak berdasarkan kajian kelayakan yang jelas," tukasnya.
Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari YLBHI dan 17 LBH Kantor, Bersihkan Indonesia, Sajogyo Institue, Yayasan Srikandi Lestari, dan Jatam Kalimantan Timur.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Gilang Ramadhan