tirto.id - Koalisi Masyarakat Sipil menolak pemindahan ibukota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur. Sebab kawasan IKN Nusantara dan daerah penyanggahnya berdasarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) berpotensi krisis air bersih.
Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari YLBHI dan 17 LBH Kantor, Bersihkan Indonesia, Sajogyo Institute, Yayasan Srikandi Lestari, dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur meminta agar UU IKN dibatalkan saja.
"Mendesak kepada DPR RI dan Pemerintah untuk membatalkan UU IKN," ujar perwakilan koalisi, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis, Rabu (19/1/2022).
Mereka menilai proyek IKN merupakan agenda pemerintah untuk membebaskan korporasi tambang dari tangggung jawab kerusakan lingkungan.
"Catatan JATAM Kaltim, terdapat 94 lubang tambang yang berada di kawasan IKN di mana tanggungjawab untuk melakukan reklamasi dan pasca tambang seharusnya dilakukan oleh korporasi, diambil alih dan menjadi tanggung jawab negara," ujarnya.
Terlebih lagi, menurut mereka, perumusan UU IKN tidak transparansi dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat. Sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Ibu Kota Negara yang bernama Nusantara dengan luas 256.142 hektare (daratan) dan 68.189 hektare (perairan laut), akan berlokasi di Kalimantan Timur.
Otorita IKN, sebagai bentuk pemrintahan IKN Nusantara, akan mulai beroperasi pada akhir 2022. Sementara pemindahan IKN direncanakan mulai pada Semester I 2024.
Pembangunan IKN diduga akan memakan anggaran Rp466,9 triliun. 20 persen atau Rp90 triliun akan berasal dari APBN. Rp252,5 triliun berasal dari kerja sama pemerintah dan badan usaha. Rp123,2 triliun berasal dari swasta atau BUMN dan BUMD.
Namun merujuk situs resmi IKN, pembangunan IKN mayoritas berasal dari APBN di mana porsinya sebesar 53,5% dan sisanya 46,5% menggunakan dana lain dari skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), swasta dan BUMN.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto