tirto.id - Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto mengingatkan untuk mewaspadai kluster baru dari perkantoran.
“Dalam satu minggu terakhir, dari penelusuran contact tracing, ada penambahan kasus konfirmasi dari aktivitas perkantoran,” kata Yurianto, Senin (20/7/2020).
“Aktivitas yang selama kini kita laksanakan dari rumah dan sekarang sudah mulai kita kerjakan di perkantoran. Salah satu yang kami perhatian adalah penyelenggaraan kegiatan rapat atau pertemuan di ruang rapat yang ada di perkantoran,” lanjutnya.
Yurianto mengingatkan aktivitas ini kalaupun harus dilaksanakan, maka perlu perhatikan sirkulasi udara.
“Jika diperlukan laksanakan rapat di pagi hari, buka semua jendela, sehingga sirkulasi udara akan bergerak dengan baik. Matikan semua AC. Batasi kapasitas ruang, kalau harus diikuti orang banyak, maka pakai metode daring,” ujarnya.
Dengan pembatasan peserta rapat, memberi kesempatan kepada karyawan untuk menjaga jarak aman sebagai bentuk pencegahan.
“Kalau bisa batasi pembicara, rapat tidak lebih dari 30 menit. Yang sakit tidak boleh ikut rapat di kantor. Hindari sajian makanan dan minum di ruangan yang memaksa peserta rapat membuka masker. Inilah adaptasi kebiasaan baru di dalam perkantoran,” ungkapnya.
Pengelola perkantoran diingatkan agar menjaga dan membersihkan secara berkala fasilitas umum, misalnya lift, toilet atau tangga demi mengerem penularan.
Hingga 20 Juli, Indonesia menemukan 88.214 kasus dengan 4.239 kematian sejak 2 Maret, menempati peringkat 24 dunia dan melampaui COVID-19 di Cina dengan 83.682 dengan 4.634 kematian.
Klaster COVID-19 di Perkantoran Jakarta
Di DKI Jakarta, terdapat sejumlah kasus di perkantoran setelah ada program bekerja dari kantor. Selama ini, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) telah dilonggarkan bertahap. Para pekerja sebanyak 50 persen bekerja di kantor secara bergantian untuk mengakselerasi perekonomian.
Kasus terkonfirmasi setidaknya ada di lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, PLN hingga Komisi Yudisial.
Selama Mei-Juli 2020 ada tujuh pegawai KPK terkonfirmasi positif. Lima sudah sembuh, dua di antaranya masih diisolasi. Kasus konfirmasi positif, memicu pemeriksaan terhadap setidaknya 480 pegawai, termasuk pimpinan KPK, pekan lalu.
Komisi Yudisial mengulang skema bekerja dari rumah setelah ada kasus menimpa Sekretaris Jenderal, Tubagus Rismunandar Ruhijat. Ia meninggal karena Corona pada Kamis (16/7). Sebelumnya, ia menjalani perawatan selama sepekan akibat infeksi virus SARS-CoV-2. KY juga mengetes PCR ke-65 orang yang bersinggungan dengan Tubagus serta tes cepat ke-225, di antaranya dua orang reaktif.
Kini, skema WFH di KY berlangsung hingga Rabu (22/7), kendati pelayanan terus berjalan secara daring.
Di kantor pusat Perusahaan Listrik Negara (PLN) Blok M, Jakarta, infeksi virus yang menyerang pernapasan telah menimpa enam orang. PLN menyebut, enam pegawai ditemukan dari tes acak terhadap 632 pegawai. Keenam karyawan kini menjadi isolasi, karena tanpa gejala pernapasan akut seperti batuk atau sesak nafas.
Executive Vice President Corporate Communication and CSR PLN Agung Murdifi mengatakan, kantor pusat untuk sementara tutup selama lima hari. Seluruh pelayanan di kantor dikendalikan dari rumah masing-masing pegawai.
"Kami pastikan pasokan listrik pelanggan tetap terjaga selama pemberlakukan WFH, karena hal ini hanya berlaku untuk PLN Kantor Pusat saja, sementara petugas penjagaan dan pelayanan di lapangan tetap berjalan seperti biasa,” ucap Agung, Senin (20/7)
Klaster Corona di perkantoran bermunculan setelah mulai kembali bekerja dari kantor. Di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, setidaknya ada 15 pegawai terkonfirmasi positif. Sebelumnya diakui ada tes acak COVID-19.
"Sekarang pegawai diminta bekerja dari rumah. Memang ada tes sebelumnya. Jadi setelah tes keluar, ada yang positif tanpa gejala," ungkapnya.
Tingginya kasus positif tanpa gejala di DKI Jakarta sejalan dengan analisis kasus. Menurut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sebanyak 66 persen kasus COVID-19 di Jakarta adalah orang tanpa gejala.
Anies memaparkan klaster terbesar di Jakarta adalah dari pasien rumah sakit 45,26 persen, disusul pasien di lingkungan komunitas 38 persen. Kemudian di pasar 6,8 persen, pekerja migran Indonesia 5,8 persen dan 4,14 persen perkantoran.
“Yang patut diwaspadai adalah 66 persen dari mereka adalah orang tanpa gejala,” kata Anies, 12 Juli lalu dalam Youtube.
Editor: Abdul Aziz