tirto.id - "Ya, pria ini adalah yang paling sial sekaligus paling beruntung, tergantung dari sudut pandang mana Anda melihatnya," kata Stephen Fry kala memperkenalkan sosok Tsutomu Yamaguchi dalam acara kuis komedi QI yang tayang di stasiun televisi BBC pada Januari 2011 silam.
Mendengar rekannya mengeluarkan guyon itu, Rob Brydon yang menjadi panelis di acara kuis itu menyambung, “Apakah gelas setengah penuh atau setengah kosong, yang jelas itu radioaktif. Jangan diminum!”
Candaan itu rupanya berbuntut panjang. Kedutaan Besar Jepang di London tidak senang dan mengirim surat teguran resmi ke BBC. Kedubes Jepang menyatakan program kuis tersebut meremehkan tragedi bom paling parah dalam sejarah Jepang dan masih menjadi topik sensitif di Jepang.
Di luar surat teguran itu, gelombang protes juga datang dari para penonton di kanal Youtube yang mengakses rekaman acara itu.
Dalam artikelnya yang berjudul “British Quiz Show Sparks Outrage in Japan”, harian The Wall Street Journal menulis, “Orang-orang Jepang, meski menikmati segala hal yang berbau Britania, dari Mini Cooper hingga tas ramah lingkungan berlogo Harrods, telah menyatakan dengan jelas bahwa mereka tersinggung dengan humor Inggris soal orang Jepang yang selamat dari tragedi bom atom.”
Usai protes itu, BBC dengan sigap mengumumkan permohonan maafnya.
"Kami mohon maaf atas segala pelanggaran yang ditimbulkan. QI tidak pernah bertujuan untuk menimbulkan pelanggaran terhadap orang atau subjek mana pun yang diliputnya. Namun, pada kesempatan ini, mengingat sensitivitas subjek bagi pemirsa Jepang, kami memahami mengapa mereka merasa tidak pantas diperlakukan demikian dalam program ini.”
Selamat dari Dua Bom Atom
Alkisah menjelang musim panas 1945, Tsutomu Yamaguchi sedang bekerja seperti biasa di kantornya, Mitsubishi Heavy Industries. Untuk keperluan tugas, pria kelahiran Nagasaki berusia 29 tahun itu dijadwalkan untuk menetap di Hiroshima selama tiga bulan. Pada 6 Agustus, masa tugasnya sebagai teknisi selesai.
Di pagi hari, Yamaguchi sudah bersiap merampungkan tugasnya lalu berpamitan pulang. Sekitar pukul 8.15 pagi, dia sedang berjalan santai ke dermaga ketika tanpa sengaja melihat pesawat tempur melintas dan secara tiba-tiba menjatuhkan sebuah benda yang diikuti kilatan cahaya menyilaukan.
Dengan cepat, benda itu yang ternyata bom atom itu mencapai tanah dan meledak. Singkat cerita, bom atom merenggut tak kurang dari 140.000 jiwa penduduk Hiroshima. Yamaguchi yang berdiri sekitar 3 kilometer dari pusat ledakan terlempar oleh gelombang kejut yang dihasilkan bom itu.
Yamaguchi mendapati dirinya terjebak di reruntuhan dengan api menyambar tak tentu arah. Sambaran api itu membakar sebagian besar tubuh bagian kirinya. Karena besarnya dentuman bom itu, gendang telinganya pun pecah.
Meski begitu, nyawa Yamaguchi selamat. Dengan susah payah, dia berjalan menuju sisa galangan kapal milik Mitsubishi. Di sana, dia menemukan rekan kerjanya Akira Iwanaga dan Kuniyoshi Sato yang juga selamat dari ledakan tersebut.
Setelah menghabiskan malam di tempat perlindungan serangan udara yang luluh lantak itu, mereka terbangun pada tanggal 7 Agustus dan memutuskan menuju stasiun kereta api yang masih beroperasi.
Setengah putus asa, Yamaguchi akhirnya menempuh perjalanan kereta pulang ke Nagasaki. Sesampainya di kota itu, dia langsung dirawat di rumah sakit.
Pada 9 Agustus—atau hanya berselang tiga hari setelah pemboman Hiroshima, Yamaguchi yang sedang memulihkan diri menceritakan tragedi yang dialaminya di Hiroshima kepada atasannya. Mereka benar-benar tidak mendengar informasi apapun mengenai perang yang sedang berkecamuk.
Sementara itu, saat Yamaguchi kembali ke istri dan anaknya, seluruh dunia sedang mengalihkan perhatian ke Hiroshima. Enam belas jam setelah ledakan, Presiden Amerika Serikat Harry Truman memberikan pidato yang mengungkap keberadaan bom atom untuk pertama kalinya.
“Ini adalah pemanfaatan kekuatan dasar alam semesta,” katanya.
Di tengah situasi linglung itu, warga Nagasaki dikejutkan oleh pesawat tempur AS yang melintasi langit Nagasaki. Dan pukul 11 siang, pesawat itu menjatuhkan bom atom lain.
Yamaguchi sekali lagi mendapati dirinya terjebak di pusat api nuklir. Ledakan kedua ini merenggut nyawa lebih dari 70.000 orang. Ajaibnya, bahkan setelah mengalami ledakan bom atom kedua, Yamaguchi dan keluarganya berhasil selamat.
Meski selamat, dia melewati hari yang sangat menyiksa. Selama lebih dari seminggu kemudian, dia terus mengalami demam tinggi dan muntah-muntah akibat perawatan lukanya yang kurang baik.
Ledakan dua bom atom itu secara drastis mengubah situasi perang di Pasifik. Pada 2 September 1945, Kekaisaran Jepang secara resmi menyerah pada Sekutu dan berakhir pulalah Perang Asia Timur Raya. Selama beberapa waktu kemudian, Sekutu ambil kontrol atas Jepang.
Kehadiran Sekutu ini menjadi satu-satunya era dalam sejarah Jepang di mana pemerintahan negeri itu dikuasai oleh orang asing. Di era itu, untuk menafkahi hidupnya, Yamaguchi terpaksa bekerja sebagai penerjemah untuk pasukan pendudukan.
Pendudukan Sekutu baru berakhir pada 1952. Setelah itu, Yamaguchi kembali bekerja untuk Mitsubishi merancang kapal tanker minyak. Pada awal dekade 1950-an itu, Yamaguchi dan istrinya yang juga merupakan penyintas bom atom Nagasaki, memiliki dua anak perempuan.
Ketika situasi politik mulai membaik, Pemerintah Jepang merasa perlu memberikan penghormatan pada para penyintas bom atom. Maka dibuatlah gelar Hibakusha pada 1957.
Mereka yang diakui sebagai Hibakusha berhak menerima tunjangan pemerintah, di antaranya berupa cek kesehatan gratis, tunjangan bulanan, hingga fasilitas penguburan yang layak. Namun, Yamaguchi yang kala itu mengalami trauma dan ingin melupakan kenangan tragedi itu merasa puas hanya mendapat pengakuan Hibakusha bahwa dia pernah hadir di Nagasaki.
Masalah Kesehatan Akut
Sejak awal, Yamaguchi tidak merasa perlu untuk mencari perhatian melalui status penyintas gandanya. Namun, di masa tuanya, dia mulai menganggap kelangsungan hidupnya sebagai takdir yang perlu diceritakan.
Pada Januari 2009, dia mengajukan permohonan pengakuan ganda. Pemerintah Jepang menerima permohonan itu pada Maret 2009. Pengakuan itu menjadikan Yamaguchi satu-satunya orang yang secara resmi diakui sebagai penyintas dua tragedi bom atom.
Tentang pengakuan tersebut, Yamaguchi berkata, "Paparan radiasi ganda saya sekarang menjadi catatan resmi pemerintah. Hal ini dapat memberitahu generasi muda tentang sejarah mengerikan bom atom bahkan setelah saya meninggal."
Ungkapan itu rupanya cukup tepat waktu. Yamaguchi yang tinggal bersama putrinya di Nagasaki akhirnya meninggal dunia akibat kanker di usia 93 tahun pada 4 Januari 2010 atau sepuluh bulan sejak pengakuan Pemerintah Jepang.
Meski mencapai usia 93 tahun, masalah kesehatan keluarga Yamaguchi perlu mendapat perhatian khusus. Hisako, istrinya, lebih dulu meninggal karena kanker di usia 88 tahun pada 2008. Dari pernikahannya, mereka melahirkan tiga anak yang juga mengidap masalah kesehatan berat.
Kisah Tsutomu Yamaguchi menjadi pengingat akan kekuatan mengerikan dan konsekuensi perang nuklir. Yamaguchi yang dijuluki sebagai "manusia yang dibom dua kali" menceritakan kisahnya dan menjadi pendukung vokal pelarangan senjata nuklir.
Di masa tua, dia menceritakan pengalamannya dengan detail untuk memastikan bahwa kengerian Hiroshima dan Nagasaki tidak pernah terlupakan dan terulang.
Penulis: Tyson Tirta
Editor: Fadrik Aziz Firdausi