tirto.id - Di luar negeri, detektif swasta sudah menjadi jasa yang lazim digunakan publik. Bahkan kisahnya sering diangkat dalam film-film, animasi, atau cerita fiksi lainnya. Di Indonesia profesi ini baru belakangan ini menjadi populer.
Sebuah serial terkenal “Layangan Putus” mengisahkan kerja-kerja detektif swasta di Indonesia yang membantu dalam membongkar kasus perselingkuhan. Rasa penasaran terhadap kerja-kerja investigasi ini membuat kami menghubungi detektif Jubun, 43 tahun, pendiri perusahaan investigasi Aman Sentosa Investigation Agency (ASIA).
ASIA pernah menangani investigasi kasus orang hilang, penipuan, sampai melacak aset koruptor di luar negeri. Seperti halnya isu pada serial “Layangan Putus”, perbincangan kami dengan detektif Jubun menyimpulkan bahwa kebanyakan klien melaporkan kasus serong.
Alasannya bisa jadi karena perkara perselingkuhan hampir tidak mungkin dilaporkan kepada penegak hukum. Jika ada korban perselingkuhan melapor, paling-paling mereka hanya disuruh menyelesaikan persoalan dengan kekeluargaan. Sementara kasus lain seperti penipuan, korupsi, atau mencari orang hilang terlihat lebih rasional untuk dibuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Pada celah inilah, detektif Jubun mengambil peluang bisnis jasa penyelidikan. Berikut rangkaian obrolan lengkap Tirto bersama dengan detektif Jubun.
Ketika menyebut profesi detektif, banyak dari kita memvisualisasikan tokoh Shinichi Kudo alias Conan yang bekerja dengan alat-alat berteknologi mutakhir, atau Sherlock Holmes yang cerdas. Jika ditarik dalam semesta lokal, apa saja kerja-kerja yang Anda lakukan sebagai detektif di Indonesia?
Di dunia nyata, kami bekerja atas permintaan klien yang tidak punya waktu untuk menyelidiki hal-hal tertentu. Biasanya masalah rumah tangga, bisa perselingkuhan atau membuka identitas asli orang. Tapi, kami kerjakan juga kasus orang hilang, penipuan, sampai melacak aset koruptor di luar negeri.
Untuk menyelidiki ini butuh banyak waktu dan tenaga, apalagi ketika baru dapat info. Misalnya, ibu-ibu soal suaminya punya hubungan dengan siapa. Untuk membuktikannya tidak gampang. Jadi, mereka gunakan jasa kita.
Bagaimana awalnya Anda terpikir untuk membuka jasa detektif swasta?
Pada 2008, saya bekerja di perusahaan bidang keamanan. Dulu ketika kerja, banyak teman minta bantuan untuk mencari tahu kegiatan suaminya. Jadi, waktu itu kita ikuti dia (target: suami) ke mana, berhenti di mana, cari tahu ini-itu (yang mau diketahui istrinya).
Dari situ, saya terpikir ide, kenapa nggak buka jasa penyelidikan. Kemudian 2013 berhenti kerja dan buka bisnis ini, Aman Sentosa Investigation Agency (ASIA) di Jakarta. Waktu itu, jasa detektif belum banyak, mungkin malah belum ada. Jadi, kami bisa dibilang salah satu yang mengawali bisnis investigasi. Lalu di awal 2021 kemarin, kami membuka kantor cabang ASIA di Cirebon.
Latar belakang pendidikan Anda di bidang hukum?
Oh, tidak.
Lalu bekal investigasi dapat dari mana?
Saya ada ikut pelatihan di bidang investigasi di Inggris dan ada sertifikatnya. Selain itu, belajar juga secara online. Pekerjaan ini sebenarnya bisa dilakukan siapa saja. Yang berbeda hanya soal ide.
Saat ini, ada berapa orang di tim Anda dan bagaimana cara kerjanya?
Tim kami tidak ada yang tetap. Kebanyakan saya ambil secara freelance sesuai kebutuhan. Jadi, latar belakang mereka juga macam-macam, ada wartawan, ada yang background-nya psikologi, mantan public relation.
Yang penting punya kemampuan komunikasi, nanti saya yang tentukan apa jobdesk-nya. Punya kemampuan itu (komunikasi) penting karena pendekatan ke target susah. Soalnya, ada target yang apa-apa tertutup.
Ada tiga tim besar yang bekerja, yaitu tim pemantau media sosial, tim pengintai, dan tim penyusup.
Tim pemantau media sosial bekerja untuk menggali segala informasi target dari media sosial, aplikasi kencan, atau mesin penelusuran internet. Kerjanya main Tinder, Instagram, Facebook, kenalan sama teman-teman target, kasih komentar, dan like di foto. Mereka memantau target beserta pasangan selingkuhnya. Pokoknya mencari info yang kami inginkan lewat media sosial.
Kemudian, tim pengintai kerjanya di lapangan, mengambil bukti foto atau video keseharian target. Biasanya mereka datang pagi-pagi untuk mengikuti target. Hasil dari tim pengintai akan kita tindak lanjuti ke klien. Kita cocokkan kebenarannya, target kerja di mana, pulang kerja jam berapa, ke mana saja.
Terakhir, tim penyusup harus menjalin interaksi nyata dengan target. Bisa berteman atau menyamar untuk menawarkan produk, jadi marketing bank. Pokoknya pendekatan ke target untuk gali informasi nyata, apakah sudah menikah atau punya relasi khusus. Tim penyusup ini kami bagi dua, yang perempuan berinteraksi dengan target yang laki-laki, sementara sebaliknya, tim laki-laki menyusup ke target perempuan.
Saya bagi begitu karena biasanya kalau berhubungan dengan lawan jenis lebih enak, lebih terbuka.
Bagaimana simulasi pengerjaan kasusnya? Apa yang pertama kali Anda lakukan ketika menerima klien?
Jadi, mereka (klien) biasanya tahu jasa kami karena lihat di internet kemudian lanjut menghubungi kami untuk membuat janji bertemu dan menceritakan duduk perkaranya. Setelah itu, kami cari cara pengungkapan kasusnya. Kalau dapat bukti-bukti, kami kasih klien.
Contoh kasusnya?
Pernah ada seorang ibu datang menceritakan soal suaminya yang mengaku impoten. Mereka sudah beberapa tahun tidak berhubungan intim. Tapi, suaminya tidak mau dibawa ke dokter. Dia mau kami buktikan disfungsi suaminya ini benar atau tidak.
Tim kami lalu menghubungi target dengan mengaku dari sebuah perusahaan kopi vitalitas dan kesehatan. Kami kasih handphone seharga Rp1,8 juta asal dia mau bantu jadi responden survei. Memang agak keluar biaya karena kasih hadiah dan bikin properti.
Lalu kami ketemuan untuk survei, kami rekam, foto, dan ada bukti tanda tangan di formulir kuesioner. Kami kasih pertanyaan, sudah menikah belum, kapan terakhir kali berhubungan badan, berapa lama durasinya, suka tipe perempuan yang seperti apa.
Si suami ini mengaku masih melakukan aktivitas seksual beberapa waktu belakangan. Kami, kan, ada foto target, video, serta tanda tangan yang jadi bukti kebohongan target.
Kemudian ada lagi penipuan dalam berelasi. Ini kasusnya unik. Klien pacaran dengan laki-laki sudah bertahun-tahun, tapi tak pernah ketemu. Telepon dan video call saja. Tapi setiap video call, yang laki-laki mematikan kamera.
Mereka mau menikah, tapi perempuannya kemudian ragu. Yang membuat terungkap adalah pencarian gambar di Google. Si laki-laki memakai gambar orang lain di internet. Ternyata pasangannya sudah berumur, duda cerai, tidak seperti yang dibayangkan.
(Cerita tambahan dari pihak klien mengungkap bahwa Jubun sempat menyelidiki nomor ponsel si pria, tapi buntu karena diregistrasi menggunakan nama klien.)
Pekerjaan ini, kan, bergesekan dengan hukum. Apalagi ketika—mungkin—target tidak terima terhadap perlakuan penguntitan yang ia terima. Bagaimana Anda menangani masalah ini?
Kalau target sekadar mengancam, mau tuntut atau mengancam membunuh, kami abaikan saja atau ancam balik. Selagi yang kami kejar tidak bertentangan dengan hukum, ya tidak jadi masalah, baik-baik saja.
Tim juga kami bekali dengan pengetahuan di bidang hukum. Kami kasih info supaya tidak bertentangan hukum, apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak. Kita juga punya kantor hukum. Tahun 2019, kami kerja sama dengan beberapa advokat untuk membuka biro hukum dan investigasi Aman Sentosa.
Sebelum memulai investigasi, kami juga ada perjanjian dengan klien. Misalnya, tidak boleh mengumbar temuan-temuan. Ini sifatnya privat. Temuan hanya boleh diakses dua pihak (detektif dan klien). Klien yang menyebarkan akan bertuntutan hukum. Mereka wajib menjaga kerahasiaan kedua belah pihak dan menjaga identitas kami aman.
Tapi, pernahkah penyelidikan Anda berhenti di tengah jalan?
Pernah. Kami ketahuan karena bocor dari klien. Padahal, kami sudah bilang jangan sampai bocor, jangan menimbulkan kecurigaan sampai semua bukti terungkap. Eh, malah dia ngomongke pasangannya kalau sudah dapat data, dapat info dari kami.
Ada juga klien yang datang ke kami sebenarnya bukan buat ungkap suatu masalah, tapi cuma untuk menakut-nakuti pasangannya. Mereka bilang, “hati-hati saya sudah sewa detektif, jangan macam-macam.”
Hal-hal semacam itu, kan, membuat hubungan para target jadi terhenti. Ini yang bikin penyelidikan kita jadi bonyok.
Anda butuh waktu berapa lama untuk mengungkap satu kasus?
Rata-rata, sih, pengerjaan dua minggu selesai. Tapi, bisa juga sampai dua bulan. Tergantung kasusnya karena penyelidikan begini, kan, mengandalkan momentum.
Kliennya siapa saja?
Macam-macam, ada karyawan swasta, pengusaha, artis juga ada. Kami kadang dapat order dari luar negeri. Pernah waktu itu dari Malaysia, Australia, dan Selandia Baru.
Kalau dapat klien dari luar begitu, bagaimana penyelidikannya?
Kami tidak kirim tim langsung ke sana tapi minta bantuan rekan di sana. Komunitas detektif ini, kan, ada di berbagai negara. Kami saling meminta bantuan. Termasuk kalau ada kasus yang pergi berkencan ke luar negeri, kami akan hubungi (komunitas) yang di sana.
Berapa tarif bayaran yang Anda tarik?
Bervariasi, ada yang Rp8 juta, Rp15 juta, Rp25 juta, sampai Rp200 juta. Tergantung pola-pola kejahatannya seperti apa, kita minta datanya dulu.
Tentu beda kasus dan teknik pengungkapan antara target karyawan toko dan target yang menengah ke atas. Kalau karyawan biasa mungkin peta aktivitasnya berkisar di losmen, makan di kaki lima. Pengerjaannya beda dengan yang kencan ke luar negeri, hotel berbintang, atau menyimpan (selingkuhan) di apartemen privat dan tidak terjangkau.
Lalu apa yang klien lakukan terhadap temuan-temuan yang Anda berikan?
Itu terserah klien. Bukti-bukti seperti temuan bersama perempuan lain di hotel bisa digunakan ke pengadilan (untuk proses gugatan cerai). Tapi, kebanyakan hanya dipakai untuk internal kekeluargaan, misal untuk menunjukkan ke mertua, “ini lho anakmu seperti ini.”
Reaksi target seperti apa? Buktinya ampuh bikin dia mengaku?
Ya namanya ini ... pasti nggak ngaku. Target biasanya tidak mengakui walaupun sudah ada bukti-bukti di depan mata. Biasalah itu.
Editor: Fadrik Aziz Firdausi