Menuju konten utama

KIS dan Kisah Melewati Lebaran di Rumah Sakit

Bagi beberapa orang yang kurang beruntung, momen lebaran untuk berkumpul bersama keluarga besar di rumah harus terabaikan bila salah satu anggota keluarga dirawat di rumah sakit.

KIS dan Kisah Melewati Lebaran di Rumah Sakit
Perawat memeriksa pasien yang baru melahirkan di Puskesmas Kecamatan Menteng, Jakarta, Sabtu (24/6). Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyatakan pelayanan kesehatan tetap dilakukan selama 24 jam saat Idulfitri. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Usai salat Id, Karti (56) langsung bergegas pulang ke rumah. Warga Pasar Minggu ini terburu-buru saat menghabiskan makan paginya. Ia membungkus nasi, opor ayam dan kerupuk dalam rantang untuk anaknya, Mulyanih (42) yang kini sedang terbaring di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Perjalanan dari rumah Karti ke rumah sakit hanya sekitar 10 menit, ia naik motor membonceng cucunya yang sudah berusia 18 tahun. Sampai di parkiran, ia langsung buru-buru naik ke lantai enam RSUD.

“Ayo buruan, kasian emak mu, belum makan,” kata Karti sambil berjalan menenteng rantang. Mulyanih anak pertamanya itu baru saja melahirkan putra keduanya pada Kamis 22 Juni kemarin. Namun karena kelahiran prematur, Mulyanih dan bayinya terpaksa dirawat lebih lama di rumah sakit. Sang bayi yang belum diberi nama itu kini sedang ada di ICU, sementara itu Mulyanih sudah diperbolehkan pulang lebih cepat.

Keluarga Karti pada lebaran kali ini terpaksa merayakan lebaran di rumah sakit. Semula Mulyanih, suami dan anaknya berencana mudik ke Semarang pada Jumat kemarin. Namun, semuanya batal karena Mulyanih melahirkan. Karti sempat bercerita tentang keluarganya yang belakangan ini sering berurusan dengan rumah sakit.

“Bulan Maret kemarin, adiknya Mulyanih, si Agus, amputasi jari kakinya di rumah sakit Fatmawati. Sakit gula, busuk jari kakinya satu,” ujar Karti, sambil membuka rantang berisi nasi dan opor ayam.

Saat Mulyanih dan suaminya menyantap opor, Karti turun ke lobi untuk menanyakan urusan administrasi persalinan Mulyanih. Ruang tunggu bagian administrasi itu sepi, hanya ada lima orang saja yang mengantre. Dua petugas bagian administrasi tampak santai melayani keluarga pasien. Karti duduk menunggu antrean. Tangannya memegang sejumlah dokumen kesehatan dan indentitas anaknya.

“Khawatir ya kalau harus bayar,” katanya gusar.

infografik kartu indonesia sehat

Karti dan keluarganya sudah memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS), termasuk Mulyanih. Dengan kartu tersebut seharusnya orang bisa mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis, tapi ia tidak yakin biaya persalinan sang anak bisa ditanggung dengan kartu jaminan sosial itu.

“Cucu saya kan yang baru lahir juga belum punya, harus diurus dulu. Khawatir kalau harus bayar,” kata Karti cemas.

Namun, setelah setelah bertemu dengan petugas bagian administrasi rumah sakit, ia menjadi lega. “Kalau pakai KIS, sudah ditanggung semua, jadi tidak bayar lagi,” tutur Karti yang baru saja mendapat cucu ketiganya.

Untuk mengurus KIS menurut Karti tidak susah. Semula, saat mengetahui ada program BPJS Kesehatan, ia meminta anak-anaknya mengurusnya. “Bayar pun nggak masalah, kan murah juga,” ujarnya.

Namun saat hendak mendaftar, Karti justru mendapat informasi dari kelurahan bahwa ia dan keluarganya terdaftar sebagai penerima KIS, ia pun merasa gembira.

“Seingat saya dulu cuma bawa KTP dan Kartu Keluarga saja,” ujarnya.

Secara umum untuk mendapatkan KIS ini tidak memerlukan banyak dokumen, cukup dengan Kartu Keluarga, KTP anggota keluarga, Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari RT/RW dan kelurahan setempat serta surat surat pengantar dari Puskesmas. Warga pun tidak perlu memiliki rekening bank karena semua iuran untuk KIS ini sudah ditanggung oleh pemerintah--bagi mereka kategori yang tidak mampu. Karti sudah beberapa kali memanfaatkan KIS untuk berobat.

“Saya juga sering pakai, karena saya itu vertigo, kemarin juga pas puasa berobat pakai KIS juga gratis,” kata Karti.

Anak keduanya, Agus saat menjalani operasi amputasi jari kaki di RS Fatmawati juga tidak mengeluarkan biaya sepeser pun. Bahkan untuk perawatan dan kontrol di Puskesmas juga diperoleh Agus secara gratis.

“Agus itu juga gratis, tapi kan saya belum pernah mengurus orang melahirkan, kalau harus bayar kan repot. Sudah lebaran di rumah sakit, harus mikir biaya lagi,” katanya.

Usai memastikan bahwa semua layanan kesehatan itu diperoleh anak dan cucunya secara gratis, Karti lantas kembali ke lantai enam menemui anaknya. Ia melihat anak dan menantunya sedang makan opor ayam bersama. Ia merasa bersyukur, meski lebaran kali ini dilewatkan di rumah sakit, tapi keluarganya masih bisa berkumpul.

“Nggak masalah lebaran di rumah sakit, biaya sudah ditanggung pemerintah. Orang tua seperti saya kan bahagianya kalau lihat anak cucu sehat saja. Sudah begitu,” katanya.

Baca juga artikel terkait IDUL FITRI atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Suhendra