Menuju konten utama

Ketika Cek Kesehatan Jadi Ruang Bahagia Bagi Dedi Gening

Untuk orang seusianya program layanan medis seperti ini benar-benar sangat dibutuhkan.

Ketika Cek Kesehatan Jadi Ruang Bahagia Bagi Dedi Gening
Dedi Gening. Dok/Natania Londong

tirto.id - Di balik kursi rodanya, Dedi Gening tersenyum ramah. Pria bersurai putih itu duduk tenang di antara deretan lansia yang tengah menunggu giliran pemeriksaan kesehatan. Sinar matanya masih menyala, meski langkahnya kini terhenti oleh kolesterol yang menggerogoti sendi dan melemahkan kakinya.

"Saya kolestrol, kakinya gak bisa lagi buat jalan. Udah sakit, gak kuat berdiri. Sekarang lagi nunggu antrian (buat diperiksa)," ujarnya sambil tersenyum, seolah rasa sakit hanyalah teman lama yang sudah akrab menemaninya.

Kamis (6/11/2025) siang itu, aula Panti Sosial Tresna Werdha Budi terletak di Jakarta Selatan, tampak terasa lebih riuh dari biasanya. Kursi besi dengan bantalan empuk berwarna merah tersusun rapi. Alat tensimeter diletakkan di atas meja panjang. Sementara deretan tenaga medis bersiap menyambut satu per satu penghuni panti.

Kegiatan Cek Kesehatan Gratis (CKG) ini adalah program pemerintah. Pemeriksaan dilakukan meliputi tensi darah, berat badan, hingga cek kolestrol. Pelayanan ini bukan hanya sekadar pemeriksaan untuk mereka, tapi wujud nyata perhatian yang para lansia dapatkan di usia senja.

Sambil menunggu giliran, Dedi menceritakan bagaimana ia merasa senang setiap kali melakukan cek kesehatan. Untuk orang seusianya program layanan medis seperti ini benar-benar sangat dibutuhkan.

"Karena saya sudah tua, cek kesehatan harus rutin. Sudah umur-umur harus jaga kesehatan. Saya rutin cek (kesehatan) dua minggu sekali. Biasanya ada yang datang dari puskesmas atau dokter," katanya sambil menepuk dada.

Program kesehatan yang digelar pemerintah ini menjadi tanda bahwa mereka yang tua masih diperhatikan dengan negara. Meski demikian, terselip harapan kecil agar program ini dilakukan lebih sering.

"Maunya setiap minggu, kalau bisa setiap minggu aja," harapnya sambil sesekali mengusap wajahnya.

Saat ditanya lebih jauh tentang bagaimana kehidupan di dalam panti sosial, mata Dedi berbinar cerah. Senyum tipis muncul di wajahnya yang lesu, seolah ada semangat baru yang membara setiap kali ia menceritakan kesehariannya di sana.

"Saya ikutin semua kegiatan, main angklung, gamelan, bikin keset, semuanya. Di sini enak, saya punya kesibukan setiap hari jadi tidak jenuh," jelasnya sambil tersenyum.

Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi kebahagiaan seperti lahir dari hal-hal sederhana, suara angklung, aroma anyaman keset yang baru selesai dibuat, hingga tawa para lansia. Semua itu membuat hari-hari Dedi terasa penuh warna dan jauh dari kata sepi.

Obrolan mengalir dengan ringan dan asik, Dedi membagikan kebiasaannya saat bangun tidur, sehari makan berapa kali, hingga masa muda yang menjadi sepotong kenangan yang ia rawat hingga tua.

Sebelum berdiam di dalam panti, Dedi adalah musisi. Sepanjang hidupnya dia dedikasikan untuk musik. Menurut pandangannya musik adalah jiwanya yang hingga saat ini tidak bisa dia pisahkan dari hidupnya.

Pria yang besar di Bandung itu mengaku andal dalam memainkan alat musik. Saat tua dan tak berdaya, dia masih ingin mempelajari hal lain, seperti angklung dan gamelan.

"Dulu saya punya band, hidup saya saat muda cuma main musik aja. Main musik terus, saya bisa semua (alat musik)," katanya dengan berbangga diri.

Sebelum pembicaraan berakhir, mantan pemain band itu pun memberikan sedikit wejangan bagi anak muda. Menurutnya, jika ingin melakukan sesuatu yang kita suka, setidaknya kita harus punya bekal terlebih dahulu.

"Kalau suka gitar, minimal kita punya gitarnya dulu. Harus ada bekalnya dulu. Seperti (kalimat ini) 'Angin tidak pernah dapat membawamu sampai ke tujuan apabila kamu hanya sehelai daun kering'," tutupnya sambil tersenyum.

Jika kebanyakan orang berpikir bahwa kehidupan di panti sosial sangat membosankan, Dedi dengan yakin menekankan bahwa hidup di dalam panti adalah sebuah anugerah karena hanya ada ketenangan.

Bagi Dedi, hidup di panti bukan akhir dari perjalanan. Justru di tempat yang tenang ini, ia menemukan kembali makna hidup.

Baca juga artikel terkait CEK KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Natania Longdong

tirto.id - Flash News
Reporter: Natania Longdong
Penulis: Natania Longdong
Editor: Dwi Aditya Putra