tirto.id - Anggota Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon mempermasalahkan terbitnya Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Hari Penegakkan Kedaulatan Negara. Dalam surat tersebut pemerintah menetapkan 1 Maret sebagai Hari Penegakkan Kedaulatan Negara.
Fadli Zon menyebut pemerintah melupakan sejumlah tokoh yang ikut berperan dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Salah satunya adalah ketiadaan nama Soeharto yang saat itu berpangkat Letkol.
"Dalam Surat Keputusan Presiden tidak menyebutkan nama Soeharto padahal perannya sudah banyak dijelaskan dalam berbagai film salah satunya 'Janur Kuning'," katanya dalam kanal YouTube: Fadli Zon Official yang tayang pada Jumat (4/3/2022).
Fadli juga menjelaskan bahwa pemerintah luput menyebutkan sejumlah tokoh Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).
"Saat itu Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta sedang diasingkan dan tidak bisa melakukan kegiatan pemerintahan. Sehingga yang memberikan persetujuan dalam serangan umum tersebut adalah tokoh PDRI," terangnya.
Seperti yang diketahui Surat Keputusan Presiden hanya menyebut nama Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Panglima Besar Jenderal Soedirman, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
"Saat itu Letkol Soeharto memiliki peran menjadi penyambung lidah antara pemerintah dan Jenderal Soedirman yang bergerilya keluar masuk hutan, dan semua itu tercatat secara detail oleh wartawan senior Rosihan Anwar," terangnya.
Oleh karenanya, Fadli Zon meminta agar pemerintah melakukan revisi terhadap surat keputusan tersebut.
"Jangan ada manipulasi atau pembelokan terhadap sejarah. Khususnya pertimbangan karena yang menyetujui bukan Sukarno Hatta karena mereka dalam masa penahanan," jelasnya.
Menanggapi hal itu Menkopolhukam, Mahfud MD, menyebut bahwa ketiadaan nama Soeharto dalam Keppres adalah suatu hal yang tepat, karena ada banyak dan beragam.
"Sejarah itu fakta. Jika faktanya beragam dan diperdebatkan maka yang menentukan kebenaran ilmiahnya adalah sejarawan dan forum ilmiah yang ditulis dalam Naskah Akademik. Sejarawan UGM bilang "tepat" jika nama Soeharto tak masuk Keppres sebab Keppres bukan historiografi," cuitnya dalam Twitter @momahfudmd.
Soal ajakan debat mengenai fakta sejarah bersama Fadli Zon, Mahfud enggan menanggapi dan menyarankan agar langsung beradu argumen dengan sejarawan UGM dan Gubernur DIY.
"Silahkan, langsung ajak sendiri kalau mau debat, Pak. Pak @fadlizon kan bisa hubungi dia, bahkan bisa juga langsung ajak debat ke Gubernur DIY. Tim Naskah Akademik Pemda DIY dan sejarawan UGM itu sudah berdiskusi sejak 2018," balasnya.
Editor: Restu Diantina Putri