Menuju konten utama

Kementerian LHK: Regulasi Tata Kelola Gambut Belum Dipatuhi

Kementerian LHK memberikan asistensi dan tenggat waktu untuk perbaikan.

Kementerian LHK: Regulasi Tata Kelola Gambut Belum Dipatuhi
Ilustrasi. Sejumlah warga berusaha memadamkan api yang membakar area perkebunan milik mereka di Desa Seuneubok Teugoh, Arongan Lam Balek, Kabupaten Aceh Barat, Aceh, Sabtu (22/7). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas.

tirto.id - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan tenggat waktu yang tegas untuk revisi Rencana Kerja Usaha (RKU) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu- Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI). Namun, regulasi tata kelola gambut belum dipatuhi.

Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Minggu (30/7/20170. Ia mengatakan revisi RKU merupakan bagian dari pelaksanaan regulasi tata kelola gambut. Proses revisinya harus tetap mengacu jadwal yang ditargetkan sesuai peraturan perundangan.

“Setelah kami telaah secara cermat dokumen usulan revisi RKU IUPHHK-HTI yang diusulkan 99 unit IUPHHK-HTI, mayoritas usulannya tidak menggambarkan rencana kerja dalam kerangka kebijakan perlindungan gambut,” ujarnya.

KLHK, menurut dia, memberikan asistensi dan tenggat waktu untuk perbaikan. Bahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya juga telah memberi pesan tegas tidak ada kompromi untuk kepatuhan terhadap regulasi tata kelola gambut.

Bambang mencontohkan surat perbaikan telah dikirimkan kepada PT RAPP, yang dalam dokumen usulannya secara nyata merencanakan penanaman kembali pada blok Fungsi Lindung Ekosistem Gambut (FLEG), padahal larangan ini sudah diatur. Larangan tersebut bukannya tanpa solusi, karena Pemerintah memberikan fasilitasi jelas untuk mengatasi penanaman.

"PT RAPP harus menyampaikan perbaikan dokumen revisi RKU IUPHHK-HTI mengacu catatan perbaikan yang diberikan paling lambat tanggal 10 Agustus 2018," ujar Bambang.

Perusahaan tersebut mengajukan usulan revisi RKU atas areal konsesinya seluas kurang lebih 338.536 hektare (ha) yang berada di Kabupaten Siak, Pelalawan, Indragiri Hulu, Kampar, Kuantan Singingi dan Kepulauan Meranti di Provinsi Riau.

Mengenai periode jangka waktu usulan revisi RKU IUPHHK-HTI harus sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam tata kelola gambut, yakni ditetapkan periode tahun 2017- 2026.

"Kenapa 2017-2026? Ini penting, agar kita dapat melihat rencana pemulihan Ekosistem Gambut selama 10 tahun ke depan," ujar Bambang.

Selain PT RAPP, Menteri LHK juga telah mengirimkan surat kepada PT AA. Areal IUPHHK-HTI seluas lebih kurang 296.262 ha ini berlokasi di Kabupaten Siak, Pelalawan, Bengkalis, Rokan Hilir, Kampar, Indragiri Hilir, Kota Dumai, dan Kota Pekanbaru di Provinsi Riau.

Dalam usulannya itu, menurut Bambang, PT. AA tampaknya kurang serius dalam penyusunan rencana kerja dalam kerangka perlindungan Ekosistem Gambut, karena data atau info tidak akurat, dan rencana tidak sistematis.

"KLHK serius memberikan asistensi untuk perbaikan, dengan tenggat waktu yang jelas sesuai peraturan perundangan," ujar Bambang.

Dalam rangka pelaksanaan kebijakan perlindungan Ekosistem Gambut, KLHK melakukan pemantauan dan evaluasi secara reguler, guna mencegah berulangnya terjadi kebakaran hutan dan lahan, terutama kebakaran gambut seperti di 2015 yang telah menghilangkan nyawa dan mengakibatkan kerugian hingga ratusan triliun rupiah.

"Yang tujuan utamanya untuk keselamatan rakyat dari aspek lingkungan. Apalagi sekarang sudah mulai banyak titik api di lapangan," ujar dia.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN HUTAN

tirto.id - Ekonomi
Sumber: antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz