tirto.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia mendorong seluruh pihak untuk menciptakan lingkungan, memperluas kesempatan, serta mendorong aksesibilitas kepemimpinan perempuan dan pemuda. Mereka juga berkomitmen untuk terus mengawal dan memberikan inovasi dalam isu kebencanaan.
Salah satunya adalah mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dalam situasi bencana melalui sub klaster pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dan pemberdayaan perempuan.
Hal tersebut diungkapkan dalam pembukaan 7th GPDRR 2022 dengan tema “From Risk to Resilience: Towards Sustainable Development for All in a COVID-19 Transformed World” (Dari Risiko ke Ketangguhan: Menuju Pembangunan Berkelanjutan untuk Semua di Dunia yang Ditransformasi COVID-19).
Pertemuan internasional ini merumuskan panduan strategis untuk pelaksanaan Kerangka Global Pengurangan Risiko Bencana atau Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030.
Salah satunya terkait partisipasi perempuan dalam mengelola risiko bencana serta langkah penguatan pemberdayaan perempuan dalam kesiapsiagaan dan keberlanjutan pemenuhan kebutuhan setelah bencana.
MenteriPPPA, Bintang Puspayoga menuturkan bahwa KemenPPPA menjadi koordinator penyusunan kertas posisi di thematic session bertajuk “Diversity in Disaster Risk Reduction Leadership” (Keberagaman dalam Kepemimpinan Pengurangan Risiko Bencana).
“Di mana fokus utamanya adalah mengarusutamakan isu gender ke dalam tiap tema,” ujar dia sebagaimana dikutip dari rilis KemenPPPA.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) selama tahun 2020, menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kasus kekerasan baik terhadap perempuan maupun anak. Mulai dari sebelum, hingga sesudah bencana pandemi COVID-19 menyerang di Indonesia.
Pada 1 Januari-28 Februari 2020, terdapat 1.913 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka ini mengalami kenaikkan pada 29 Februari-31 Desember 2020, yaitu menjadi 5.551 kasus. Lalu kasus kekerasan pada anak juga meningkat di masa pandemi COVID-19, semula tercatat ada 2.851 kasus kekerasan terhadap anak sebelum pandemi, lalu meningkat menjadi 7.190 kasus seusai pandemi menyerang, dikutip dari laman resmi KemenPPPA.
Adapun hasil riset World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia yang dilakukan pada tahun 2020, menunjukan bahwa anjuran tetap di rumah dan menjaga jarak secara fisik untuk mencegah penyebaran COVID-19 telah semakin memperbesar risiko perempuan dan anak mengalami kekerasan di rumah.
Masih melansir dari laman resmi KemenPPPA, Koordinator untuk Gender-Based Violence in Emergencies United Nations Population Fund (UNFPA) atau Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ita Fatia Nadia mengungkapkan bahwa hasil temuan dari penilaian cepat kekerasan berbasis gender (KBG) di masa darurat pada November 2018-Januari 2019 di Kota Palu, Kabupaten Sigi, serta Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menunjukkan ada 57 kasus KBG berupa penganiayaan fisik dan seksual termasuk pemerkosaan yang dilaporkan kepada Women Friendly Space (WFS) atau Ruang Ramah Perempuan (RRP) selama periode penilaian cepat KBG ini.
Sebanyak 57 kasus tersebut antara lain yaitu 31 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), 8 perkosaan, 12 pelecehan seksual, 5 eksploitasi seksual serta 1 KBG.
Berkaca dari realita tersebut, The United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNDRR) atau Badan Pengurangan Risiko Bencana PBB mendorong komitmen pemerintah dalam kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam pengurangan risiko kebencanaan.
Dalam kesempatan itu pula, Bintang sempat meninjau pameran teknologi dan solusi kebencanaan.
“KemenPPPA berpartisipasi menampilkan produk-produk UMKM [usaha mikro, kecil, dan menengah] para perempuan penyintas bencana dalam rangka menunjukkan tingginya resiliensi perempuan Indonesia dalam memperjuangkan kehidupannya dan keluarganya,” tandasnya.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri