tirto.id - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyiapkan strategi jangka pendek untuk mengatasi defisit dalam pengelolaan dana jaminan sosial di BPJS Kesehatan.
Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan merancang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang tata cara pemotongan transfer ke daerah untuk pelunasan tunggakan kewajiban pemberi kerja atas pembayaran iuran BPJS kesehatan. Dengan ketentuan baru ini, BPJS Kesehatan diperkirakan mampu menerima dana segar sebesar Rp1,3 triliun.
Untuk skemanya sendiri, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan bahwa uang bakal dikumpulkan dari potongan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) daerah yang masih memiliki utang ke BPJS Kesehatan.
“(Tunggakan Rp1,3 triliun) itu merupakan akumulasi dari 2014, namun tidak semua pemerintah daerah (menunggak),” ungkap Mardiasmo di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta pada Kamis (7/12/2017).
Mardiasmo lantas mengungkapkan bahwa kondisi keuangan BPJS Kesehatan relatif aman sampai akhir tahun ini. Guna menambah pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah menutupnya melalui kewajiban pembayaran iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) pada November dan Desember 2017 yang sebesar Rp4,2 triliun. Selain itu, ada pula bantuan sebesar Rp3,6 triliun yang siap digelontorkan.
“Dengan kami (pemerintah) bayar Rp4,2 triliun dan Rp3,6 triliun, Pak Dirut (Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris) sendiri mengatakan sudah tidak ada masalah cash flow sampai dengan akhir tahun ini,” ucap Mardiasmo.
Lebih lanjut untuk iuran PBI di Januari 2018, Mardiasmo menyatakan bahwa dana sebesar Rp2,1 triliun akan cair lebih awal dari jadwal yang ditentukan setiap bulannya, yakni memungkinkan untuk digelontorkan pada pekan pertama atau kedua.
Sementara itu terkait pengenaan pajak rokok untuk dibayarkan ke BPJS Kesehatan, pemerintah telah berkomitmen untuk merealisasikannya setelah adanya Peraturan Presiden (Perpres) yang terbit. Berdasarkan penghitungan dari Kemenkeu, total dana yang bisa didapat dari pajak rokok tersebut mencapai Rp5,1 triliun.
“Pajak rokok yang kurang lebih Rp5,1 triliun itu akan dibayarkan kepada BPJS Kesehatan agar memberikan jaminan bahwa program JKN yang ada di daerah dibayarkan melalui APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),” kata Mardiasmo.
Dari pengenaan pajak rokok oleh pemerintah yang berada di angka sekurang-kurangnya 10 persen, rencana pemotongan yang dilakukan pemerintah sendiri adalah sebesar 37,5 persennya.
Masih dalam kesempatan yang sama, Mardiasmo menegaskan bahwa masyarakat dan rumah sakit tidak perlu khawatir dengan problem mismatch yang tengah dialami BPJS Kesehatan ini.
“Rumah sakit bekerja sesuai dengan azasnya, yaitu memberikan pelayanan. Masalah finansial, serahkan kepada Kementerian Keuangan dengan BPJS Kesehatan,” ucap Mardiasmo.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Addi M Idhom