Menuju konten utama

Kemenkes Pastikan Cukai Minuman Berpemanis Disahkan Tahun Ini

Peraturan cukai minuman berpemanis dalam kemasan masih disosialisasikan dan dikoordinasikan dengan Kemenkeu guna menentukan besaran cukainya.

Kemenkes Pastikan Cukai Minuman Berpemanis Disahkan Tahun Ini
Ilustrasi Minuman Manis. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI memastikan peraturan terkait cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) akan disahkan pada tahun ini.

"[Aturan cukai MBDK] sudah sampai tahap final, tinggal sosialisasi, tinggal nanti kemudian diterapkan," kata Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI Dante Saksono Harbuwono saat ditemui di Jakarta, Senin (29/1/2024) dilansir dari Antara.

Dante menjelaskan peraturan tersebut saat ini tengah disosialisasikan dan dikoordinasikan bersama pemangku kepentingan terkait. Salah satunya bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) guna menentukan besaran cukai yang akan diterapkan.

"Ini kami akan eksekusi sesegera mungkin, nggak ada kendala sebenarnya, disahkan tahun ini, sudah diserahkan. Segera disahkan kalau sudah ditandatangani, karena kajian akademisnya sudah kami buat," jelasnya.

Adapun terkait jenis minuman yang dikenakan cukai, ia menjelaskan hal tersebut akan dibeda-bedakan sesuai dengan kategori, cara pengolahan, juga kandungan gula yang ada.

"Makanan itu bukan hanya terkait kadar gulanya saja, tapi berapa tinggi indeks glisemiknya, bagaimana cara pengolahannya, yang minuman dan makanan berbeda, itu nanti akan kami tentukan," ujarnya.

Dante mengemukakan kebijakan cukai pada MBDK harus diterapkan, karena saat ini minuman jenis tersebut menjadi salah satu faktor risiko dari banyaknya penyakit tidak menular yang terjadi di masyarakat, seperti diabetes.

"Kalau angka Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) dalam sepuluh tahun sebelumnya, itu angka diabetes naik dua kali lipat dari sepuluh persen," ucapnya.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kemenkes, sebanyak 28,7 persen masyarakat Indonesia memiliki pola konsumsi gula garam dan lemak yang melebihi batas.

Angka tersebut diikuti dengan adanya 95,5 persen masyarakat Indonesia kurang mengonsumsi buah dan sayur, serta 35,5 persen masyarakat yang kurang melakukan aktivitas fisik.

"Kalau makanan itu tidak dilakukan evaluasi dengan baik, salah satunya dengan penerapan cukai yang lebih tinggi, maka masyarakat Indonesia akan menghadapi masalah di masa depan yang akan lebih tinggi dalam hal kematian," tutur Dante.

Diketahui, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130/2022 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2023, Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan Kementerian Keuangan untuk menerapkan cukai dari produk plastik dan MBDK mulai 2023, namun terus mengalami penundaan.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, pada Juli 2023 lalu mengatakan dalam mengimplementasikan kebijakan ini memang memerlukan berbagai pertimbangan matang.

Pertama di Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menerangkan bahwa pembahasan itu melalui kerangka rancangan undang-undang APBN.

"Dan ini tentunya kita sudah mulai dalam penyusunan APBN 2024 dalam KEM PPKF sudah kita masukkan kebijakan ini dan sudah mulai kita bahas dengan DPR," jelasnya.

Kedua, lanjut dia kenapa belum dilakukan tahun ini karena pemerintah mempertimbangkan bagaimana tahap pemulihan ekonomi. Baik dari domestik maupun global.

"Ini tentunya menjadi konsen kita juga," imbuhnya.

Ketiga, untuk melaksanakan kebijakan ini tentunya harus menyiapkan regulasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). PP ini menjadi salah satu langkah yang harus dipersiapkan secara komprehensif.

"Sehingga implementasi dari pada ekspansi cukai itu betul-betul kita bisa jalani dengan baik dan sesuai dengan ketentuan perundangan," ujarnya.

Baca juga artikel terkait CUKAI MINUMAN MANIS

tirto.id - Kesehatan
Sumber: Antara
Editor: Bayu Septianto