tirto.id - Hasil rekapitulasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Daerah Khusus Jakarta 2024, dimenangkan oleh pasangan calon gubernur-wakil gubernur nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno (Doel). Pasangan yang diusung oleh PDIP, Partai Hanura, dan Partai Ummat ini berhasil mendapatkan perolehan 2.183.239 suara setara 50,06 persen.
Pramono-Rano unggul di seluruh wilayah Daerah Khusus Jakarta: meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Kabupaten Kepulauan Seribu.
Sementara pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono, mendapatkan suara terbanyak kedua dengan perolehan 1.718.160 suara atau 39,40 persen. Adapun paslon independen nomor urut 2, Dharma Pongrekun-Kun Wardhana, mendapatkan suara sebanyak 459.230 atau 10,53 persen.
Keberhasilan pasangan Pramono-Doel dalam Pilkada Jakarta 2024, dinilai bukan sekadar menjadi kemenangan biasa. Keberhasilan pasangan ini, dianggap sebagai bukti bahwa masyarakat semakin melek politik, tidak hanya menjadi pemilih pasif, tetapi juga semakin kritis.
“Jika dibaca dari pemilih Jakarta, tentu Jakarta lebih kritis karena melek informasi dan secara pendidikan jauh lebih bagus ketimbang daerah lain,” ujar Direktur IndoStrategi Research and Consulting, Arif Nurul Iman, kepada Tirto, Rabu (11/12/2024).
Kemenangan ini juga, kata Arif, dapat dilihat sebagai bentuk perlawanan terhadap koalisi elite politik yang kerap kali mengesampingkan aspirasi rakyat demi kepentingan tertentu. Terlebih dalam beberapa tahun terakhir, banyak pihak menilai bahwa politik Indonesia dikuasai oleh segelintir tokoh yang saling berkoalisi untuk memperoleh kekuasaan tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat.
Koalisi Besar Bukan Jaminan Menang
Dalam Pilkada Jakarta, diketahui Ridwan Kamil dan Suswono mendapatkan sokongan dari koalisi besar. Beberapa partai ikut mendukung pasangan ini di antaranya PKS, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB, PSI, Partai Demokrat, PAN, Partai Garuda, Partai Gelora, Perindo, PPP, PBB, Partai Prima dan PKN.
Selain disokong koalisi gemuk, pasangan ini juga dapat dukungan penuh dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), serta Presiden Prabowo Subianto. Sayangnya, dukungan tersebut tak membawa pengaruh besar dalam pilkada kali ini.
Sementara itu, Analis Sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, mengatakan, kekalahan paslon yang didukung koalisi jumbo dalam kasus Pilkada Jakarta, juga terjadi di banyak pilkada daerah lain. Ini menjadi bukti bahwa kemenangan di pilkada memang tidak ditentukan oleh banyaknya partai yang mengusung.
“Ini melainkan oleh kematangan tim pemenangan yang dibentuk,” kata dia.
Akan tetapi, kata Musfi, kalau bicara politik simbol, maka kemenangan Pramono-Rano memang dapat dibaca sebagai kemenangan terhadap koalisi elite. Paslon yang tidak diunggulkan secara mengejutkan mengalahkan paslon yang begitu populer dan didukung elite kekuasaan.
Sebab Lain Kemenangan Pramono-Rano
Di sisi lain, Adi Prayitno melihat, ada beberapa faktor penyebab kemenangan Pramono-Doel di Pilkada Jakarta 2024. Salah satunya karena agresivitas mesin kampanye Pramono-Doel lebih baik dari RK-Suswono.
Setidaknya, ada 87,3 persen pemilih yang pernah melihat alat peraga kampanye Pramono-Rano. Sementara hanya 80,5 persen pemilih pernah melihat alat peraga kampanye RK-Suswono.
Sebaran alat peraga kampanye Pramono-Doel terdiri dari melihat spanduk/baliho/reklame 89,3 persen, media sosial 67,3 persen, media online 44,7 persen, kegiatan calon/timses 36,3 persen, dan pembagian bingkisan/souvenir 36,7 persen.
Faktor lainnya, kata Adi, berdasarkan hasil survei 13-17 November, sebelum pelaksanaan pilkada sudah mulai terjadi pergeseran pendukung Anies Baswedan akibat sinyal kuat pertemuan Anies dengan Pramono-Rano pada 15 November. Pada survei 21-25 Oktober pemilih Anies masih lebih banyak memilih RK-Suswono, tapi pada 13-17 November kondisinya berbalik di mana pendukung Anies sudah lebih banyak memilih pasangan Pramono-Rano. https://tirto.id/seberapa-besar-efek-anies-ahok-pada-kemenangan-pramono-rano-g6hA
“Konsolidasi suara pemilih Anies ini semakin kuat menjelang pemilihan, sehingga saat Quick Count gap suara antara Pramono-Rano dengan RK-Suswono menebal hingga 11 persen dari 5,6 persen saat survei 13-17 November,” ujar Adi.
Di samping itu, popularitas Suswono yang masih rendah juga memicu keengganan untuk memilih pasangan RK-Suswono. Data barrier elektabilitas RK-Suswono juga menunjukkan adanya ketidaksukaan yang terakumulasi dan dianggap sebagai penghinaan terhadap Nabi terkait dengan pernyataan Suswono pada 26 Oktober 2024 tentang kartu janda.
Diketahui, saat itu Suswono sempat menyampaikan program kesejahteraan sosial yang diusung oleh paslon RIDO akan menyentuh semua kalangan, termasuk para janda yang miskin. Lalu direspons, bagaimana dengan janda kaya. Suswono pun menyebut agar janda kaya menikahi pemuda menganggur. Ia lalu mencontohkan kisah Nabi Muhammad yang menikah dengan Siti Khadijah.
Sependapat dengan Adi, Musfi Romdoni melihat, ada beberapa momen dan faktor penting yang membuat Pramono-Rano dapat menang di Pilkada Jakarta. Pertama, elektabilitas RK-Suswono terus mengalami penurunan akibat berbagai blunder seperti pernyataan janda, ataupun program yang dinilai hanya jual jargon seperti mobil curhat.
“Ada pula resistensi dari The Jak karena RK merupakan seorang bobotoh,” ujar Musfi kepada Tirto, Rabu (11/12/2024).
Kedua, kata Musfi, koalisi besar pendukung RK-Suswono justru tidak berjalan. Hanya PKS dan Golkar yang terlihat berusaha keras untuk memenangkan pertarungan. Terlebih lagi, seluruh ketum parpol koalisi absen di kampanye akbar RK-Suswono. Itu semakin memperkuat dugaan kalau koalisi tidak serius untuk menang di Pilgub Jakarta.
Faktor ketiga, dukungan Anies Baswedan terbukti mendongkrak elektabilitas Pramono-Rano. Basis pendukung Anies di Jakarta kemudian berbondong mendukung Pramono-Rano. “Ada pula faktor Rano yang sudah sangat dikenal sebagai si Doel,” kata Musfi.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz