Menuju konten utama

Kekecewaan Keluarga soal Pengungkapan 7 Mayat di Kali Bekasi

Maulana mengaku dapat informasi bahwa anaknya, berinisial VS, telah dilakukan proses otopsi tanpa persetujuannya.

Kekecewaan Keluarga soal Pengungkapan 7 Mayat di Kali Bekasi
Maulana (kiri) dan Melinda (kanan), yang diduga merupakan satu orang tua dari tujuh jenazah yang ditemukan di Kali Bekasi, Kota Bekasi saat meminta melihat jenazah untuk memastikan keberadaan anaknya, di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (25/9/2024). (Tirto.id/Auliya Umayna)

tirto.id - Keluarga yang diduga merupakan salah satu orang tua dari tujuh jasad yang ditemukan di Kali Bekasi, Kota Bekasi, kembali datang ke Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (25/9/2024). Mereka adalah suami istri, yaitu Maulana dan Melinda.

Maulana dan istrinya, kembali meminta agar diizinkan untuk melihat jenazah. Mereka mengatakan, khawatir dengan tubuh anaknya yang telah diidentifikasi selama 3 hari tersebut.

Maulana mengaku, telah mendapatkan informasi bahwa anaknya, yang berinisial VS, telah dilakukan proses otopsi tanpa persetujuannya.

“Saya ini ingin banget anak saya dikebumikan karena sudah lama gitu, kan. Apalagi katanya sudah diotopsi, sedangkan diotopsi tidak ada persetujuan dari orang tua,” kata Maulana kepada wartawan, di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (25/9/2024).

Ini merupakan kedatangan kedua kali Maulana dan Melinda ke RS Polri. Sebelumnya, dia telah melakukan tes DNA di RS Polri Kramat Jati. Pada kedatangan pertamanya tersebut, mereka juga telah meminta melihat jenazah untuk mencari anaknya, tapi tidak diizinkan.

Dia cerita, awalnya VS izin pergi ke rumah neneknya, pada Jumat (20/9/2024). Kemudian dia mengetahui anaknya nongkrong bersama teman-temannya, untuk merayakan ulang tahun, di sebuah warung kosong dekat pabrik semen sekitar Kali Bekasi.

“Menurut kesaksian warga, tiba-tiba datang Tim Presisi, karena mereka panik mungkin, berlarian, ada yang menyeburkan diri, lari ke kebun, mencar-mencar lah,” kata dia.

Maulana mengatakan, menurut kesaksian warga setempat, Tim Patroli Printis Presisi, yang membubarkan segerombolan remaja tersebut, terdengar menembakkan senjata api, dan membawa anjing pelacak.

Maulana juga menyebut, warga setempat mengatakan, Tim Presisi membiarkan sejumlah remaja yang meloncat ke Kali Bekasi. Dia menduga, salah satu remaja tersebut merupakan anaknya.

Selain itu, dia juga bercerita bahwa anaknya telah dikabarkan ditangkap oleh tim kepolisian, namun saat dia mencari anaknya ke Polsek Kemang, hasilnya nihil.

Karena tak menemukan anaknya, dia diarahkan untuk datang ke RS Polri Kramat Jati, untuk memastikan keadaan putra sulungnya tersebut.

Saat di RS Polri, kata Maulana, dia diminta untuk menyerahkan rapor sekolah, ijazah, dan dokumen lainnya, serta diminta untuk tes DNA.

Usai melakukan tes, Maulana dan Melinda diminta untuk menunggu selama 7 hari. Karena merasa waktu tersebut terlalu lama, mereka meminta untuk melihat tubuh jenazah untuk memastikan keberadaan anaknya, namun ditolak.

“Saya cuma ingin memastikan itu anak saya atau bukan," ucap Melinda.

Merasa ada yang janggal, Melinda geram. Sebab, hingga saat ini belum ada kejelasan dari pihak kepolisian.

“Saya dikasih tahu temannya, katanya ditangkap, tapi kok tiba-tiba anak saya meninggal,” ujar Menlinda di samping Maulana.

Dia mengaku, mendapat cerita dari teman anaknya yang kabur bersama saat dikejar tim kepolisian. Kata Melinda, teman anak laki-lakinya yang berumur 15 tahun itu, melihat VS ditangkap dan dibawa oleh polisi.

Melinda mengatakan, dirinya merasa ada yang tidak beres dengan penanganan kasus dan proses identifikasi oleh pihak kepolisian ini.

“Kami enggak boleh lihat jenazahnya, ada apakah ini? Ada kejanggalan apa? Saya tidak bisa melihat jenazah," tutur Melinda.

Kecurigaannya bertambah saat dia mengetahui, soal dua dari tujuh jenazah yang telah teridentifikasi dan dipulangkan kepada pihak keluarganya harus dikebumikan tanpa membuka peti dan didampingi oleh pihak kepolisian.

“Itu yang sudah dimakamin juga petinya tidak boleh dibuka, terus ditemenin polisi," ujarnya.

Penjelaskan Polisi

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary, mengatakan, tidak diizinkannya keluarga korban untuk melihat jenazah karena dikhawatirkan adanya bias dalam proses identifikasi.

“Ini merupakan SOP karena juga nanti dikhawatirkan akan jadi bias karena dengan waktu pembentukan mayat yang sudah lebih dari 24 jam itu sulit untuk dikenali,” kata Ade kepada wartawan, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (25/9/2024).

Ade juga mengatakan, pihaknya meminta kepada keluarga yang merasa kehilangan anaknya, untuk datang membawa data yang bisa membantu proses identifikasi.

“Jadi mohon dengan hormat datanglah dengan membawa data-data primer dan sekunder nanti setelah dilakukan pemeriksaan antemortem, rekonsiliasi dicocokkan, baru dapat disimpulkan jenazah ini atas nama siapa," ujarnya.

Sebelumnya, Rumah Sakit Polri telah menyerahkan dua dari tujuh jenazah yang ditemukan di Kali Bekasi pada Minggu (22/9/2024), kepada pihak keluarga untuk dikebumikan, pada Selasa (24/9/2024).

Meski telah memulangkan dua jenazah, Kepala RS Polri Kramat Jati, Brigjen Pol Prima Heru Yulihartono, mengatakan, pihaknya belum bisa menyatakan penyebab kematian dari ketujuh jenazah tersebut.

RS Polri, kata Prima, masih melakukan proses identifikasi untuk mengetahui identitas dari lima jenazah yang tersisa dan penyebab kematian seluruh jenazah tersebut.

Baca juga artikel terkait PENEMUAN MAYAT atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Abdul Aziz