Menuju konten utama

Kejanggalan Tuduhan Bank Jateng ke Nasabah Soal Raibnya Rp5,4 M

Menurut Ahli Digital Forensik, tidak mungkin saldo rekening penerima bertambah tanpa saldo rekening pengirim tak berkurang. Kasus ini perlu dibuktikan secara forensik.

Kejanggalan Tuduhan Bank Jateng ke Nasabah Soal Raibnya Rp5,4 M
Ilustrasi ATM. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Bank Daerah Pembangunan (BPD) Jawa Tengah resmi melaporkan nasabah berinisial MR dan NS yang diduga membobol uang bank milik Pemprov Jateng senilai Rp5,4 miliar ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah pekan lalu, Jumat (29/3/2019). Dugaan pembobolan mencuat setelah sehari sebelumnya Bank Jateng merilis ke publik kronologi kasus tersebut.

Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank Jateng, Ony Suharsono mengatakan dugaan pembobolan berawal dari kerusakan mesin ATM Bank Jateng pada 2018.

Saat itu, ada 4 mesin ATM yang bermasalah, dari total seluruh mesin ATM yang dimiliki Bank Jateng sebanyak 900 unit. Lokasi mesin ATM yang rusak berada di Kabupaten Pati, asal dua nasabah yang juga merupakan pasangan suami istri.

Ony menduga, nasabah ini membobol uang bank dengan modus mentransfer uang ke rekening Bank Jateng miliknya dari kartu ATM Bank Centra Asia (BCA) pada saat mesin ATM Bank Jateng bermasalah.

“Nasabah berinisial MR diduga telah mentransfer 271 kali dengan kartu ATM BCA miliknya ke rekening Bank Jatengnya dengan nominal mencapai Rp5,4 miliar periode Mei-Oktober 2018,” kata Ony dikutip dari Antara.

Bank Jateng perlu waktu untuk membujuk nasabah mengembalikan dana sekaligus membuktikan uang tersebut miliknya. Ony mengklaim, telah mengamankan Rp3,8 miliar dari Rp5,4 miliar yang ada di dalam rekening nasabah tersebut.

Sisanya Rp1,6 miliar diduga sudah ditarik dan digunakan nasabah. Selama proses persuasi, Bank Jateng berhasil membuat nasabah membayar Rp1 miliar. Saat ini tersisa Rp600 juta yang diduga dikuasai nasabah.

Dalih Sistem Bermasalah

Bank Jateng berdalih terjadi permasalahan sistem. Semula terjadi kekeliruan perintah dalam transfer. Namun, uang nasabah dari kartu BCA tak terkurangi, sedangkan saldo di rekening Bank Jateng bertambah.

Menurut Ahli Digital Forensik, Solichul Huda, alasan tersebut tak masuk akal sebagai dalih pembobolan, karena tidak mungkin saldo rekening pengirim tak berkurang, sedangkan rekening penerima bertambah.

“Berdasar pengalaman saya bekerja dan meneliti sistem IT perbankan, tidak mungkin saldo rekening penerima bertambah tanpa saldo rekening pengirim tak berkurang. Ini perlu pembuktian forensik, apakah benar data di Bank Jateng masih asli atau sudah diubah,” kata Huda kepada Tirto, Selasa (2/4/2019).

Huda yang juga Direktur Indonesia Efraud Watch (IEW) mengatakan, ada model kegagalan pemidahbukuan lain berupa transfer dari rekening pengirim berkurang, sedangkan rekening penerima tak bertambah. Untuk membuktikan terjadi pembobolan, kata dia, tidak cukup dengan menggunakan dalih kesalahan sistem saat transfer.

Audit forensik, lanjut Huda, akan menjelaskan kondisi sebenarnya kegagalan transfer. Bukti audit ini juga bisa jadi dasar penyelidikan polisi. Tanpa audit ini, ujar dia, tak akan diketahui siapa yang bersalah dalam kegagalan transfer ini.

Kuasa Hukum Bank Jateng, Dani Sriyanto menampik tudingan Huda. Menurut dia, pembuktian dugaan pembobolan ini sederhana yakni nasabah sudah mengakui dan menguasai hasil kekeliruan transfer, sehingga delik aduan pidana sudah terpenuhi.

Nasabah, kata Dani, juga tak bisa membuktikan uang tersebut sebagai miliknya. Menurut Dani, dana Rp5,4 miliar bukan haknya dengan bukti ada pengembalian dari nasabah.

“Jadi pendapat pakar [meminta audit forensik] lebih cocok terhadap delik UU ITE, bukan ketentuan pembuktian unsur-unsur delik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 UU Transfer Dana,” ujar Dani saat dikonfirmasi Tirto.

Dani juga menampik pelaporan ke polisi sebagai upaya lapor balik, karena nasabah menempuh gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang agar dana yang diklaim Bank Jateng kembali ke nasabah. Ia mengatakan, Bank Jateng tidak bisa gegabah dalam melakukan gugatan hukum terhadap nasabahnya.

“Bank Jateng setelah menemukan transaksi [dugaan pembobolan] kan harus melakukan verifikasi dan identifikasi. Jadi proses itu butuh waktu dan kecermatan, karena ini menyangkut transaksi transfer dana yang melibatkan 2 bank, yaitu Bank Jateng dan BCA,” ujar dia.

Tak hanya itu, tambah Dani, Bank Jateng juga sudah menggugat balik secara perdata dengan merujuk Pasal 1365 dan 1360 KUH Perdata. Pasal ini terkait proses perdata yang berjalan di PN Semarang oleh penggugat tidak menggugurkan dan menangguhkan upaya pidana.

“Bank Jateng sudah melakukan gugatan rekonvensi atau gugatan balik atas gugatan yang telah mereka ajukan [di PN Semarang],” ucap Dani.

Hingga berita ini dirilis, Arwani, pengacara nasabah MR dan NS belum mengkonfirmasi permintaan wawancara Tirto terkait dengan pelaporan dan gugatan perdata di PN Semarang. Arwani tak menjawab saat dihubungi melalui WhatsApp dan telepon.

Baca juga artikel terkait PEMBOBOLAN BANK atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Penulis: Zakki Amali
Editor: Gilang Ramadhan