tirto.id - Kebakaran hutan di Indonesia hingga saat ini masih terus terjadi dan lajunya seolah-olah tidak dapat dihentikan akibat kompleksnya permasalahan yang ada di dalamnya. Namun, studi terbaru oleh sejumlah peneliti di Harvard University dan Columbia University nyatanya menunjukkan fakta mengerikan akibat kebakaran itu yakni 100 ribu orang dapat mengalami kematian prematur.
Penelitian yang akan dipublikasikan dalam jurnal Environmental Research Letters tersebut menemukan bahwa akibat kabut asap tebal yang timbul akibat kebakaran hutan itu sepanjang tahun kemarin saja berpotensi menyebabkan lebih dari 100,000 kematian prematur, demikian seperti dikutip dari The Associated Press.
Sebagai catatan, kematian prematur adalah kematian yang terjadi sebelum seseorang mencapai usia yang diharapkan, misalnya usia 75. Banyak dari kematian ini dianggap dapat dicegah.
Studi ini menemukan ada kemungkinan statistik yang tinggi bahwa kematian prematur akibat kebakaran hutan tersebut berkisar antara 26.300 dan 174.300 kematian. Estimasi utama 100.300 kematian kemudian diperoleh dari rata-rata dua angka tersebut, di mana jika dielaborasi lebih lanjut 91.600 kematian diprediksikan terjadi di Indonesia, 6.500 lainnya di Malaysia dan 2.200 di Singapura.
Jumlah kematian tersebut merupakan perhitungan yang berasal dari analisis kompleks yang belum divalidasi oleh analisis dari data resmi pada kematian yang dimiliki oleh masing-masing pemerintah.
Studi tersebut juga hanya mempertimbangkan dampak kesehatan pada orang dewasa dan terbatas pada efek partikel halus, sering disebut sebagai PM2.5, yang mengancam kesehatan, bukan semua racun yang mungkin terkandung dalam asap dari pembakaran lahan gambut dan hutan yang terjadi.
Hasil penelitian tersebut mendapat pujian dari para peneliti lainnya, serta profesi medis dari Indonesia, sebagai suatu kemajuan dalam mengukur dugaan efek serius dari kebakaran hutan terhadap kesehatan masyarakat. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, sebagian besar kebakaran tersebut terjadi sebagai bagian dari upaya untuk membersihkan lahan untuk pertanian.
Perkiraan kematian prematur yang terkait dengan penyakit pernapasan di Indonesia akibat kebakaran hutan secara resmi memang berjumlah 19 kasus, termasuk kematian akibat penyakit dan kematian petugas pemadam kebakaran. Akan tetapi, skala kemungkinan konsekuensi kesehatan yang lebih serius ditunjukkan oleh pernyataan dari lembaga manajemen bencana Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada bulan Oktober lalu, yang mengatakan lebih dari 43 juta orang Indonesia yang terkena asap dari kebakaran dan setengah juta menderita infeksi saluran pernapasan akut.
Sebagai catatan, kebakaran hutan yang terjadi dari bulan Juli hingga Oktober tahun lalu di Indonesia, tepatnya di Sumatera bagian selatan dan Kalimantan, merupakan kebakaran yang terburuk sejak tahun 1997. Kondisi tersebut masih diperburuk oleh badai El Nino yang menyebabkan kondisi cuaca semakin kering. Sekitar 261.000 hektar lahan terbakar. Beberapa kebakaran terjadi secara tidak sengaja, namun banyak yang terjadi karena dengan sengaja dilakukan oleh perusahaan dan warga desa untuk membersihkan lahan untuk perkebunan dan pertanian.
"Polusi udara, terutama yang disebabkan oleh partikel halus atmosfer [PM2.5], memiliki implikasi serius bagi kesehatan manusia," tegas Rajasekhar Bala, seorang ahli teknik lingkungan di National University of Singapore kepada The Associated Press.
Sementara itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Kalimantan Barat mengatakan, Indonesia saat ini menghadapi masalah penurunan kesehatan pada generasi mendatang secara menyeluruh dengan konsekuensi sosial dan ekonomi jika situasi ini tidak segera ditangani.
"Kami merupakan para dokter yang peduli pada kelompok rentan yang terpapar asap beracun," kata Nursyam Ibrahim, Wakil Ketua IDI Kalimantan Barat. "Dan Kami tahu bagaimana mengerikannya hal itu ketika melihat gejala penyakit dialami oleh bayi dan anak-anak yang berada dalam perawatan kami."
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara