Menuju konten utama

Keajaiban-Keajaiban di Kereta Komuter

Di London, beberapa perilaku tak menyenangkan penumpang komuter didaftar. Mirip dengan para komuter di Jakarta.

Keajaiban-Keajaiban di Kereta Komuter
Penumpang menaiki KRL tujuan Tanah Abang yang tergenang air di Jakarta, Senin (29/8). Kondisi gerbong Kereta Rel Listrik yang tergenang air tersebut mengganggu kenyamanan penumpang. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/pd/16

tirto.id - Saya pertama kali naik KRL ekonomi pada 2011. Kawan saya Andrey Gromico yang mengajak. Ia sudah dua tahun tinggal di Jakarta. Rencananya malam itu kami akan menginap di rumah seorang kawan yang terletak di Bojong Gede, Jawa Barat. Kami berangkat dari Stasiun Manggarai.

Sedari awal, Gromico sudah menakut-nakuti saya: "Dijaga dompetnya, banyak copet."

Suasana riuh langsung menyambut saat sampai di stasiun kereta. Suasana riuh. Banyak orang antri masuk kereta. Padahal sudah jam 9 malam. Gromico memberi sedikit arahan tentang KRL yang akan kami naiki. Pertama, sonder pintu. Jadi hati-hati, jangan berdiri dekat pintu.

"Kenapa memang? Bukannya lebih enak berdiri dekat pintu, adem kena angin," tanya saya.

"Nanti kamu didorong orang iseng."

Arahan kedua: jangan naik di atap, sepenasaran apapun. Mati kesetrum itu gak enak, ujar Gromico. Saya memang ingin sekali menyaksikan langsung para penumpang yang gagah berani duduk di atap. Sayang, waktu itu sudah malam. Tak ada lagi yang duduk di atap.

Sepulang dari Bojong Gede, kami berencana balik ke Jember. Tetap naik KRL dulu ke stasiun tujuan sebelum disambung kereta ekonomi jarak jauh. Di kesempatan itu, saya melihat kebenaran falsafah homo homini lupus. Penumpang KRL ekonomi adalah serigala bagi penumpang lain.

Saat kami berhenti di stasiun tujuan, kami tak bisa keluar. Suasana dalam kereta sesak. Sedangkan penumpang di luar memaksa untuk masuk, nyaris tak memberi kesempatan penumpang keluar. Kami terjepit. Saya berhasil memaksa keluar. Gromico, yang berbadan kerempeng, tampak lebih kesusahan. Ketika kaki kanannya sudah menapak di luar, pintu menutup. Ia terjepit. Kaki kirinya harus ditarik paksa. Lolos. Ia mengamuk sembari menujuk ke dalam, ke arah para penumpang yang memaksa masuk barusan.

"Dasar manusia-manusia tak beradab!" makinya. Yang dimaki lempang saja, berlalu bersama kereta.

Berdiri di Pinggir Seperti Sambal

Tingkah laku menyebalkan para penumpang kereta komuter ternyata tidak khas orang Jakarta saja. Di London pun demikian. Hal itu digambarkan survei YouGov, sebuah perusahaan riset pasar yang bermarkas di Inggris.

Baru-baru ini mereka mengeluarkan survei tentang hal-hal menyebalkan yang dilakukan oleh penumpang komuter. Sama seperti di Jakarta, banyak warga London mengandalkan kereta untuk transportasi. Bedanya, sejarah kereta mereka lebih panjang. Kereta kebanggan mereka, The London Underground, sudah beroperasi sejak 1863. Jumlah penumpangnya pun lebih banyak ketimbang di Jakarta. Tiap hari, mereka mengangkut sekitar 5 juta penumpang.

Dengan jumlah penumpang sebanyak itu, aturan tegas tentu wajib dijalankan kalau tak mau mengundang kericuhan. Selain peraturan tertulis --kursi untuk difabel, perempuan hamil, atau orang tua; tak boleh makan dan minum di dalam kereta, dan sebagainya-- banyak pula aturan tak tertulis yang berkembang menjadi kebajikan umum para komuter.

Tapi lagi-lagi, manusia memang tak selalu lurus. Peraturan bi(a)sa dilanggar. Dan tentu saja, pelanggaran itu membuat sebal penumpang. Ada yang menegur, ada yang menggerutu dalam hati. Hasil survei dari YouGov membantu memahami apa isi hati para komuter itu.

Dari semua tingkah laku menyebalkan para penumpang, musuh nomor satu adalah: mereka yang ingin masuk tak memberi jalan bagi penumpang yang keluar. Yang menganggapnya sangat menggangu ada 61 persen responden, dan yang menganggapnya cukup mengganggu ada 29 persen. Alias 90 persen responden menganggap penumpang seperti itu menyebalkan.

Ada 20 daftar perbuatan menyebalkan yang dibuat YouGov. Beberapa bisa dibilang umum dan sering terjadi. Misalkan mendorong penumpang lain ketika ingin masuk kereta, atau membawa barang bawaan terlalu banyak. Namun ada pula tingkah laku ajaib yang kemudian dianggap menyebalkan. Misal: menatapmu. Iya, 59 persen responden menganggapnya menyebalkan.

Penulis Jonny Ensall dari The Time Out London pernah menulis 20 etika untuk menjadi komuter yang baik di London. Beberapa peraturannya normatif dan sudah jadi pengetahuan umum. Tapi beberapa lain memang terkesan lucu tapi penting.

Contoh: jika sedang di eskalator stasiun, pilihlah posisi yang menentukan keinginanmu. Jika ingin berdiri, berdiri di pinggir kanan. Kalau sedang buru-buru dan ingin berjalan di eskalator, pilihlah sisi kiri. Peraturan nomor 6 adalah jangan membuat kontak mata. Jika terlalu sering, kontak mata dianggap menyinggung. Contoh lain: jangan mengajak bicara orang lain.

"Memang terdengar kesepian sih. Tapi para komuter itu memang butuh waktu tidur, mereka tidak seharusnya dibangunkan. Jika ada perempuan yang menatap lantai, bukan berarti dia sedang mengalami krisis eksistensial. Melainkan membayangkan dirinya ada di tempat jauh, pantai di Tahiti, atau resor di Alpen," tulis Ensall.

Keajaiban Perilaku di Komuter

Tingkah laku ajaib para komuter memang menarik untuk dikisahkan. Itu yang dilakukan oleh Rivanlee, seorang pekerja di Jakarta. Sejak 1,5 tahun lalu ia rutin mendokumentasikan kelakuan para komuter. Bagi Rivan, kelakuan para komuter ini unik. Ia tak menemukannya di moda transportasi lain.

"Di kereta itu banyak sekali, ada kelompok-kelompok tertentu yang punya dunianya sendiri," katanya.

Perjalanan Rivan dimulai dari stasiun Pondok Cina, Depok. Berakhir di Cikini. Sepanjang perjalanan, ia menyaksikan kelompok-kelompok yang dibilangnya. Ada yang mengobrol. Ada yang main ponsel pintar. Ada pula yang membaca Al Quran. Pengalaman itu membuat Rivan berada di dunia baru: dunia yang berisi orang dengan kelakuan masing-masing, tapi tak saling usik.

Rivan biasanya mengunggah pengalamannya --entah itu teks atau foto beserta teks-- ke media sosial Twitter atau Instagram. Kadang ia menuliskan lebih panjang di blognya. Kalau mengunggah foto, kadang Rivan memberi teks pendek yang bikin tersenyum. Misalnya unggahan pada 16 Agustus 2017.

Foto menampakkan penumpang yang memaksa masuk padahal kereta sudah penuh. Teksnya: Battle Royale. Itu merujuk film Jepang yang mengisahkan anak-anak SMA yang diasingkan di pulau dan harus bertahan hidup dengan saling bunuh. Kadang Rivan juga kena sindir penumpang lain.

Infografik Perilaku penumpang

Hari itu, Rivan memutuskan untuk berdiri dekat pintu karena tujuannya dekat. Kereta cukup lowong. Tak jauh dari Rivan, ada beberapa orang penumpang lelaki yang ngobrol. Mungkin mereka gemas melihat Rivan berada di dekat pintu dan tak mau ke tengah. Salah satu dari mereka nyeletuk.

"Mas, ke dalem aja. Mas-nya nutupin. Lagian di pinggir aja kayak sambel."

Fakhri Zakaria juga punya banyak stok kisah kelakuan menyebalkan para komuter. Setiap pagi, Fakhri berangkat dari stasiun Bogor menuju stasiun Sudirman. Jika di hari biasa, ujarnya, penumpang masih banyak yang berkelakuan wajar. Walau ada beberapa yang menyebalkan. Tak jauh dari mengambil jatah kursi penumpang prioritas, membuang sampah sembarangan, atau duduk lesehan.

Namun kadang Fakhri apes kalau bertemu dengan penumpang yang baru ambil barang dagangan dari Tanah Abang. "Biasanya penumpang kayak gini bawa berkarung-karung barang. Diminta tolong geser malah nyolot," ujar Fakhri.

Perilaku penumpang paling ajaib yang pernah ditemui Fakhri perempuan yang memotretnya berkali-kali. Sebelumnya Fakhri mengaku kesal karena perempuan itu memaksa duduk padahal sudah penuh. Fakhri mengaku selama penumpang lain tak menyebalkan, ia dengan senang hati gantian duduk. Kalau itu perempuan hamil, manula, ibu bawa balita, atau difabel, Fakhri malah dengan senang hati memberikan kursinya. Tapi karena penumpang ini menyebalkan, ia memilih tak memberinya kursi.

"Eh, terus mbaknya ngambek. Aku dipotret berkali-kali. Ya, sekalian aku pasang aksi pose," katanya.

Sedangkan Rivan, pernah suatu kali mendapati anak sekolahan usia belasan yang tampak pertama kali naik kereta komuter. Ia tampak takjub. Lalu dalam hitungan detik, ia meraih pegangan yang tergantung. Lalu, hup! Sang anak berayun. Lalu melakukan pull up. Rivan bengong.

Kereta komuter dan segenap penumpangnya, bagi Rivan, adalah perwujudan kehidupan yang menarik. Penumpangnya tidak saling mengusik dan memaksakan kehendak. "Selama tidak merugikan orang banyak, penumpang kereta tidak pernah menegur. Ya kecuali satpam sih."

Menjadi penumpang komuter di Jakarta memang tak melulu menyenangkan. Kereta yang mengangkut mereka masih punya banyak kekurangan. Jadwal molor, tertahan di Manggarai, gangguan, berdesakan, adalah hal biasa.

Namun menjadi komuter di Jakarta menjanjikanmu satu hal yang bisa kamu lihat dengan mata sendiri: keajaiban.

Baca juga artikel terkait COMMUTER LINE atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Humaniora
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Zen RS