tirto.id - Kata baku adalah kata yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku di dalam bahasa Indonesia. Sementara kata tidak baku adalah kata-kata yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan. Saat ini, kita memakai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai standarnya.
Seperti dilansir bukuPUEBI & Sastra Indonesia (2019) oleh Redaksi Cemerlang, kata baku biasa dipakai dalam hal situasi-situasi resmi seperti, pidato kepresidenan, undang-undang pidato kenegaraan, surat menyurat (dinas), karya ilmiah dan lain-lain. Sementara kata tidak baku dipakai dalam kondisi-kondisi tidak resmi seperti percapakan sehari-hari.
Sementara itu, sebagaimana tertuang dalam bukuBahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (2016) oleh Sukirman Nurdjan dkk, kata-kata baku ada yang berasal dari bahasa Indonesia, ada juga yang berasal dari bahasa daerah dan asing yang sudah disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia resmi.
Sedangkan kata-kata yang tidak baku adalah yang belum berterima secara resmi atau tidak mengikuti kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Berikut adalah yang termasuk kata-kata tidak baku:
1. Kata-kata dari dialek-dialek bahasa Indonesia;
2. Kata-kata serapan bahasa daerah yang belum berterima;
3. Kata-kata bahasa asing yang tidak memenuhi persyaratan ejaan dalam bahasa Indonesia;
4. Kata-kata bahasa Indonesia yang dieja sebagai bahasa asing;
5. Kata-kata bentukan yang tidak menuruti kaidah yang berlaku.
Di sisi lain, Ernawati Waridah dalam Pedoman Kata Baku dan Tidak Baku menuliskan, bahasa baku adalah ragam bahasa yang cara pengucapan dan penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah standar. Kaidah standar yang paling baru adalah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), tata bahasa baku dan kamus umum.
Sementara bahasa yang tidak baku adalah ragam bahasa yang cara pengucapan atau penulisannya tidak memenuhi kaidah-kaidah standar. Pemakaian ragam bahasa baku dan tidak baku sangat bergantung pada situasi dan kondisi pemakaiannya. Bahasa baku dipakai dalam situasi resmi seperti seminar, pidato, temu karya ilmiah dan lain-lain. Sementara bahasa tidak baku dipakai dalam komunikasi sehari-hari yang tidak bersifat resmi.
Fungsi Bahasa Baku
Bahasa baku memiliki fungsi yang secara umum disebutkan seperti berikut ini:
1. Pemersatu: pemakaian bahasa baku dapat mempersatukan sekelompok orang menjadi satu kesatuan masyarakat bahasa.
2. Pemberi kekhasan: pemakaian bahasa baku dapat menjadi pembeda dengan masyarakat pemakai bahasa lainnya.
3. Pembawa kewibawaan: pemakaian bahasa baku dapat memperlihatkan kewibawaan pemakainnya.
4. Kerangka acuan: bahasa baku menjadi tolok ukur bagi benar tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau sekelompok orang.
Ciri-ciri Bahasa Baku
Bahasa baku bisa dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tidak dipengaruhi bahasa daerah
Baku: saya, merasa, ayah, dimantapkan
Tidak baku: gue, ngerasa, bokap, dimantapin
2. Tidak dipengaruhi bahasa asing
Baku: banyak guru, itu benar, kesempatan lain
Tidak baku: banyak guru-guru, itu adalah benar, lain kesempatan
3. Bukan merupakan ragam bahasa percakapan
Baku: bagaimana, begitu, tidak, menelepon
Tidak baku: gimana, gitu, nggak, nelpon
4. Pemakaian imbuhan secara eksplisit
Baku: ia mendengarkan radio, anak itu menangis, kami bermain bola di lapangan
Tidak baku: ia dengarkan radio, anak itu nangis, kami main bola di lapangan
5. Pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat
Baku: sehubungan dengan, terdiri atas/dari, seorang pasien
Tidak baku: sehubungan, terdiri, seseorang pasien
6. Tidak mengandung makna ganda atau tidak rancu
Baku: menghemat waktu, mengatasi berbagai ketertinggalan
Tidak baku: mempersingkat waktu, mengejar ketertinggalan
7. Tidak mengandung arti pleonasme (majas yang bermakna sama)
Baku: para juri, mundur, hadirin
Tidak baku: para juri-juri, mundur ke belakang, para hadirin
8. Tidak mengandung hiperkorek
Baku: khusus, sabtu, syah, masyarakat
Tidak baku: husus, saptu, sah, masarakat
Editor: Iswara N Raditya