Menuju konten utama

Kasus Dugaan Kartel Minyak Goreng, KPPU Ungkap Temuan Alat Bukti

KPPU mengungkap temuan bukti terkait dugaan kartel minyak goreng yang akan menjadi fokus penyelidikan. 

Kasus Dugaan Kartel Minyak Goreng, KPPU Ungkap Temuan Alat Bukti
Pekerja mengumpulkan kelapa sawit di Desa Mulieng Manyang, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, Aceh, Rabu (3/11/2021). ANTARA FOTO/Rahmad.

tirto.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkap adanya temuan alat bukti tambahan terkait dugaan kartel minyak goreng yang diduga menyeret 8 pelaku usaha besar.

"Kegiatan penyelidikan akan memperkuat alat bukti yang ada dan menemukan satu alat bukti tambahan sebelum diputuskan cukup bukti untuk dibawa ke tahapan pemeriksaan oleh Sidang Majelis Komisi," jelas Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean, dalam keterangan resmi, Rabu (30/3/2022).

Sebelumnya, KPPU mengungkap ada 8 pelaku usaha besar terkait dugaan kartel minyak goreng yang akan menjadi fokus penyelidikan. KPPU masih merahasiakan 8 perusahaan besar minyak goreng tersebut. KPPU akan mencari bukti menggunakan alat bukti ekonomi, dan bukti perilaku dalam mengungkap dugaan kartel minyak goreng.

Gopprera Panggabean mengatakan KPPU telah mulai melakukan proses penegakan hukum sejak 26 Januari 2022 guna menemukan alat bukti adanya dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.

Dalam proses pra-penyelidikan, Tim Investigasi telah menemukan satu alat bukti dan meningkatkan status penegakan pada tahapan penyelidikan.

Khususnya, atas dugaan pelanggaran pasal 5 mengenai penetapan harga, pasal 11, dan pasal 19 huruf c penguasaan pasar melalui pembatasan peredaran barang dan jasa.

Dalam krisis minyak goreng ini, KPPU menggunakan dua strategi pendekatan untuk pembenahan persaingan usaha di industri kelapa sawit.

Pendekatan tersebut dilakukan melalui upaya penegakan hukum untuk memberikan efek jera atas pelaku usaha yang melakukan pelanggaran undang-undang, serta upaya pemberian saran dan pertimbangan bagi kebijakan pemerintah untuk menjamin adanya persaingan usaha yang sehat di industri tersebut.

"Tindakan ini ditempuh KPPU menyikapi persoalan tingginya harga dan kelangkaan minyak goreng sejak awal tahun 2022," jelas Gopprera.

"Jadi nanti juga kita akan lihat bagaimana perbedaan antara yang pelaku-pelaku usaha yang menguasai pasar ini dengan yang tidak. Ini semua yang perlu kita lakukan adalah proses pembuktian dengan menggunakan alat-alat bukti ekonomi, bukti perilaku karena pengakuan itu sangat sulit kita dapatkan," tambahnya.

Selain penegakan hukum, KPPU juga melakukan upaya pembenahan melalui pemberian saran dan pertimbangan kepada Presiden RI pada 14 Maret 2022 dengan nomor surat 43/K/S/III/2022 perihal saran dan pertimbangan KPPU terkait Kebijakan Industri Minyak Goreng.

Dalam surat kepada Presiden tersebut, KPPU mengangkat rekomendasi jangka pendek dan jangka menengah atau panjang bagi pembenahan persaingan usaha di industri tersebut.

Pada jangka pendek, KPPU merekomendasikan Pemerintah perlu memperkuat pengendalian terhadap stok CPO sebagai tindak lanjut kebijakan Domestic Market Obligation - Domestic Price Obligation (DMO-DPO). Jangka pendek tersebut dapat ditempuh dengan mempertimbangkan beberapa langkah alternatif.

Ia menjelaskan, pemerintah perlu memastikan keberadaan stok CPO dari tingkat perkebunan kelapa sawit ke industri pengolahan CPO sampai dengan industri pengguna CPO. Pemerintah perlu memastikan keberadaan stok minyak goreng dari level produsen hingga distributor, agen, dan pedagang eceran (retail).

Kemudian, pemerintah perlu menjadikan informasi dari proses pelacakan tersebut sebagai informasi pasar yang terbuka dan memuat cadangan dan stok CPO di tingkat pelaku usaha perkebunan sawit bagi pelaku usaha yang membutuhkan CPO untuk proses produksi, terutama untuk minyak goreng. Informasi yang sama juga berlaku untuk cadangan dan stok minyak goreng dari produsen sampai distributor dan pedagang eceran.

Pemerintah perlu mendorong pelaku usaha minyak goreng untuk memaksimalkan kapasitas produksinya dan memastikan bahwa minyak goreng tersebut sampai ke tingkat pengecer.

"Pemerintah perlu secara transparan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang mengikuti kebijakan DMO-DPO secara konsisten dan memberikan sanksi bagi pelaku usaha yang tidak memenuhi produksi dan distribusi sebagaimana diatur dalam kebijakan DMO-DPO. Saran dan pertimbangan tersebut disampaikan KPPU sebelum terjadi perubahan kebijakan terakhir oleh Pemerintah, khususnya terkait DMO dan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng kemasan," terang dia.

Dari perubahan kebijakan terakhir, beberapa poin saran KPPU telah terakomodasi. Terutama mengenai perlunya pelacakan dan pengecekan stok di tingkat produsen dan distributor melalui sistem informasi pasar yang terbuka. Dalam praktiknya, pengawasan ini dikembangkan Pemerintah melalui sistem teknologi digital Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH).

Untuk pembenahan jangka menengah dan panjang perlu segera dilakukan dengan menyediakan insentif untuk mendorong hadirnya produsen baru minyak goreng skala kecil dan menengah (UKM) yang mendekati lokasi perkebunan sawit. Upaya ini terutama perlu dilakukan di daerah dimana tidak terdapat produsen minyak goreng untuk memastikan ketersediaan pasokan di daerah tersebut.

"Langkah selanjutnya Pemerintah perlu mendorong pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dan pelaku usaha minyak goreng yang terintegrasi agar bermitra dengan pelaku usaha UMK dalam mengalokasikan CPO yang dihasilkan untuk keperluan bahan baku produsen minyak goreng skala UMK. Hal ini penting untuk menjamin ketersediaan pasokan bagi pelaku usaha UMK yang memproduksi minyak goreng," terang dia

Baca juga artikel terkait KPPU atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri