tirto.id -
Aktivitas perekonomian di beberapa kota dan kabupaten Kalimantan Tengah terganggu akibat pekatnya kabut asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Di Palangkaraya, misalnya, sejumlah pasar tutup dan beberapa sekolah terpaksa diliburkan.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ukuran partikel atau particulate matter (PM) di kota itu sejak Minggu (15/9/2019) mencapai 10 mikrometer dengan tingkat Indeks Standard Pencemaran Udara (ISPU) 500—masuk kategori beracun.
Jika mengacu pada Air Quality Index (AQI) yang berkisar 0-500, AQI Palangkaraya Kemarin (16/9/2019) mencapai angka 1.771. Padahal, level AQI 301-500 sudah masuk ke kategori beracun. Sebagai perbandingan, AQI Pekanbaru di Riau pada saat yang sama ada di level 339 dan DKI Jakarta hanya 89.
Buruknya kualitas udara hingga minimnya jarak pandang menimbulkan beragam dampak buruk bagi warga. Prakirawan BMKG Tjilik Riwut Palangkaraya Ika Priti mencatat jarak pandang di Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah hanya mencapai 400 meter mulai pukul 07.00-15.00 WIB.
Kondisi ini berimbas pada aktivitas penerbangan di kawasan tersebut. Karena pekatnya kabut asap yang menyelimuti kota, aktivitas penerbangan di Bandara Tjilik Riwut hampir lumpuh total.
Dalam sehari, hanya pesawat pagi yang berani lepas landas. Pihak maskapai tak berani mendaratkan pesawatnya di Bandara Tjilik Ritut Palangkaraya.
Bandara Tjilik Riwut di Kalimantan Tengah bukan satu-satunya yang aktivitas penerbangannya terganggu. Di Bandara Haji Asan Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, tak ada satu pun pesawat yang mendarat hingga siang.
Atas alasan keamanan, sejumlah maskapai memutuskan membatalkan jadwal penerbangan dan meminta para penumpang melakukan reschedule keberangkatan.
Lion Air Group misalnya, melaporkan adanya gangguan jadwal penerbangan pada Minggu pagi hingga pukul 18.00 waktu setempat. Beberapa pesawat terpaksa menunda keberangkatan dan kedatangan (delay), pengalihan pendaratan(divert) hingga melakukan pembatalan penerbangan (cancel).
Induk usaha yang menaungi Lion Air, Batik Air, dan Wings Air ini melaporkan sedikitnya ada 81 penerbangan dibatalkan—meliputi sejumlah rute dari dan menuju sejumlah wilayah terdampak.
Laporan serupa disampaikan maskapai lainnya seperti Garuda Indonesia dan Citilink Indonesia. Kemarin, Garuda Indonesia kembali membatalkan sedikitnya 15 penerbangan di sejumlah sektor penerbangan domestik pada periode 16 September 2019-19 September 2019 mendatang.
Vice President Corporate Secretary PT Garuda Indonesia Tbk. Ikhsan Rosan mengungkapkan keputusan pembatalan penerbangan tersebut dikarenakan aspek keselamatan dan keamanan penerbangan serta kenyamanan penumpang.
“Perlu kiranya kami sampaikan pembatalan penerbangan Garuda Indonesia tersebut mempertimbangkan perkembangan situasi terkini atas dampak dari intensitas kabut asap tersebut terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan,” jelas Ikhsan, Senin (16/9/2019).
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai bencana kabut asap juga berpotensi menghambat pengiriman barang melalui kargo udara.
Terganggunya distribusi pasokan via jalur udara itu dapat membuat harga melonjak. Jika dibiarkan berlarut-larut, menurut Tauhid, bukan tak mungkin perekonomian Indonesia secara nasional akan terkena imbasnya.
“Sekarang ini dampak terhadap perekonomiannya besar. Paling tidak, ya, untuk provinsi yang terkena dampak,” tutur Tauhid.
Empat tahun lalu, saat bencana kabut asap melanda Kalimantan Tengah, 5 dari 9 Bandara di Kalimantan lumpuh selama sebulan.
Penurunan signifikan pada jumlah penerbangan membuat volume barang yang dibongkar berkurang 45,24 persen dari 1.123 ton menjadi 615 ton. Hal serupa juga terjadi pada volume barang yang dimuat, dari sebelumnya 522 ton menjadi 297 ton, atau turun 43,10 persen.
Rugikan Bisnis Hotel hingga UMKM
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bahlil Lahadalia mengatakan jasa perhotelan bisa kembali terpukul setelah mengalami penurunan okupansi karena kenaikan harga tiket pesawat beberapa waktu yang lalu.
Jika mengacu ke data Badan Pusat Statistik (BPS), bencana serupa di September 2015 sempat membuat Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Kalimantan Tengah turun 5,32 poin ke angka 56,2 persen secara bulanan atau month-to-month.
Rata-rata lama inap hotel berbintang jadi lebih singkat 0,43 hari, sementara jumlah tamu yang datang turun menjadi 10.306 orang dari 11.014 orang di bulan Agustus 2015.
Tamu Indonesia turun sebanyak 673 orang atau 6,34 persen, sementara jumlah tamu asing turun 35 orang atau 8,95 persen dibanding dibandingkan bulan sebelumnya. Jumlah tamu asal Indonesia di hotel nonbintang berkurang 5.215 orang, sementara tamu asing sebanyak 250 orang.
“Penerbangan sudah pasti [jadi penyebab] ya. Beberapa dari teman kami saja enggak bisa datang ke sana [Kalteng],” kata Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bahlil Lahadalia kepada reporter Tirto, Senin (16/9/2019).
Sementara Ketua Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun mengatakan penurunan omzet harian terjadi pada sejumlah sektor usaha. Rumah makanan menurutnya paling terdampak lantaran sekolah diliburkan dan aktivitas warga ke luar rumah berkurang.
"Laporan teman-teman di Palangkaraya, rata-rata omzet turun 20 persen di warung-warung makan. Itu belum kita bicara soal bisnis yang mengandalkan pengiriman barang pakai kargo," ungkapnya ketika dihubungi Selasa (17/9/2019).
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana