tirto.id - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia buka peluang menaikkan pajak ekspor bijih nikel sebagai cara untuk melanjutkan hilirisasi salah satu mineral logam tersebut. Langkah ini ditempuh setelah Indonesia kalah dalam sengketa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Ini kan main di instrumen. Salah satu di antaranya bisa pajak ekspor mungkin kita naikkan, dan itu kewenangan kita," kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/11/2022).
Kenaikan pajak ini merupakan salah satu upaya mempertahankan keinginan Indonesia melakukan hilirisasi nikel. “Mereka punya 1.000 akal, kita buat 2.000 akal. Indonesia ini orangnya pintar-pintar, tak bisa lagi, dan nyali kita tak kecil kok,” kata Bahlil.
Presiden Joko Widodo sendiri menginstruksikan untuk melakukan banding atas putusan WTO.
“Perintah Presiden hadapi dan lawan. Caranya, pertama adalah dengan banding, yang kedua adalah dengan cara-cara lain,” kata dia.
Dia menegaskan pemerintah akan tetap melanjutkan kebijakan hilirisasi nikel dengan menyetop ekspor bijih nikel untuk mengolahnya terlebih dahulu di dalam negeri sehingga memberikan nilai tambah bagi perekonomian.
Upaya hilirisasi dilakukan untuk meningkatkan pendapatan perkapita penduduk karena hilirisasi akan menciptakan banyak lapangan pekerjaan.
“Negara ini berdaulat, kan sudah kita sepakati dalam (deklarasi) G20 di paragraf ke 37, tentang komitmen masing-masing negara menghargai terhadap konsep hilirisasi dan penciptaan nilai tambah dan itu sudah jadi konsensus kemarin,” jelas Bahlil.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kenaikan pajak ekspor bijih nikel memang menjadi sala satu opsi untuk melanjutkan kebijakan hilirisasi nikel.
Namun, kata dia, pemerintah masih melihat perkembangan dari banding yang akan diajukan ke WTO. Saat ini, Kementerian Perdagangan sedang menyusun materi banding tersebut.
"Nanti kita lihat perkembangannya karena tentu kan ada mekanisme yang lain," kata Airlangga.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Anggun P Situmorang