tirto.id - Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, Zubaidah mengatakan, fungsi Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang dipakai untuk membantu keluarga tidak mampu secara finansial sering salah guna oleh orang tua murid. Pasalnya, dana tersebut tidak dipakai untuk keperluan pendidikan, tetapi justru untuk membeli barang-barang lain.
"Karena maaf saja, yang mendapatkan KIP ini kan berasal dari kelompok keluarga yang secara ekonomi tidak mampu. Mereka [orang tua] melihat anaknya dapat uang, bukannya untuk pendidikan, tapi bapaknya minta untuk beli ini dan itu," ujar Zubaidah kepada Tirto di acara “Rembuk Nasional Pendidikan Kebudayaan 2019” di Bojongsari, Depok, Selasa (12/2/2019).
Ia melanjutkan, program KIP ini juga menjadi kegamangan tersendiri bagi penerimanya. Antara diperuntukan untuk dana pendidikan atau kebutuhan yang sifatnya lebih mendesak lagi.
"Kalau melihat anaknya ingin membeli sepatu tapi di rumah tidak ada beras. Dipakailah KIP [untuk membeli beras]. Jadi kami tetap mengarahkan namun kalau orangtuanya memaksa, bagaimana?" ujarnya.
Untuk hal-hal seperti itu, ia mengakui bukan lagi berada dalam koridor pengawasannya dan tidak bisa berbuat banyak kecuali terus mengingatkan fungsi utama dari program KIP.
Terkait KIP yang tidak tepat sasaran, kata dia, saat ini masih ada pihak-pihak yang sadar bahwa dirinya tidak berhak atas KIP lantas enggan menerimanya.
"Kemarin saya lihat karena memang tidak tepat, yang bersangkutan juga tidak mau ambil. Ada yang begitu. Akhirnya dari bank mengembalikan," ujarnya.
Sebaran KIP di Malang Belum Maksimal
Zubaidah mengatakan, sebaran Kartu Indonesia Pintar (KIP) baru terealisasi 80 persen. Ada beberapa kendala yang menyebabkan sebarannya menjadi tidak optimal.
"Ternyata setelah kami evaluasi, yang belum menerima itu katakanlah ketika menerima KIP itu SD tapi sekarang sudah lulus, ia tidak melanjutkan di Malang melainkan ke luar kota," ujarnya.
Selain faktor berpindahnya penerima KIP. Faktor sinkronisasi antara data sekolah dan data bank juga menjadi persoalan lain yang membuat menyebaran KIP belum merata.
"Namanya benar tapi nomornya tidak sama. Sehingga tidak bisa dicairkan, akhirnya kami sosialisasikan kepada kepala sekolah 'tolong yang seperti ini dilacak, kemana anaknya? Permasalahannya apa?" terangnya.
Kendati demikian, ia tidak bisa menyebutkan rincian detail perihal berapa jumlah penerima dan yang bermasalah. Sebab, ia tidak ingat pasti karena banyaknya murid di Malang.
"Saya sedang tidak bawa petanya, jadi sekian yang sudah mutasi, sekian yang ada kendala. Soalnya kami punya murid itu hampir seratus sekian ribu. Yang menerima KIP, belasan ribu," ujarnya.
Zubaidah datang jauh-jauh dari Malang ke Depok dalam rangka memenuhi undangan Kemendikbud untuk menghadiri acara RNPK 2019.
Acara ini diadakan sebagai wujud membangun sinergi seluruh pemangku kepentingan pendidikan dan kebudayaan, baik pemerintah pusat maupun daerah, dan masyarakat.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Alexander Haryanto