tirto.id - Nilai ekspor pada September 2018 sebesar 14,83 miliar dolar AS, mengalami penurunan 6,58 persen dari Agustus sebesar 15,87 miliar dolar AS. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) penurunan nilai ekspor sudah terjadi sejak Juli lalu, dari 16,29 miliar dolar AS.
Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Handito Joewono mengatakan ada baiknya pemerintah mengartikan penurunan ekspor tersebut tidak hanya diartikan karena adanya pengaruh perang dagang (trade war) global yang berdampak pada penyusutan permintaan negara tujuan ekspor. Pemerintah diharapkan harus tetap mampu menggerakkan ekspor.
"Jangan sampai pengusaha kehilangan gairah mengekspor. Pelaksanaan pengembangan ekspor ini harus gerak. Kegiatan ekspor justru harus mengakar menjadi sebuah gerakan ekspor nasional," ujar Handito kepada Tirto pada Kamis (18/10/2018).
Menurutnya, penurunan ekspor di tengah rupiah melemah hingga level Rp15 ribu bisa mengindikasikan gairah ekspor mulai menurun. Pada umumnya, eksportir akan lebih diuntungkan ketika rupiah melemah, karena untung dari hasil ekspor dalam bentuk dolar akan bernilai lebih tinggi jika dikonversi dalam bentuk rupiah.
"Sehingga pemerintah khususnya pelaksana pengembangan ekspor di jajaran direktorat jenderal harus memanfaatkan momen tersebut dengan bekerjasama dengan berbagai pihak untuk gerakan ekspor nasional, tidak hanya sebatas mengadakan pameran dan pencitraan. Tentu ini tidak bisa kerja sendiri-sendiri. Kadin siap mendukung kok," ujarnya.
"Saya rasa pelaksana pengembangan ekspor masih bekerja sendiri-sendiri. Semangat bersama untuk gerakan ekspor nasional saya rasa enggak ada," imbuhnya.
Sementara adanya insentif fiskal dalam bentuk tax holiday (pembebasan pajak) ataupun tax allowance (pengurangan pajak) untuk investor yang diharapkan menstimulasi ekspor, menurutnya, tidak dapat berdampak riil untuk mendorong ekspor.
"Insentif fiskal itu enggak sampai ke bawah. Hanya bisa untuk mendorong ekspor di perusahaan multinasional, sifatnya hanya parsial [tertentu] saja," ujarnya.
Pemerintah bisa mengadakan gerakan ekspor nasional dengan fokus ke empat sektor utama, yaitu makanan-minuman, fesyen, kerajinan/furnitur, dan kemaritiman. Sebab, bahan baku, proses produksi ada di dalam negeri.
"Saya yakin itu bisa gerakan ekspor, sehingga sebelum 2030 ekspor naik 500 persen [terhitung sejak 2016]. Sekarang kesempatan emas saat dolar AS Rp15 ribu," ujarnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri