tirto.id - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani menilai turunnya peringkat Indonesia di tahun ini disebabkan persoalan produktivitas dari sumber daya manusia.
"Daya saing kita turun karena masalah produktivitas," ujarnya di Gedung Kemenko Perekonomian, seperti dilansir Antara, Kamis (10/10/2019)
Di samping itu, lanjut Rosan, hal tersebut juga dikarenakan cepatnya reformasi atau pembenahan yang dilakukan negara-negara lain untuk mendorong produktivitas.
"Masalah lain sudah membaik dan skor kita bukannya turun, tapi negara-negara lain lompatannya lebih tinggi dan reformasinya lebih cepat," katanya.
Lantaran itu lah, ia berharap pemerintah memperkuat komitmen bersama dunia usaha guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang belum sepenuhnya bermutu.
"Pembangunan sumber daya manusia memang menjadi PR utama dan ini menjadi prioritas Presiden dalam lima tahun ke depan," ujar Rosan.
Forum Ekonomi Dunia (WEF) mengeluarkan indeks daya saing global (GCI) tahun 2019 yang menempatkan Indonesia di ranking 50. Laporan itu menyebutkan Indonesia mengumpulkan skor 64,6 atau turun tipis 0,3 dibandingkan tahun lalu.
Dalam laporan itu, Singapura menduduki posisi pertama di dunia, sebagai negara yang memiliki daya saing terbaik dengan skor 84,8.
Di Asia Tenggara, Indonesia berada di posisi keempat setelah Singapura, Malaysia di peringkat 27 dan Thailand (40). Sedangkan, Filipina di peringkat 64 dan Vietnam berada di peringkat 67.
Meski berada di bawah Indonesia, WEF menyebut Vietnam merupakan negara yang memiliki indeks paling meningkat dengan skor naik 3,5 menjadi 61,5 dengan posisi melompati 10 level, dari posisi sebelumnya di peringkat 77.
WEF juga menyebutkan kekuatan utama Indonesia adalah pasarnya dengan nilai 82,4 dan stabilitas ekonominya (90).
Mencermati kinerja dalam indikator lain pada indeks, WEF menilai masih ada ruang untuk peningkatan poin 30-40, meski tidak ada hambatan utama.
WEF menyatakan bahwa Indonesia mengedepankan semangat budaya bisnis dengan skor 69,6 dan sistem keuangan yang stabil mencapai nilai 64, keduanya meningkat selama tahun 2018.
Sementara itu, adopsi teknologi tinggi mencapai skor 55,4, mengingat pembangunan dan kualitas aksesnya masih relatif rendah.
Sedangkan, terkait kapasitas inovasi Indonesia, WEF menilai sudah bertumbuh meski masih terbatas dengan skor 37,7.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana