tirto.id - Presiden Joko Widodo mengklaim perekonomian Indonesia saat ini sedang dalam kondisi sehat. Karena itu, dia berpendapat momentum ini seharusnya bisa mendorong percepatan pembangunan, terutama dalam menekan angka pengangguran dan tingginya ketimpangan.
"Tinggal kita mau bagaimana, apakah dengan ekonomi sehat ini kita mau jalan santai atau cepat ke depannya? Lari kencang mengatasi pengangguran dan ketimpangan yang ada," ujar Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keungan di Jakarta pada Kamis (18/1/2018).
Jokowi berharap laju pertumbuhan ekonomi bisa lebih cepat lagi. "Harga komoditas naik, sawit naik, artinya apa? Ekonomi Indonesia sehat, lembaga dunia melihat yakin masa depan ekonomi Indonesia. Tinggal kita mau bagaimana?"
Jokowi menilai indikator sehatnya perekonomian Indonesia terlihat dari defisit APBN yang semakin bisa ditekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang membaik dan ada surplus neraca perdagangan serta peningkatan cadangan devisa. Kapasitas likuiditas pun masih tersedia Rp626 triliun.
"Kalau orang, kita ini kolesterol baik, penyakit jantung enggak ada, ginjal baik, ya cuma dikit-dikit pernah masuk angin. Tapi kenapa kita enggak bisa lari cepat?"
Jokowi menambahkan program baru seperti Padat Karya Tunai perlu diimplementasikan secara optimal untuk menekan pengangguran dan ketimpangan. Selain itu, menurut dia, upaya mendorong kapasitas UMKM melalui penyaluran kredit harus ditingkatkan.
"Kredit bagus, tapi hanya ke debitur itu saja, tidak menyebar tidak rata. Ini yang harus kita mulai sebar dan rata. Kita harus dorong masyarakat kita dengan program perbankan, seperti bantuan nontunai dan sertifikat tanah," ungkapnya.
Oleh sebab itu, menurut dia, sertifikasi tanah penting untuk terus ditingkatkan. Pada 2018, Jokowi menargetkan ada 7 juta sertifikat tanah diterbitkan dan akan naik lagi menjadi 9 juta pada 2019. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan target pada 2015 yang hanya 500 ribu sertifikat.
"Saya yakin bisa (terbitkan jutaan sertifikat tanah), agar masyarakat mudah akses perbankan. Angkanya masih jauh sekali dari 126 juta bidang sertifikat yang harusnya diberikan ke masyarakat, baru 46 juta di 2015. Kalau setahun hanya 500 ribu sertifikat berarti baru ratusan tahun baru kelar," terangnya.
Dia mengancam akan mencopot pejabat pemerintah yang tidak serius mendorong pemenuhan target penerbitan sertifikat tanah itu. "Harus kita ancam biar ada target. Terus dikejar-kejar, diawasi diancem-ancem. Kalau enggak saya copot. Bekerja harus begitu. Kalau enggak ada target apa pegangan kita?"
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom