tirto.id - Mustasyar Diniy, Ulinnuha, menegaskan, haji yang dilaksanakan oleh jemaah peserta Program Tanazul tetap dianggap sah dan tidak berkewajiban membayar dam (denda) karena tidak akan dikenakan sanksi. Menurut Ulinnuha, tahun ini akan ada 95 kloter yang mengambil skema tanazul.
Melalui program ini, jemaah yang telah mengambil jumrah di Lantai bawah saat bergerak dari Makkah menuju Mina, akan kembali lebih awal untuk menginap di hotel di Makkah.
“Yang pertama adalah bagi mereka yang mengikuti program Tanazul berarti mendasarkan atau merujuk kepada pendapat yang mengatakan mabit di Mina itu hukumnya sunnah. Dalam madzhab Hanafi, mereka berpendapat bahwa mabit di Mina hukumnya sunnah,” kata dia, dalam konferensi pers secara daring, dikutip Jumat (30/5/2025).
Karena tak menginap di Mina, jemaah peserta program Tanazul harus memperhatikan betul mekanisme lempar jumroh pada 11-13 Dzulhijjah. Dalam hal ini, jemaah peserta program Tanazul harus datang ke Jamarat untuk melempar jumroh ula, wustha dan aqabah, baik di tanggal 11, 12, maupun 13 Dzulhijjah.
“Dan mereka langsung pulang ke hotel, tidak menginap atau tidak mabit di sekitaran Jamaret karena memang dilarang oleh pihak pemerintah setempat. Jadi, setelah lempar jumroh ula, kemudian jumroh wustha, kemudian jumroh aqabah, jemaah langsung bergerak pulang kembali ke hotelnya masing-masing yang ada di wilayah Syisyah dan Raudah sektor 1-sektor 4,” jelas Ulinnuha.
Rutinitas ini, lanjut dia, wajib dilakukan oleh seluruh jemaah peserta program tanazul di tanggal 12 dan 13 Dzulhijjah.
“Ini gambaran umum pelaksanaan Tanazul bagi mereka, khususnya yang 95 kloter yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Mudah-mudahan seluruh rangkaian ibadah haji tahun ini dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala,” tutup Ulinnuha.
Sementara itu, sebagian ulama muslim menilai bahwa mabit di Mina merupakan salah satu syarat wajib haji. Sehingga, bagi siapa yang tidak melaksanakannya akan dikenakan dam.
Tapi, dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti bagi jemaah yang telah berusia lanjut (udzur), atau berhalangan (sedang menstruasi) diperbolehkan untuk tidak mengikuti mabit di Mina.
“Atas dasar ini kemudian para Fuqaha, para ahli fikih itu berbeda pendapat tentang kebolehan mengenai meninggalkan mabit di Muzdalifah (Mina). Sebagian ulama dalam Madzhab Shafi'i atau bahkan Imam Shafi'i sendiri mengatakan dalam Kitab Al-Um, hukum mabit di Mina itu adalah sunnah,” tegas Ulinnuha.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































