Menuju konten utama

Jayapura Lumpuh, Wiranto: Aparat Tidak Boleh Pakai Peluru Tajam!

Timotius Murib menegaskan, sudah 19 tahun otonomi khusus Papua tidak berdaya. Bangsa Papua menolaknya.

Jayapura Lumpuh, Wiranto: Aparat Tidak Boleh Pakai Peluru Tajam!
Massa melakukan aksi di Jayapura, Senin (19/8/2019). ANTARA FOTO/Gusti Tanati/wpa/ama.

tirto.id - Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib menegaskan, aktivitas di Jayapura, Papua lumpuh. Gedung tempatnya bekerja di Abepura, dibakar dan diobrak-abrik demonstran. Perusakan itu terjadi Kamis (29/8/2019), sekitar pukul 11.30 waktu setempat.

"Massa lewat di jalan. Menerobos pagar. Langung masuk bakar. Diacak-acak, dirusak," kata Timotius Murip kepada reporter Tirto, Kamis sore.

Ruang kerja yang menjadi sasaran amukan massa ialah: ruang sidang di gedung utama, bagian keuangan, dan bagian umum. Sedangkan ruang kelompok kerja perempuan, adat, dan keagamaan aman. Sebab ruangan itu berada di gedung yang terpisah.

Murib menjelaskan, aksi itu merupakan akumulasi kemarahan Bangsa Papua atas banyak hal. Di antaranya tindakan rasisme terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya. Hingga penembakan yang terjadi kemarin di Waghete II, Tigi, Deiyai, Papua.

"Empat warga masyarakat Deiyai ditembak aparat TNI," tuturnya.

"Kemudian akses internet," imbuh Murib. "Sehingga yang dibakar itu [BTS] Telkomsel."

Murib menegaskan, pemblokiran akses internet di Papua sejak Rabu (23/8/2019), merupakan keputusan Presiden Jokowi yang keliru. Menghentian jalur informasi itu bukan menjadi masalah orang Papua saja, melainkan seluruh Indonesia. Keputusan sepihak dari pemerintah pusat tersebut, menunjukan bahwa selama ini otonomi khusus tak pernah berlaku.

"19 tahun ini otonomi khusus tidak berdaya. Ini menjadi amukan masyarakat Papua yang cukup lama. Masyarakat Papua tidak puas terhadap pemberian otonomi khusus," ujarnya.

Sedangkan Dirjen Aptika Kemenkominfo Semuel A. Pangerapan mengakui, tower komunikasi nirkabel alias Base Transceiver Station (BTS) PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) di Jayapura dibakar. Sehingga kini sinyal telepon dan sms padam.

"Dari laporan operator, kabel koneksi antar bts dibakar massa. Ini yang mengakibatkan jaring selular mati. Ada 313 BTS yang tidak berfungsi," kata Semuel saat dihubungi reporter Tirto.

Malam ini, kota Jayapura gelap. PT PLN Unit Wilayah Papua dan Papua Barat melakukan pemadaman untuk mengantisipasi konsleting listrik di gedung-gedung yang dibakar demonstran.

Juru Bicara PT PLN Unit Wilayah Papua dan Papua Barat Septian Pudjiyanto kepada Antara di Jayapura, Kamis mengatakan pihaknya memang memadamkan listrik se-Kota Jayapura untuk mengamankan wilayah lainnya.

"Untuk saat ini wilayah Kota Jayapura dipadamkan karena kabel ada yang terbakar seperti di Kantor Telkomsel dan lainnya," kata Juru Bicara PT PLN Unit Wilayah Papua dan Papua Barat Septian Pudjiyanto kepada Antara.

Indonesia Janji Tak Gunakan Peluru Tajam

Menko Polhukam Wiranto mengaku mendapatkan laporan, demonstrasi telah melumpuhkan Jayapura, Papua. Selain Gedung Majelis Rakyat Papua (MRP) di Abepura salah satu rumah tahanan juga dirusak massa.

Meski begitu, Wiranto menginstruksikan seluruh aparat keamanan Indonesia tidak terpancing. Tetap harus menindak dengan cara yang halus.

"Aparat keamanan sudah diinstruksikan, jangan sampai melakukan tindakan represif. Harus persuasif terukur, bahkan senjata peluru tajam tidak boleh digunakan, kata Wiranto di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2019).

Sedangkan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan, masalah Papua harus dituntaskan melalui dialog. Untuk itu, dia juga mengajak Presiden Jokowi.

"Saya juga mendengar Presiden akan bertemu dengan para tokoh agama tokoh adat dan para tokoh agama, adat dari Papua. Dalam rangka melakukan pembahasan untuk menyelesaikan masalah papua ini," kata Bamsoet saat ditemui di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Politik
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana, Riyan Setiawan & Andrian Pratama Taher
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Mufti Sholih