tirto.id - Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga optimistis janji calon presiden nomor urut 02 soal swasembada energi dapat terwujud. Sebab janji itu sudah dicantumkan dalam program aksi bidang ekonomi sebagai turunan dari visi dan misi yang disetor Prabowo-Sandi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Faldo Maldini, juru bicara tim kampanye Prabowo-Sandiaga mengklaim, apa yang janjikan Prabowo saat Deklarasi Komando Ulama Pemenangan Prabowo-Sandi (Koppasandi) di Jakarta, Ahad (4/11), bukanlah pepesan kosong. Melainkan bagian dari komitmen Prabowo mewujudkan program aksinya.
Dalam visi-misi Prabowo-Sandi, ketahanan energi memang tercantum dan dirumuskan ke dalam salah satu program aksi. Pasangan nomor urut 02 itu menjanjikan pendirian kilang minyak bumi, pabrik etanol, serta infrastruktur terminal penerima gas dan jaringan transmisi/distribusi gas, baik BUMN maupun Swasta.
Hal ini, kata Faldo, diperlukan mengingat rendahnya capaian produksi migas (lifting) dalam negeri. “Lifting minyak kita stagnan, cenderung turun. Dan kebijakan hari ini seperti mengorbankan Pertamina. Pelan-pelan Pertamina bisa dilemahkan. Bisa saja anak perusahaan Pertamina diprivatisasi jika ini terus berlanjut,” kata Faldo kepada reporter Tirto, Rabu (7/11/2018).
Mengacu data SKK Migas dalam 10 tahun terakhir produksi minyak dalam negeri memang terus menurun. Pada 2008, lifting minyak tercatat 926 ribu barel per hari (bph), capaian ini secara terus-menerus turun hingga 803,8 ribu pbh pada 2017. Bahkan produksi minyak mentah dalam negeri turun drastis pada 2015, yaitu 786 ribu bph.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher mengakui lifting minyak memang tidak lagi memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini, kata dia, ditambah lagi jatah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) biasanya diekspor, sehingga Pertamina selama ini memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dari impor.
Namun demikian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan SKK Migas telah berupaya melakukan langkah konkret, yaitu meminta kepada seluruh K3S untuk menghentikan ekspor minyak mereka dan menjualnya kepada Pertamina.
“Upaya konkret [meminta] K3S supaya minyaknya yang harusnya bisa mereka ambil, diekspor, namun kami bisa lakukan pendekatan agar buat Pertamina saja untuk kebutuhan domestik,” kata Wisnu saat ditemui di Puri Denpasar Hotel, Jakarta Selatan, Rabu (7/11/2018).
Hanya saja, kata Wisnu, kilang domestik milik Pertamina spesifikasinya tidak semuanya cocok dengan crude yang dihasilkan dalam negeri. Hal ini yang membuat Pertamina kemudian melakukan upgrade kilang yang dimilikinya.
Bukan Hal Baru
Meski demikian, Wisnu menyebut program Prabowo-Sandiaga soal pembangunan kilang, bukan hal baru. Sebab, selain Pertamina telah melakukan upgrade kilang miliknya, perusahaan pelat merah ini juga tengah membangun dua kilang baru, yaitu Bontang dan Tuban.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa. Ia bahkan menilai solusi yang ditawarkan Prabowo-Sandi sudah usang lantaran masih terpaku pada penggunaan bahan bakar fosil.
Upaya untuk beralih pada penggunaan energi terbarukan memang disampaikan sebagai salah satu poin dalam program aksi ekonomi Prabowo-Sandiaga. Namun, Fabby menilai isinya kurang konkret dan tidak menawarkan hal baru yang belum dikerjakan pemerintah Jokowi.
Misalnya, poin soal perluasan konversi penggunaan BBM kepada gas dan energi terbarukan dalam pembangkit listrik PLN. Padahal, program korversi ini juga telah dilakukan di era Jokowi, mulai dari pembangunan pembangkit listrik panas bumi, mandatori B20, hingga Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
“Dunia, kan, bergerak dekarbonisasi mengurangi fosil field. Masa bicaranya masih karbonisasi, agak visioner dong,” kata Fabby.
Lagi pula, kata Fabby, solusi menggenjot produksi migas dengan aktivasi blok yang ditawarkan Prabowo-Sandi sudah lama dilakukan pemerintah Jokowi. Sayangnya, hal tersebut terbukti tak berjalan sesuai harapan lantaran sepinya investor yang berminat melakukan eksplorasi.
Dari 36 blok baru yang dilelang pemerintahan, kata Fabby, baru enam blok yang laku sepanjang 2018. “Itu artinya memang industri ini mengalami flat, atau memang sunset, tidak naik dan tidak turun,” kata Fabby.
Seharusnya, kata Fabby, Prabowo-Sandi menawarkan terobosan baru yang lebih konkret jika cara seperti itu ingin dipakai sebagai janji kampanye. Misalnya, dengan membuat skema alternatif yang lebih menguntungkan dalam investasi eksplorasi. Sebab, skema kontrak bagi hasil kotor (gross split) yang diberlakukan pemerintah saat ini membuat para investor ogah menanamkan dananya.
“Kalau skema cost recovery orang berani ambil risiko. Mereka bakal investasi besar untuk lakukan eksplorasi,” kata Fabby.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz