Menuju konten utama

Jangan Lupa, Kasus Demam Berdarah Juga Mengkhawatirkan

Di tengah pandemi Corona, Indonesia juga harus menghadapi demam berdarah yang sudah menewaskan lebih banyak orang.

Jangan Lupa, Kasus Demam Berdarah Juga Mengkhawatirkan
Seorang anak berusia tiga tahun penderita demam berdarah dangue (DBD) sedang dirawat di salah satu ruangan di RSUD Prof WZ Johanes di Kota Kupang, NTT, Jumat (7/2/2020). ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/pd.

tirto.id - Persebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan (Kemkes), sudah ada 19.391 orang yang dilaporkan terjangkit penyakit ini per Kamis (12/3/2020) kemarin. Angka itu meningkat dari hari sebelumnya yang menyentuh angka 17.820.

Angka penderita berbanding lurus dengan tingkat kematian. Tercatat, ada 132 orang meninggal akibat DBD di seluruh Indonesia, per Kamis.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemkes Siti Nadia Tarmizi menegaskan angka sesungguhnya mungkin lebih banyak. "Mungkin saja kemarin-kemarin daerah-daerah itu belum melaporkan. Karena kalau 2000 (peningkatan kasus dari Rabu-Kamis) dibandingkan 371 kabupaten kota yang melaporkan, angkanya relatif kecil," katanya kepada reporter Tirto.

Lampung menempati peringkat teratas kasus DBD, dengan jumlah kasus sebanyak 3.004. Di posisi kedua ada Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan kasus tercatat sebanyak 2.757. Sementara di posisi tiga dan empat ada Jawa Timur dan Jawa Barat yang berturut-turut mencatatkan 1.761 dan 1.420 kasus.

Meski menempati peringkat teratas, kematian akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti di Lampung tidak sebanyak NTT. Di NTT sudah ada 32 orang meninggal, sementara Lampung 13 orang. Di bawah NTT ada Jawa Tengah dengan angka kematian 16, lalu Jawa Barat 15, dan Jawa Timur yang angkanya sama seperti Lampung.

Kelompok usia produktif (20 tahun-40 tahun) jadi yang paling rentan terjangkit penyakit ini. Sementara yang paling rentan meninggal adalah anak-anak.

Nadia menengarai gigitan nyamuk paling banyak terjadi di luar ruangan. Hal ini menurutnya karena "selama ini persepsi masyarakat, aktivitas PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) itu di rumah-rumah. Sekolah-sekolah kurang mendapat perhatian untuk dipastikan bebas jentik nyamuk."

Upaya PSN sebetulnya sudah menjadi perhatian Kemkes sejak lama. Namun, imbauan itu tak seluruhnya didengar. Pemerintah daerah justru baru bergerak memberantas habitat nyamuk ketika kasus telah membengkak.

"Kalau kita melakukan PSN sebelum masa penularan satu pekan sekali itu cukup. Tapi kalau sudah masa penularan, di kecamatan saja, contoh terkecil,berarti intervensinya harus di seluruh daerah," kata Nadia.

Sebagaimana diketahui, demam berdarah memang akan mewabah di musim hujan. Saat itu akan muncul banyak genangan yang merupakan habitat nyamuk.

NTT

Salah satu daerah yang menjadi sorotan utama Kemkes adalah NTT, terutama Kabupaten Sikka yang merupakan episentrum dari infeksi DBD di provinsi ini. Dari 2.757 kasus, 1.216 kasus di antaranya terjadi di sini. Sudah ada 14 orang meninggal dunia, salah satunya anak perempuan berusia 7 tahun.

Pemerintah daerah telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas wabah ini pada Februari 2020 lalu untuk durasi 7 hari. Namun rupanya sampai saat ini kondisinya belum membaik sehingga status itu belum dicabut. Pemkab Sikka memperpanjang status KLB sampai tiga kali.

Siti Nadia Tarmizi mensinyalir ada beberapa alasan kenapa penyakit ini mewabah di Sikka. Pertama ialah soal ketersediaan rumah sakit. Pada awal masa KLB, hanya ada satu rumah sakit yang bisa jadi rujukan. Ketika jumlah penderita meningkat, ada dua rumah sakit swasta yang jadi tambahan.

Hal itu diperparah dengan keberadaan puskesmas yang tidak merata dan kapasitasnya kurang, kata Nadia. Idealnya, rumah sakit rujukan cukup merawat pasien DBD stadium 3 dan 4. Pada kondisi ini pasien memiliki trombosit antara 105 hingga 99 ribu, gusi berdarah sekali, pendarahan, dan sedikit bintik-bintik merah. Sementara puskesmas bisa digunakan untuk merawat pasien stadium 1 dan 2.

Ada pula, kata Nadia, "faktor masyarakat tidak mau dirujuk atau dirujuk terlambat sekali."

Hal lain yang memengaruhi tingginya jumlah kasus DBD di Sikka, kata Nadia, adalah lingkungan yang sulit air. Ini membikin warga terbiasa menyimpan air di berbagai wadah, yang akhirnya menjadi medium berkembang biaknya nyamuk.

Jawa Tengah

Di Jawa Tengah, salah satu lokasi paling terdampak adalah Kabupaten Temanggung. Dinas Kesehatan setempat mengatakan, tinggal satu kecamatan yang belum terjamah wabah ini. "Hanya Kecamatan Bansari yang nihil kasus DBD," kata Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung, Khabib Mualim, Rabu (11/3/2020).

Awal Januari 2020 hingga awal Februari 2020, DBD sebetulnya hanya terjadi di 60 desa di empat kecamatan dengan total 160 kejadian. Memasuki Maret, kasusnya melonjak tajam. Wabah ini menyerang hingga ke 115 desa di 19 kecamatan.

Total ada 470 kasus DBD yang tercatat sampai Kamis. Dari angka tersebut, 161 mengalami demam berdarah dengue (DBD), 202 kasus demam dengue (DD), dua kasus sindrom syok dengue, dan DBD yang diiringi kasus lain sebanyak 105.

Tiga orang meninggal dunia akibat wabah ini, satu orang dari Kecamatan Parakan pada Januari 2020, kemudian dari Manding Kecamatan Temanggung, dan satu orang terakhir dari Desa Pare di Kecamatan Kranggan pada Februari 2020.

"Namun untuk korban meninggal dari Pare itu diiringi penyakit lain, yakni kelainan hati. Penderita lainnya masih banyak yang dirawat di rumah sakit," kata Khabib.

Diperhatikan Pusat

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan saat ini pemerintah juga fokus menangani DBD, selain pandemi Corona atau COVID-19. Ia mengklaim Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah terjun langsung menangani masalah ini.

"Ini juga menjadi atensi serius. Itu juga banyak korban," kata Moeldoko di Istana Negara, Jakarta, Kamis (12/3/2020).

DBD adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk. Penderitanya akan mengalami nyeri, demam, sakit kepala, kulit kemerahan seperti campak, dan nyeri otot.

Selain pemerintah pusat, ia mengatakan pemerintah daerah semestinya turut serta menangani masalah ini. Ia enggan menjawab apakah ada kemungkinan membentuk tim khusus seperti Corona. "Tak cek dulu ke menterinya," kata Moeldoko.

Baca juga artikel terkait DBD atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino