tirto.id - Sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, atau saat kota terakhir masih bernama Yatsrib, di sana terdapat 2 kabilah besar yang saling bertikai ratusan tahun lamanya.
Dua kabilah besar di Yatsrib tersebut adalah kabilah Aus dengan sekutu Yahudi bani Quraizhah dan kabilah Khazraj dengan sekutu Yahudi bani Nadhir.
Tercatat sekitar 120 tahun dua kabilah tersebut bertikai. Kendati demikian, kedua kabilah tersebut sebenarnya merindukan perdamaian, tetapi tidak menemukan sosok yang menyatukan mereka.
Akibat perseteruan 2 kelompok suku di Yatsrib itu, setidaknya telah terjadi 4 perang besar, yaitu perang Sumir, perang Ka’b, perang Hathib, dan perang Bu’ats. Ratusan korban sudah berjatuhan dari kedua belah pihak.
Oleh sebab itu, sejak 2 tahun sebelum hijriah (620 Masehi), Nabi Muhammad SAW sering dihubungi oleh beberapa tokoh dari Yatsrib, baik asal kabilah Aus dan Khazraj. Meski Nabi Muhammad SAW memiliki banyak musuh di Makkah, ia tetap terkenal atas reputasinya sebagai Al-Amin, orang yang jujur dan terpercaya, serta pernah menyelesaikan perselisihan terkait peletakan Hajar Aswad saat pemugaran Ka'bah.
Para pemuka kabilah di Yatsrib menyadari bahwa keadaan sosial politik di kota itu mengalami krisis sehingga membutuhkan seorang hakam atau arbitrator yang mampu menyelesaikan sengketa dua suku besar. Dan, mereka lantas sepakat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang layak dan kapabel untuk menjadi sang arbitrator guna menyelesaikan konflik tersebut.
Pada saat bersamaan, perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW di Makkah juga mengalami jalan buntu. Maka itu, Rasulullah SAW mengajak kaum muslim di Makkah, yang masih berjumlah sedikit untuk hijrah menuju Yatsrib. Tentu dengan harapan, dakwah Islam disambut lebih baik oleh warga kota tersebut.
Lantas, latar belakang Piagam Madinah bermula pada 622 Masehi atau tahun pertama hijriah, Nabi Muhammad SAW membuat perjanjian dengan pelbagai kalangan yang terdiri dari beragam suku, ras, dan agama di Yatsrib, yang kemudian dikenal dengan sebutan Piagam Madinah, demikian seperti dilansir dari NU Online.
Sejarah Piagam Madinah berisi pernyataan bahwa para warga muslim dan non-muslim di Yatsrib (Madinah) adalah satu bangsa, dan orang Yahudi dan Nasrani, serta non-muslim lainnya akan dilindungi dari segala bentuk penistaan dan gangguan.
Dalam Piagam Madinah yang dideklarasikan Nabi Muhammad SAW tersebut, terdapat 47 pasal yang mengatur sistem perpolitikan, keamanan, kebebasan beragama, serta kesetaraan di muka hukum, perdamaian, dan pertahanan.
Lalu apa saja isi Piagam Madinah, Tujuan Piagam Madinah, dan fungsi Piagam Madinah? Dalam kitab Siratun Nabi (Hlm. 119-133) yang dilansir laman Elsam, Abu Muhammad Abdul Malik atau Ibnu Hisyam menulis bahwa isi Piagam Madinah adalah sebagai berikut.
ISI PIAGAM MADINAH
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah SAW, untuk kalangan mukminin dan muslimin yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri, dan berjuang bersama mereka.
Pasal 1
Sesungguhnya mereka satu umat, berbeda dari komunitas manusia lain.
Pasal 2
Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 3
Bani Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 4
Bani Sa’idah sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 5
Bani Al Hars sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 6
Bani Jusyam sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 7
Bani An Najjar sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 8
Bani ‘Amr bin ‘Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 9
Bani Al Nabit sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 10
Bani Al ‘Aus sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 11
Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau uang tebusan darah.
Pasal 12
Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya.
Pasal 13
Orang-orang mukmin yang bertakwa harus menentang orang di antara mereka yang mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.
Pasal 14
Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk membunuh orang beriman.
Pasal 15
Jaminan Allah satu. Jaminan perlindungan diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain.
Pasal 16
Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang mukminin tidak terzalimi dan ditentang olehnya.
Pasal 17
Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.
Pasal 18
Setiap pasukan yang berperang bersama harus bahu-membahu satu sama lain.
Pasal 19
Orang-orang mukmin membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.
Pasal 20
Orang musyrik Yatsrib (Madinah) dilarang melindungi harta dan jiwa orang musyrik Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.
Pasal 21
Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela menerima uang tebusan darah. Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.
Pasal 22
Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.
Pasal 23
Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza Wa Jalla dan keputusan Muhammad SAW.
Pasal 24
Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 25
Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga kebebasan ini berlaku bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga.
Pasal 26
Kaum Yahudi Bani Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 27
Kaum Yahudi Bani Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 28
Kaum Yahudi Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 29
Kaum Yahudi Bani Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 30
Kaum Yahudi Bani Al ‘Aus diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 31
Kaum Yahudi Bani Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 32
Kaum Yahudi Bani Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 33
Kaum Yahudi Bani Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 34
Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Bani Sa’labah).
Pasal 35
Kerabat Yahudi di luar kota Madinah sama seperti mereka (Yahudi).
Pasal 36
Tidak seorang pun dibenarkan untuk berperang, kecuali seizin Nabi Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi untuk menuntut pembalasan luka yang dibuat orang lain. Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan ketentuan ini.
Pasal 37
Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan Muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat kesalahan sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.
Pasal 38
Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 39
Sesungguhnya Yatsrib (Madinah) itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.
Pasal 40
Orang yang mendapat jaminan diperlakukan seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.
Pasal 41
Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.
Pasal 42
Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang di khawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza Wa Jalla, dan keputusan Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini.
Pasal 43
Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy Mekkah dan juga bagi pendukung mereka.
Pasal 44
Mereka pendukung piagam ini bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib (Madinah).
Pasal 45
Apabila pendukung piagam diajak berdamai dan pihak lawan memenuhi perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan kewajiban masing masing sesuai tugasnya.
Pasal 46
Kaum Yahudi Al ‘Aus, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.
Pasal 47
Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar bepergian aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad SAW adalah Utusan Allah.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Dhita Koesno