Menuju konten utama

Industri Foto Pernikahan yang Dirangsang Instagram

Bagaimana kebiasaan menyimpan kenangan jadi industri raksasa lewat Instagram.

Industri Foto Pernikahan yang Dirangsang Instagram
Ilustrasi pernikahan diabadikan oleh kamera. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Richard Berry Ginting sedang menyunting sekaligus menyeleksi sejumlah foto pernikahan kliennya saat dihubungi Tirto. Foto-foto itu ia ambil sehari sebelumnya, Minggu, 6 Agustus.

Richard adalah fotografer pernikahan (wedding photographer) sekaligus pemilik Trotoa, jasa fotografi pernikahan di Medan, Sumatera Utara. Hampir setiap akhir pekan, ia memang selalu sibuk mengurusi usahanya tersebut. Sebab Sabtu dan Minggu memang hari yang paling sering dipilih para pengantin menyelenggarakan resepsi pernikahan mereka.

Bagi Richard, hal itu juga sebuah keberuntungan. Ia, yang pekerjaan utamanya adalah pegawai negeri sipil, jadi bisa membagi waktu: Senin sampai Jumat jadi abdi negara, lantas akhir pekan dipakai untuk pekerjaan yang berawal dari hobi itu.

Nama Trotoa cukup besar di Medan. Pelanggan Richard sudah banyak, bahkan tak datang dari kota itu saja. “Sejak ada Instagram memang banyak perubahan,” kata Richard. Usaha jasa fotografinya yang dibuka sejak 2011 lalu makin laris manis. Richard mengaku, munculnya Instagram nyaris memangkas semua biaya promosi usahanya tersebut. “Karena ada Instagram, bujet untuk promosi memang enggak harus ada lagi.”

Richard menjadikan akun Instagram miliknya, juga akun Trotoa, sebagai portofolio; tempat para pelanggan dan calon pelanggan melihat hasil karyanya. Kemudahan akses yang disajikan Instagram juga membuat foto-fotonya tersebar lebih mudah. “Aku juga tinggal kasih hashtags: #weddingphotography #weddingphotographyIndonesia #weddingphotographynusantara,” ungkapnya.

Hashtag atau tanda pagar (tagar) adalah alat metadata yang disajikan media sosial untuk mempermudah orang-orang menemukan konten atau subjek khusus yang dicarinya. Tinggal klik saja, ribuan, mungkin jutaan foto yang memajang tagar serupa langsung tampil di layar ponsel. Portofolio digital ini juga jadi salah satu faktor usaha Richard makin laris.

Jumlah pengikut di Instagram juga berpengaruh. Angka ini, menurut Richard, biasanya jadi penanda bagi para calon pelanggan menentukan fotografer pilihannya. Ia sendiri punya lebih dari 5 ribu pengikut. Semakin banyak orang yang mengikuti, makin banyak jumlah likes yang diperoleh, sehingga makin besar pula kemungkinannya untuk muncul di kanal ‘explore’ akun-akun lain.

infografik tren pernikahan

Rio Motret, fotografer fesyen dan pernikahan yang terkenal di jagat Instagram, juga punya pandangan serupa. Kehadiran Instagram diakuinya punya dampak besar sektor usaha foto pranikah. Pengikutnya yang mencapai 1,7 juta dirasakan sangat membantu promosi.

Dari data terbaru yang dirilis Bridestory, internet memang tempat utama para calon pengantin mendapat rekomendasi vendor pernikahan. Sekitar 47,9 persen para calon pengantin menemukan rekomendasi dari online. Angka ini memang digabung dari beberapa tempat rekomendasi yang terpisah, misalnya: media sosial, mesin pencari, blog pernikahan, situs vendor, dan iklan online.

Dari 5 ribu pengantin yang ikut riset itu, sebanyak 87,2 persennya memilih mengadakan foto-pranikah. Artinya, ladang pasar usaha milik Richard memang menggiurkan.

Nancy Hallam, seorang wedding planner dari Inggris, mengatakan pada The Independent, bahwa kehadiran Instagram memang salah satu faktor utama makin berjayanya sektor usaha ini. Aplikasi berbasis foto ciptaan Kevin Systrom itu—sengaja atau tidak—telah menjembatani kebutuhan para generasi swafoto (selfie) untuk memamerkan kehidupan mereka, termasuk pernikahan.

Pengantin mana yang tak ingin acara pernikahannya didokumentasikan? Dalam riset Bridestory, para pengantin di Indonesia juga tak segan-segan merogoh kocek dalam demi memenuhi kebutuhan satu itu. Untuk foto pranikah saja, rata-rata dari mereka mengeluarkan 8 hingga 20 juta. Sementara untuk foto dan video di hari-H bisa sampai 15 hingga 30 juta.

Di kalangan tertentu, anggaran untuk jeprat-jepret itu bisa sampai ratusan juta. Hal ini tak ditampik Alisya, salah satu tim manajemen Rio Motret. Katanya, seorang klien bahkan rela mengeluarkan anggaran yang sangat mahal untuk memuaskan keinginannya merealisasikan konsep fotografi pilihannya.

“Mahal atau tidak sebenarnya, kan, relatif bagi pelanggan. Yang terpenting bagi mereka adalah hasilnya bisa memenuhi keinginan mereka,” kata Alisya.

Bukankah menyimpan foto adalah salah satu tabiat termudah menyimpan kenangan?

Baca juga artikel terkait INSTAGRAM atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Zen RS