tirto.id - Indonesia Investment Authority (INA) telah memetakan lima sektor strategis untuk fokus investasi pada tahun 2026. Kelima sektor tersebut adalah infrastruktur, kesehatan, digital, energi terbarukan, dan material maju atau advance material.
Dewan Direktur INA, Ridha Wirakusumah, mengungkapkan bahwa pendekatan INA akan berfokus pada pendalaman sektor-sektor yang memiliki nilai tambah tinggi dan dampak strategis bagi perekonomian nasional.
"Kita melihatnya dari transportasi dan logistik. Itu aja besar banget. Cold chain belum kelihatan, yang gudang belum, terus yang delivery yang lain-lain. Itu juga teknologinya harus lumayan tinggi," katanya di Menteng, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Pada sektor kesehatan, sambungnya, INA tak hanya berfokus pada rumah sakit dan farmasi retail, tetapi juga memperluas jangkauan ke alat kesehatan dan biopharma. Ridha juga menyoroti potensi besar yang belum tergarap optimal.
"Anda tau gak sih berapa jumlah orang cacat Indonesia? Ada 28 juta mungkin terakhir. Itu 10 persen. Tapi untuk bikin kaki palsu aja, harganya dari Rp5 juta sampai Rp1 miliar. Untuk bikin medical device aja kita enggak punya perusahaan," ungkapnya.
Di sektor digital, INA telah membangun data center terbesar di Indonesia yang berlokasi di Batam dengan kapasitas 72 megawatt dan investasi 720 juta dolar AS.
Fasilitas ini telah 100 persen terisi dan menggunakan teknologi mutakhir. "Kita pakai chip NVIDIA Blackwell B1 yang tidak boleh masuk ke Cina. Kita adalah yang pertama di Asia," ujarnya.
Namun, INA berencana untuk menambah kapasitas pusat data di Batam tersebut hingga 500 megawatt agar tak terlalu tertinggal dengan Singapura yang memiliki kapasitas 800 megawatt. "Kita sedang berencana meningkatkan kapasitasnya, mungkin dua kali lipat aja masih kurang,” tambahnya.
Hanya saja, menurutnya tantangan terbesar bukan dari menambah kapasitas, tapi adalah mencari siapa pembeli dari fasilitas data center tersebut. Pasalnya, selama ini fasilitas pusat data di Batam tersebut disewa oleh perusahaan teknologi multinasional Amerika Serikat: Oracle Corporation.
“Karena kita kan juga mesti pikirkan bahwa kalau kita bangun, yang beli siapa dulu. Kalau yang ini ekspor. Jadi dipakai oleh yang namanya hyperscaler. Hyperscaler ini kebetulan 100 persen itu dibeli oleh perusahaan dari Amerika yang namanya Oracle,” ucapnya.
Sementara itu, untuk energi terbarukan, INA tengah mengembangkan proyek solar panel terbesar di Indonesia Timur. Kapasitasnya jauh melebihi Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung Cirata di Purwakarta memiliki yang sebesar 192 megawatt peak (MWp).
Sektor kelima yang menjadi bidikan adalah material maju atau advance material, yang mencakup pengembangan litium dan silikon. Ridha menekankan pentingnya kemitraan strategis dalam menjalankan investasi-investasi ini.
"Partner kita berasal dari sovereign wealth fund, dana pensiun, asuransi, asset manager, dan perusahaan strategis yang memang punya teknologi capable," katanya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id






































