tirto.id - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso, menyoroti capaian imunisasi anak di Indonesia yang masih rendah pasca pandemi COVID-19 melanda.
Piprim berujar bahwa komunikasi efektif jadi kunci utama untuk meyakinkan masyarakat agar mau membawa buah hatinya untuk diimunisasi.
“Bagaimana komunikasi efektif itu agar supaya bisa menjelaskan dan berdiskusi dengan nyaman. Dengan orangtua pasien khususnya orang yang masih ragu-ragu. Karena kuncinya salah satunya komunikasi,” ujar Piprim dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (29/5/2023).
Ia menegaskan bahwa imunisasi dasar anak-anak esensial sudah disediakan gratis oleh pemerintah dan tersedia mudah di mana-mana.
“Hanya saja tinggal kemauan masyarakat mau semangat kembali imunisasi,” sambung Piprim.
Piprim menyatakan bahwa dampak capaian imunisasi yang kedodoran bisa dibuktikan dengan munculnya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit-penyakit yang sejatinya dapat dicegah dengan imunisasi. Seperti polio, campak, atau difteri.
Di sisi lain, Ketua Satgas Imunisasi IDAI Hartono Gunardi menyatakan, memang masih banyak masyarakat yang khawatir terhadap imunisasi karena ditakutkan menimbulkan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi).
Padahal, kata Hartono, KIPI merupakan respons umum tubuh setelah mendapatkan vaksinasi. Ia menyatakan bahwa respons paling umum merupakan timbulnya demam setelah imunisasi.
“Efek samping vaksin biasanya ringan dan sementara,” kata Hartono dalam kesempatan yang sama.
Ia menambahkan, bahkan dari hasil penelitian IDAI, demam tinggi di atas 38 derajat Celsius setelah imunisasi, hanya terjadi pada satu persen anak atau satu dari seratus anak yang diimunisasi.
“Bila sudah timbul demam silakan diberikan obat. Tapi jangan sebelumnya karena tidak semuanya muncul demam,” sambung Hartono.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Maya Saputri