tirto.id - Pemerintah secara resmi telah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). SK HTI dengan nomor registrasi AHU-00282.60.10.2014 pada 2 Juli 2014 itu dicabut Kemenkumham pada Rabu, 19 Juli 2017.
Dalam pernyataan pers pada Rabu pagi (19/7/2017), Dirjen Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Freddy Harris menyampaikan pencabutan SK Badan Hukum itu merupakan sebuah tindak lanjut dari Perppu no 2 tahun 2017 tentang Ormas yang diterbitkan oleh pemerintah 12 Juli 2017 lalu.
“Pemerintah mengatur penindakan dan sanksi kepada ormas melalui Perppu No. 2 Tahun 2017. Tindakan tegas diberikan kepada perkumpulan/ormas yang melakukan upaya atau aktivitas yang tidak sesuai dengan kehidupan ideologi Pancasila dan hukum NKRI,” kata Freddy Harris di kantor Kemenkumham.
Menurut Freddy, pencabutan SK untuk HTI itu telah melalui pertimbangan aspek politik, hukum dan HAM yang ada. Sehingga, meskipun HTI mencantumkan Pancasila sebagai ideologi dalam AD/ART mereka, tapi tetap dianggap secara fakta menyimpang dalam kegiatannya.
"Pencabutan SK Badan Hukum HTI bukanlah keputusan sepihak, melainkan hasil dari sinergi badan pemerintah yang berada di ranah politik, hukum, dan keamanan,” ujar dia.
Menurut Freddy jika ada pihak-pihak yang berkeberatan dengan keputusan ini dipersilahkan untuk mengambil upaya hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. "Silahkan mengambil jalur hukum," kata Freddy Harris.
Menyusul keputusan Kemenkumham, Juru Bicara HTI Ismail Yusanto menyatakan, pihaknya pihaknya akan berkomunikasi dengan kuasa hukum mereka Yusril Ihza Mahendra untuk menentukan langkah hukum selanjutnya.
"Kami akan berkomunikasi terlebih dahulu dengan Yusril untuk mempelajari dulu hal ini dan mempertimbangkan langkah hukum yang akan diambil," kata dia kepada Tirto, Rabu (19/7).
Ismail memastikan pihaknya akan melakukan banding terhadap pencabutan SK ini untuk memperjuangkan hak berserikat organisasinya di negara Indonesia. "Tentu kami akan menggugat kembali dan akan berproses di pengadilan. Tapi kami terlebih dahulu akan bertemu Pak Yusril untuk langkah pastinya," katanya.
Alasan Ismail, dengan pencabutan status hukum untuk kliennya, pemerintah telah melakukan dobel kesewenangan terhadap hak berserikat di Indonesia. "Kami menganggap pemerintah telah melakukan dobel kesewenangan dengan pencabutan SK ini. Pertama, dengan penerbitan Perppu itu sudah merupakan kesewenangan pada demokrasi. Kedua, pencabutan SK ini pemerintah telah melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri," ucap Ismail.
Pelanggaran peraturan oleh pemerintah itu, alasan Ismail, karena dalam prosedur yang diatur dalam UU Ormas pembubaran Ormas apabila satu Ormas melakukan pelanggaran. "Kami tidak pernah melakukan pelanggaran. Tidak ada surat peringatan yang kami terima sampai saat ini. Di situ diatur bila melakukan pelanggaran ada prosedur diberi surat peringatan, lalu diproses di pengadilan. Ini jelas kesewenangan," katanya.
Ismail juga menilai bahwa tuduhan bahwa HTI bertentangan dengan Pancasila merupakan aksi sepihak pemerintah. "Itu tuduhan sepihak saja kepada kami dari pemerintah. Tidak ada bukti," kata dia.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Agung DH