Menuju konten utama

Hasil Survei: Tingkat Aktivisme Politik Masyarakat Masih Rendah

Oktafia menyebut 62 persen masyarakat berada pada tingkat aktivisme politik yang rendah.

Hasil Survei: Tingkat Aktivisme Politik Masyarakat Masih Rendah
Petugas menunjukkan tinta yang akan digunakan untuk Pemilu 2024.

tirto.id - Survei Nasional Kawula17 kuartal II-2024 mengungkap bahwa 90 persen masyarakat mengetahui dan berencana untuk berpartisipasi dalam Pilkada Serentak 2024. Namun, tingkat aktivisme politik masyarakat masih rendah.

Menurut Researcher dari Kawula17, Oktafia Kusuma, mayoritas masyarakat hanya berperan sebagai penonton pasif, dan hanya sedikit yang terlibat aktif dalam kegiatan politik.

“Tidak ada pola atau perbedaan signifikan antara usia tertentu. Rendahnya tingkat aktivisme ini terjadi secara merata di seluruh lapisan usia, mulai dari yang muda hingga usia tua,” kata Oktafia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/9/2024).

Oktafia menyebut 62 persen masyarakat berada pada tingkat aktivisme politik yang rendah. Kelompok terbesar adalah "spectator" atau penonton, yakni 40 persen, yang mengikuti perkembangan politik secara pasif dengan menonton berita atau membaca artikel tanpa terlibat langsung.

Rendahnya aktivisme ini ditemukan di area pedesaan maupun perkotaan. Hanya sedikit yang berada di kelompok aktivis (13%) dan gladiator (2%), yang aktif dalam partai politik, pemilu, atau organisasi politik.

Selain itu, survei ini juga menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat tidak pernah atau jarang mengikuti acara-acara pertemuan warga yang membahas isu-isu lokal.

Sebanyak 55% masyarakat menyatakan tidak pernah atau jarang mengikuti acara tersebut, sementara hanya 16% yang sering atau sangat sering menghadiri pertemuan warga. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesadaran dan antusiasme tinggi terhadap pilkada, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik sehari-hari masih perlu ditingkatkan.

“Temuan ini juga mengingatkan kembali pada kita bahwa masih banyak orang di sekeliling kita yang tidak peduli atau hanya menjadi penonton proses politik. Tantangannya adalah mendorong partisipasi konstituen untuk lebih aktif mendengar serta menyampaikan suara masyarakat dalam pembuatan kebijakan,” ucap Oktafia.

Survei ini mengidentifikasi beberapa faktor yang dapat mendorong atau menghambat aktivisme politik di Indonesia. Adapun faktor yang dapat mendorong aktivisme karena akses terhadap informasi dan pendidikan politik yang lebih baik masyarakat serta sering mencari informasi saat pemilu cenderung lebih aktif dalam diskusi politik dan partisipasi organisasi sosial atau politik.

Di sisi lain, faktor yang menghambat aktivisme politik termasuk apatisme terhadap sistem politik yang ada karena merasa bahwa suara masyarakat tidak akan mengubah apa pun, sehingga memilih untuk tidak terlibat. Kemudian, kurangnya pendidikan dan kesadaran politik masyarakat.

"Banyak orang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang politik dan hak-hak mereka sebagai warga negara, sehingga mereka kurang tertarik untuk terlibat dalam aktivitas politik," tutur Oktafia.

Survei lembaga ini dilakukan pada tanggal 12-21 Juli 2024 dengan ukuran sampel representatif sebesar 408 masyarakat dari seluruh Indonesia dan diikuti oleh masyarakat berusia 17-44 tahun dengan margin of error 5%.

Survei Nasional Kawula17 Q2 2024 mengungkap bahwa 90 persen masyarakat mengetahui dan berencana untuk berpartisipasi dalam Pilkada Serentak 2024. Namun, tingkat aktivisme politik masyarakat masih rendah.

Menurut Researcher dari Kawula17, Oktafia Kusuma, mayoritas masyarakat hanya berperan sebagai penonton pasif, dan hanya sedikit yang terlibat aktif dalam kegiatan politik.

“Tidak ada pola atau perbedaan signifikan antara usia tertentu. Rendahnya tingkat aktivisme ini terjadi secara merata di seluruh lapisan usia, mulai dari yang muda hingga usia tua,” kata Oktafia dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/9/2024).

Oktafia menyebut 62 persen masyarakat berada pada tingkat aktivisme politik yang rendah. Kelompok terbesar adalah "spectator" atau penonton, yakni 40 persen, yang mengikuti perkembangan politik secara pasif dengan menonton berita atau membaca artikel tanpa terlibat langsung.

Rendahnya aktivisme ini ditemukan di area pedesaan maupun perkotaan. Hanya sedikit yang berada di kelompok aktivis (13%) dan gladiator (2%), yang aktif dalam partai politik, pemilu, atau organisasi politik.

Selain itu, survei ini juga menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat tidak pernah atau jarang mengikuti acara-acara pertemuan warga yang membahas isu-isu lokal.

Sebanyak 55% masyarakat menyatakan tidak pernah atau jarang mengikuti acara tersebut, sementara hanya 16% yang sering atau sangat sering menghadiri pertemuan warga. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesadaran dan antusiasme tinggi terhadap pilkada, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik sehari-hari masih perlu ditingkatkan.

“Temuan ini juga mengingatkan kembali pada kita bahwa masih banyak orang di sekeliling kita yang tidak peduli atau hanya menjadi penonton proses politik. Tantangannya adalah mendorong partisipasi konstituen untuk lebih aktif mendengar serta menyampaikan suara masyarakat dalam pembuatan kebijakan,” ucap Oktafia.

Survei ini mengidentifikasi beberapa faktor yang dapat mendorong atau menghambat aktivisme politik di Indonesia. Adapun faktor yang dapat mendorong aktivisme karena akses terhadap informasi dan pendidikan politik yang lebih baik masyarakat serta sering mencari informasi saat pemilu cenderung lebih aktif dalam diskusi politik dan partisipasi organisasi sosial atau politik.

Di sisi lain, faktor yang menghambat aktivisme politik termasuk apatisme terhadap sistem politik yang ada karena merasa bahwa suara masyarakat tidak akan mengubah apa pun, sehingga memilih untuk tidak terlibat. Kemudian, kurangnya pendidikan dan kesadaran politik masyarakat.

"Banyak orang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang politik dan hak-hak mereka sebagai warga negara, sehingga mereka kurang tertarik untuk terlibat dalam aktivitas politik," tutur Oktafia.

Survei lembaga ini dilakukan pada tanggal 12-21 Juli 2024 dengan ukuran sampel representatif sebesar 408 masyarakat dari seluruh Indonesia dan diikuti oleh masyarakat berusia 17-44 tahun dengan margin of error 5%.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Politik
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Anggun P Situmorang