Menuju konten utama

Hasil Penelitian: Demokrasi Tingkatkan Kesehatan Masyarakat

“Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa demokrasi dan kesehatan rakyat semakin tak terpisahkan,” tulis Tara Templin, anggota tim penelitian.

Hasil Penelitian: Demokrasi Tingkatkan Kesehatan Masyarakat
Relawan demokrasi pemilihan umum (Pemilu) 2019 mengikuti upacara pengukuhan di Banda Aceh, Aceh, Senin (21/1/2019). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/pras.

tirto.id - Hasil penelitian terbaru dari Stanford University School of Medicine (Stanford Medicine) yang berbasis di California, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa sistem demokrasi telah berperan dalam meningkatkan kesehatan global, terutama pada penyebab kematian orang dewasa, seperti penyakit tidak menular, tuberkulosis, kardiovaskular, cedera transportasi, bahkan HIV, dan lain-lain.

Penelitian yang dipublikasikan The Lancet ini menjelaskan bahwa lembaga dan proses demokrasi, khususnya pemilihan umum yang bebas dan adil, dapat menjadi katalisator penting untuk meningkatkan kesehatan populasi manusia.

“Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa demokrasi dan kesehatan rakyat semakin tak terpisahkan,” tulis Tara Templin, anggota tim penelitian itu.

Kardiovaskular, tuberkulosis, cedera transportasi, dan beberapa penyakit tidak menular bertanggungjawab atas 25 persen dari total kematian dan kecacatan pada orang yang berusia kurang dari 70 tahun di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Selama 20 tahun terakhir, demokrasi mengurangi angka kematian di negara-negara berkembang dari tuberkulosis dan kardiovaskular serta beberapa jenis penyakit tidak menular antara 8-10 persen.

“Pemilihan umum yang bebas dan adil tampaknya penting untuk meningkatkan kesehatan orang dewasa dan hasil penyakit yang tidak menular, serta kemungkinan besar dengan meningkatkan akuntabilitas dan daya tanggap pemerintah,” kata Templin.

Para peneliti menggunakan data dari berbagai sumber, termasuk dari Global Burden of Diseases, Injuries and Risk Factors Study, V-Dem, dan Pendanaan Database Kesehatan Global, yang mencakup 170 negara dari tahun 1970 hingga 2015.

Templin dan kawan-kawan menemukan bahwa kehidupan demokrasi ternyata berhubungan dengan penanganan penyakit menjadi lebih baik, bahwa demokrasi dapat memberikan prioritas lebih tinggi untuk investasi perawatan kesehatan.

Harapan hidup bebas HIV pada usia 15 tahun, misalnya, meningkat secara signifikan, rata-rata sebesar 3 persen setiap 10 tahun selama masa studi. Namun, hubungan antara pemilihan umum yang adil dan kesehatan global ini masih sedikit dipahami.

"Pemerintahan demokratis belum menjadi kekuatan pendorong dalam kesehatan global. Banyak negara yang memiliki peningkatan terbesar dalam harapan hidup dan kematian anak selama 15 tahun terakhir adalah otokrasi pemilu yang mencapai keberhasilan kesehatan mereka dengan kontribusi besar bantuan asing," jelas Templin.

Tercatat bahwa Ethiopia, Myanmar, Rwanda, dan Uganda mampu memperpanjang harapan hidup warga mereka selama 10 tahun atau lebih antara tahun 1996 dan 2016. Negara-negara ini termasuk di antara dua lusin penerima bantuan asing untuk kesehatan.

Sementara negara otonom seperti Kuba dan Cina, yang dikenal menyediakan perawatan kesehatan yang baik dengan biaya rendah, tidak selalu berhasil pada pengobatan dan pencegahan penyakit tidak menular.

Sebuah penelitian pada 2017, misalnya, menemukan bahwa harapan hidup sebenarnya di Cina lebih rendah dari harapan hidup saat lahir dari 1980 hingga 2000 dan hanya meningkat selama dekade terakhir dengan meningkatnya pengeluaran kesehatan pemerintah. Di Kuba, tingkat harapan hidup yang diamati telah menurun drastis.

"Studi ini menunjukkan bahwa pemerintahan yang demokratis dan promosinya, bersama dengan langkah-langkah akuntabilitas pemerintah lainnya, dapat lebih meningkatkan upaya untuk meningkatkan kesehatan populasi,” ujar Templin

Baca juga artikel terkait DEMOKRASI atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Febriansyah
Editor: Iswara N Raditya