Menuju konten utama

Ide Koalisi Permanen Dinilai Merugikan Rakyat & Demokrasi

Koalisi permanen bisa membuat demokrasi kehilangan makna, karena tidak ada kompetisi politik.

Ide Koalisi Permanen Dinilai Merugikan Rakyat & Demokrasi
Presiden Prabowo Subianto (kanan) yang juga Ketua Umum Partai Gerindra bersama Presiden ke-7 Joko Widodo (ketiga kanan) dan Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad (kedua kanan) menghadiri perayaan HUT ke-17 Partai Gerindra di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025).ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/agr

tirto.id - Kawal Pemilu dan Demokrasi (KPD) menilai koalisi permanen yang diwacanakan oleh Presiden Prabowo Subianto berpotensi merugikan demokrasi. Hal ini karena akan terjadi ketidakseimbangan kekuatan politik sehingga kebijakan pemerintah bisa berjalan tanpa kontrol yang efektif.

"Koalisi permanen dapat menciptakan monopoli kekuasaan, di mana partai-partai terpaksa ikut dalam koalisi besar," ujar Koordinator Nasional Kawal Pemilu dan Demokrasi (KPD), Miftahul Arifin, kepada Tirto, Minggu (16/2/2025).

Padahal, kata pria yang akrab disapa Miftah, demokrasi yang sehat memerlukan persaingan ide dan gagasan antar partai. Bukan sebaliknya, yang malah membuat kekuatan koalisi penuh seperti terjadi saat ini.

Dia khawatir jika dalam demokrasi ada satu kelompok yang terlalu dominan berpotensi terjadi pengendalian sistem politik yang tidak sehat.

"Demokrasinya mengarah ke demokrasi prosedural bukan subtansial, pemilu tetap diadakan, tetapi tidak ada persaingan politik yang berarti. Dan pemilu hanya menjadi formalitas saja," terangnya.

Koalisi permanen, lanjut Miftah, bisa membuat demokrasi kehilangan makna, karena tidak ada kompetisi politik. Rakyat pun akan kehilangan alternatif pilihan dalam pemilu.

"Padahal dalam demokrasi rakyat harus lebih disuguhkan berbagai macam alternatif pilihan. Pemilu harus memberikan pilihan yang kompetitif kepada rakyat," jelasnya.

Tak jauh berbeda, peneliti Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Annisa Alfath, melihat wacana menjadikan koalisi saat ini menjadi permanen dapat mengarah pada lemahnya oposisi. Apalagi koalisi saat ini sudah terbilang gemuk.

"Oposisi yang lemah kemudian bisa berpengaruh terhadap transparansi dan akuntabilitas pemerintahan," kata Annisa kepada Tirto, Minggu (16/2/2025).

Wacana menjadikan koalisi permanen ini, kata Annisa juga di luar atau tidak sesuai dengan semangat Indonesia sebagai negara yang menganut sistem presidensial. Ia khawatir koalisi yang gemuk saat ini mempengaruhi independensi eksekutif dan juga legislatif.

"Koalisi gemuk saat ini antara eksekutif dan legislatif menihilkan check and balance dalam melahirkan kebijakan," imbuh dia.

Terlebih lagi, banyak kebijakan di pemerintahan saat ini yang semerawut dan tidak lagi berorientasi pada kepentingan rakyat, melainkan hanya untuk stabilitas kekuasaan elite. Hal ini tentunya menyalahi prinsip utama demokrasi yang seharusnya ada keseimbangan antara pemerintah dan oposisi.

"Wacana mempermanenkan koalisi hanya akan menyuburkan oligarki politik," pungkas dia.

Sebelumnya, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, menyebut Presiden Prabowo Subianto menawarkan koalisi permanen kepada parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM).

"Intinya memperkuat koalisi, Pak Prabowo menawarkan koalisi permanen," ucapnya usai mengikuti perayaan hari ulang tahun (HUT) Partai Gerindra yang dihadiri elite parpol KIM di Hambalang, Jawa Barat, Jumat (14/2/2025).

Menurut dia, PKB pun menyambut baik tawaran Prabowo terkait pembentukan koalisi permanen. Kata Imin, koalisi itu tak hanya bertahan hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029, melainkan selamanya.

"Tentu PKB menyambut baik koalisi permanen. Menjadi perkuatan dari percepatan pembangunan," ujarnya.

Baca juga artikel terkait KOALISI INDONESIA MAJU atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Politik
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Bayu Septianto