tirto.id - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, tengah mempertimbangkan pembekuan aliran dana bantuan luar negeri secara besar-besaran. Imbasnya, US Agency for International Development (USAID) bakal ditutup.
Menukil laporan BBC, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menuduh kepemimpinan USAID melakukan "ketidakpatuhan" dan mengatakan bahwa dia kini mengambil posisi sebagai "pemimpin sementara" di lembaga tersebut.
Presiden Trump dan salah satu penasihat utamanya, Elon Musk, memang dikenal sangat kritisterhadap USAID. Menurut Musk, Trump telah menyetujui penutupan USAID karena lembaga tersebut dinilai sudah tak lagi bermanfaat.
“Dia setuju kita harus menutupnya," ujar Elon Musk, dikutip dari AP, Selasa (4/2/2025).
Musk juga mengibaratkan USAID dengan ungkapan “cacing dalam apel” alias lembaga yang rusak dari dalam. Tak hanya itu, menurutnya, USAID sudah tak lagi ada manfaatnya.
“Ternyata ia bukanlah sekadar apel yang mengandung cacing, malah hanya segumpal cacing. Praktisnya, Anda harus menyingkirkan semuanya. Ia tidak bisa diperbaiki lagi. Kami akan mematikannya," urai Musk.
Musk mengatakan hal tersebut setelah dua kepala keamanan USAID menolak memberikan akses ke materi-materi rahasia kepada tim inspeksi dari anggota Department of Government Efficiency (DOGE) yang baru dibentuk di awal pemerintahan Trump.
Tak berhenti di situ, Musk melalui akun X-nya menyatakan bahwa USAID merupakan organisasi kriminal dan sudah saatnya ia dibubarkan.
USAID is a criminal organization.
Time for it to die. https://t.co/sWYy6fyt1k
Seperti yang dilaporkan VOA Indonesia (3/2/2025), Trump memerintahkan pembekuan sebagian besar bantuan luar negeri Amerika sebagai bagian dari kebijakan "America First"-nya yang mengejutkan dunia.
Sementara itu, Musk dikabarkan juga telah mendapat akses atau bahkan sudah mengambil alih kendali sejumlah sistem pemerintahan.
Mengenal USAID
USAID adalah lembaga resmi yang bertugas untuk mengelola program bantuan kemanusiaan global atas nama Pemerintah AS.
Ia didirikan pada awal 1960-an dan mempekerjakan sekitar 10.000 orang yang dua pertiganya bekerja di luar negeri. USAID memiliki basis di lebih dari 60 negara dan bekerja di puluhan negara lainnya. Namun, sebagian besar pekerjaan di lapangan dilaksanakan oleh organisasi lain yang dikontrak dan didanai oleh USAID.
Mengutip laporan Reuters, AS sejauh ini merupakan negara dengan jumlah donor terbesar di dunia. Pada tahun fiskal 2023, misalnya, AS melalui USAID menggelontorkan bantuan luar negeri senilai US$72 miliar ke seluruh dunia untuk berbagai program.
Indonesia merupakan salah satu negara yang turut mendapatkan bantuan luar negeri dari AS, diantaranya juga melalui USAID. Pada 2023 misalnya, USAIDmeluncurkan Rencana program di Indonesia sebagai negara prioritas Strategi Global Sektor Air dari Pemerintah AS.
USAID mulanya akan menginvestasikan lebih dari US$50 juta untuk menjangkau lebih dari satu juta orang Indonesia dengan akses layanan air minum dan sanitasi aman, berkelanjutan, dan berketahanan iklim pada 2027.
USAID juga akan memobilisasi US$300 juta untuk sektor air minum dan sanitasi di Indonesia sekaligus memperkuat 100 lembaga di sektor air dan sanitasi.
Terbaru, pada November 2024, USAID dan Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas) telah menyepakatiperpanjangan masa berlaku Kerangka Kerja Sama Pembangunan Bilateral hingga September 2026 mendatang.
Perjanjian yang telah diperpanjang tersebutmencakup tambahan komitmen USAID senilai US$150 juta. Itu membuat investasi USAID di Indonesia yang telah berlangsung sejak 2020bertambah menjadi US$800 juta.
Program-program dalam skema kerja sama pembangunan tersebutpun meliputi berbagai bidang dan kegiatan, antara lain tata kelola pemerintahan dan demokrasi, pembangunan ekonomi, kelestarian lingkungan hidup, dan kesehatan.
Merunut lebih jauh ke belakang, kerja sama pembangunan antara Pemerintah Indonesia dan USAID sendiri telah berjalan selama 75 tahun. Selama itu,USAIDtak hanya berkolaborasi dengan pemerintah, tapi juga dengan masyarakat sipil melalui NGO dan CSO dan sektor swasta.
Seiring dengan rencana pemerintahan Trump melikuidasinya, USAID melalui akun instagram resminya pada 24 Januari 2025 mengumumkan pembatalan rekrutmen beberapa posisi kontraktor (personal service contractor/PSC) yang bakal ditempatkan di Indonesia. Keterbatasan anggaran menjadi alasan utama pembatalan rekrutmen tersebut.
Lalu, bagaimana dampaknya terhadap Indonesia?
Pendanaan Gerakan Masyarakat Sipil Bakal Seret?
Salah satu penerima manfaat USAID di bidang riset dan advokasi media dan jurnalisme di Indonesia, Engelbertus Wendratama, menilai bahwa kebijakan Trump menghentikan bantuan luar negeri merupakan sesuatu yang memprihatinkan, khususnya bagi perkembangan media dan demokrasi di Indonesia.
Engelbertus bercerita bahwa belum lama ini, dirinya bersama lembaga riset Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) tengah melakukan penelitian tentang perlindungan hukum bagi media alternatif dengan bantuan USAID.
Namun, pendanaan dari USAID mendadak berhenti seiring dengan adanya polemik pembubaran lembaga itu.
“Tapi, untungnya sudah di tahap akhir, kegiatannya sudah selesai. Dan banyak NGO yang mengalami itu. Ada yang baru di tengah jalan [pendanaan dihentikan], ada yang baru mau mulai gitu,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Selasa (4/2/2025).
Lebih lanjut, Engelbertus menilai bahwa komitmen masyarakat untuk mendukung demokrasi sangat membutuhkan bantuan dari negara-negara besar.
“Dan USAID adalah salah satu donatur besar di bidang itu,” ujarnya.
Secara lebih luas, dia melihat kebijakan Trump sebagai berita buruk bagi demokrasi dan kemanusiaan global. Menurutnya, kebijakan itu berpotensi merugikan kelompok minoritas dan kelompok rentan.
“Ini sebuah kemunduran demokrasi global. Karena, selama ini, Amerika salah satu sponsor terbesar untuk demokrasi itu,” ujarnya.
Meski begitu, Engelbertus menilai bahwa gerakan masyarakat sipil di bidang media dan demokrasi tak lantas layu begitu saja. Pasalnya, masih ada pendonor lain yang bisa membantu.
“Uni Eropa (EU) ini yang akan memainkan peran lebih besar jika Amerika Serikat memutuskan untuk mundur atau mengurangi pengaruhnya dalam gerakan mendukung demokrasi dan kebebasan berekspresi dan hak-hak warga,” ujarnya.
Sementara itu, peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Parasurama, menyebut bahwa langkah Trump membekukan USAID akan memengaruhi stabilitas pendanaan gerakan HAM termasuk di ruang digital.
“Dampak yang dihasilkan dari pembekuan ini sekaligus menunjukkan bahwa keberlanjutan pendanaan menjadi salah satu isu utama dalam gerakan masyarakat sipil hari ini. Tidak hanya terkait agenda demokratisasi, namun juga kesejahteraan orang-orang di dalamnya,” ujar Parasurama saat dihubungi Tirto, Selasa (4/2/2025).
Parasurama menilai bahwa dalam sebuah gerakan masyarakat sipil, pendanaan menjadi salah satu hal yang penting. Oleh karena itu, gerakan perlu melakukan diversifikasi pendanaan agar tidak menjadidonor driven dan terjebak dalam kepentingan tertentu.
Menurut Parasurama,meski dana dari USAID berhenti mengalir, dampaknya tidak akan membesar dan memengaruhi agenda-agenda demokratisasi ruang digital.
“Karena, berbagai gerakan masyarakat sipil di isu tersebut di Indonesia tidak mengandalkan pada sokongan satu jenis pendanaan saja,” ujarnya.
Pada Selasa (4/2/2025), Tirto mencoba mengakses situs USAID. Namun, situs tersebut tidak bisa lagi diakses. Lebih lanjut, Tirto juga telah menghubungi Staf Program USAID di Indonesia. Namun, dirinya menolak untuk memberikan komentar lebih lanjut terkait isu ini.
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Fadrik Aziz Firdausi