Menuju konten utama

Harga Ayam Meroket, Warga Tegal dan Pemalang Menjerit

Harga ayam potong di daerah Pemalang dan Tegal itu disebut mencapai Rp38 ribu hingga mencapai Rp45 ribu per kilogram.

Harga Ayam Meroket, Warga Tegal dan Pemalang Menjerit
Ayam fillet di lapak salah seorang pedagang ayam di Pasar Pal Merah, Jakarta Barat, Jumat (1/6/2018). Harga ayam potong dan ayam fillet pada minggu ketiga bulan Ramadan mulai naik. Harga ayam potong per 1 Juni Rp. 40.000 yang sebelumnya pada situs Info Pangan Jakarta per 31 Mei Rp. 28.000, sedangkan harga ayam fillet per 1 Juni Rp.53.000-55.000, yang sebelumnya Rp. 45.000. tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Kenaikan harga ayam potong di Jawa Tengah tak hanya membebani pedagang, tapi juga konsumen.

Di Pasar Trayeman, Slawi, Tegal, warga mengeluh karena pedagang ayam semakin sedikit dan menjual ayam dengan harga tinggi. Di Pemalang, pedagang keliling mulai merasakan tekanan akibat sepi pembeli.

Salah seorang warga Slawi, Bu Endah, mengaku semakin sulit membeli ayam.

“Sekarang beli ayam susah, harganya mahal. Biasanya hari biasa tidak seperti ini, tapi sekarang di pasaran banyak pedagang yang tidak jualan, pedagang memilih berhenti jualan karena harga terus naik,” ujarnya, Jumat, (26/9/2025).

Ia menambahkan, jumlah pedagang ayam potong makin langka di Pasar Trayeman. Hal ini membuat harga ayam melonjak hingga Rp41 ribu–Rp42 ribu per kilogram.

“Kalau sudah begini, juga repot, apalagi ini bukan hari besar, tapi harga naiknya sudah tinggi sekali,” keluh Bu Endah.

Di Pemalang, Wahono, pedagang ayam keliling, juga ikut merasakan dampak turunnya daya beli. Ia menjual ayam potong dengan harga Rp45 ribu per kilogram agar tetap untung, meskipun banyak pembeli mengeluh.

“Banyak pembeli yang bilang ‘mahal’ bahkan batal beli kalau tahu harga. Tapi saya tidak bisa jual lebih murah karena biaya saya juga tinggi,” katanya.

Sementara itu, Ismail, pedagang di Pasar Belik Pemalang, bicara dari sisi pasokan. Ia membeli ayam hidup seharga Rp24.500 per kilogram dan menjualnya Rp38 ribu–Rp40 ribu.

“Kalau saya turunkan harga, saya rugi. Kalau saya naikkan terlalu tinggi, pembeli kabur. Jadi kami di pedagang seperti berada di tengah-tengah yang sulit,” keluhnya.

Kenaikan harga ayam dipicu oleh berbagai faktor. Selain mahalnya harga pakan dan meningkatnya permintaan musiman, program Makan Bergizi Gratis (MBG) disebut ikut mendorong lonjakan kebutuhan ayam di pasaran.

Enan, pedagang ayam potong di Slawi, menilai program tersebut meski bertujuan baik, tetapi berimbas pada harga.

"Program MBG itu sebenarnya bagus, anak-anak sekolah bisa makan ayam. Tapi akhirnya permintaan jadi naik, harga di peternak ikut terdongkrak. Kami yang di pasar malah susah, karena pembeli menurun, tapi harga tidak bisa dikendalikan,” jelasnya.

Peneliti Public Policy and Human Rights (RIGHTS), Zidna Aenun, menilai lonjakan harga ayam akan terus terjadi jika persoalan struktural tidak segera dibenahi.

Menurutnya, ketergantungan pada impor pakan dan rantai distribusi yang panjang membuat harga di pasaran mudah naik.

"Selama pakan masih bergantung pada impor dan distribusi tidak efisien, harga ayam akan terus fluktuatif. Program MBG memperbesar permintaan, tapi supply tidak siap. Akibatnya harga naik, dan pedagang kecil yang paling kena dampaknya,” tegasnya.

Zidna menambahkan, pemerintah seharusnya sudah menyiapkan strategi sebelum meluncurkan program besar seperti MBG.

"Solusinya bukan menghentikan MBG, tapi memperkuat hulu-hilir. Pemerintah perlu mendorong produksi pakan lokal supaya tidak tergantung impor, menata distribusi ayam agar lebih singkat, dan memastikan peternak kecil mendapat akses subsidi. Dengan begitu, pasokan bisa stabil dan harga di pasar terkendali,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait HARGA PANGAN atau tulisan lainnya dari Tegalterkini.id

tirto.id - Flash News
Kontributor: Tegalterkini.id
Penulis: Tegalterkini.id
Editor: Andrian Pratama Taher