tirto.id - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan harga referensi produk minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) mengalami peningkatan. Saat ini, harga referensi CPO untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan Pungutan Ekspor (PE) pada 16 hingga 28 Februari 2023 mencapai 880,03 dolar AS per metrik ton.
Nilai tersebut telah meningkat sebesar USD 0,72 atau 0,08 persen dari periode 1 – 15 Februari 2023, yaitu sebesar USD 879,31/MT. Kenaikan harga referensi CPO telah menjauhi ambang batas sebesar 680 dolar AS per metrik ton.
"Untuk itu pemerintah mengenakan bea keluar (BK) CPO sebesar 74 dolar AS per metrik ton dan tarif pungutan ekspor (PE) CPO sebesar 95 dolar AS per metrik ton," tutur Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso, dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (18/2/2023).
Penetapan tersebut, telah tercantum dalam keputusan Menteri Perdagangan nomor 146 tahun 2023 mengenai harga referensi Crude Palm Oil yang dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Periode 16 sampai 28 Februari 2023.
Bea keluar CPO pada periode saat ini mengacu pada kolom angka 6 lampiran huruf C Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 123/PMK.010/2022 sebesar USD 74/MT. Sementara itu, tarif pungutan ekspor CPO untuk di periode yang sama merujuk kepada lampiran huruf C PMK Nomor 154/PMK.05/2022 sebesar 95 dolar AS/MT.
Budi menjelaskan, nilai BK CPO dan PE CPO tersebut telah meningkat dari BK CPO dan PE CPO pada periode 1 hingga 15 Februari 2023. Peningkatan harga referensi CPO dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Salah satunya perubahan kebijakan biodiesel Indonesia dari B30 menjadi B35, serta pengetatan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) Indonesia dengan membekukan sebagian hak ekspor CPO dan produk turunannya hingga 30 April 2023.
Sebelumnya, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman, memproyeksikan jumlah ekspor sawit pada 2023 akan tumbuh mencapai 36 hingga 38 juta metrik ton.Perkiraan itu diambil mengingat ekspor sawit belakangan telah berangsur pulih usai larangan ekspor crude palm oil (CPO) dicabut.
"Sekarang berangsur kegiatan ekspor normal, sehingga kita proyeksi pada 2023 ekspor sawit di kisaran 36 - 38 juta metrik ton," katanya dalam Press Conference Kinerja Sektor Sawit, di Grand Hyatt Jakarta, Kamis (22/12/2022).
Selain itu, jumlah produksi sawit di dalam negeri juga diperkirakan mengalami kenaikan. Bahkan sawit Indonesia pada 2023 diperkirakan akan berkontribusi terhadap minyak sawit dan lemak global.
"Proyeksi pertumbuhan produksi 2023 akan mengalami kenaikan dan akan berkontribusi 32 persen terhadap minyak sawit dan lemak global," ujarnya.
Di sisi lain, Eddy juga optimis pada 2023 penyerapan untuk CPO akan meningkat mencapai 13,5 juta kilo liter dari tahun ini yang hanya 10,67 juta kilo liter. Sementara, dari sisi harga CPO juga diperkirakan akan meningkat di kisaran 970 dolar AS per metrik ton.
"Dengan akan diberlakukan program B35 kira-kira volume akan diserap nanti sebagai bahan minyak sawit biodisel 13,5 juta kilo liter. Ini sekedar proyeksi dilakukan oleh BPDPKS," pungkasnya.
Editor: Restu Diantina Putri