tirto.id - Anas Urbaningrum, terpidana kasus korupsi wisma atlet di Hambalang sekaligus mantan Ketua Umum Demokrat resmi bebas dari lapas Sukamiskin, Bandung pada hari ini, Selasa, 11 April 2023 sekitar pukul 14.00 WIB.
Anas ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus korupsi pada tahun 2013. Pada proses persidangan, Hakim Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Jakarta memvonis Anas Urbaningrum dengan hukuman penjara 8 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan.
Setelah mengajukan banding, hakim kemudian mengurangi hukuman selama 1 tahun menjadi 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan.
Di tingkat Kasasi, hakim semakin memperberat hukuman Anas menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp5 miliar subsider 1 tahun dan 4 bulan, ditambah pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Pada proses permohonan PK (Peninjauan Kembali), hukuman untuk Anas akhirnya menjadi 8 tahun dan denda Rp300 juta subsider kurungan 3 bulan.
Hak Politik Anas Urbaningrum di Pemilu 2024
Pencabutan hak poltiknya di tingkat kasasi mengharuskan Anas tidak dapat memilih dan dipilih selama 5 tahun usai bebas dari penjara. Sehingga, Anas tidak bisa ikut secara langsung dalam Pemilu 2024. Dia baru bisa menggunakan hak politiknya pada tahun 2028 mendatang.
Namun demikian, Anas tetap memiliki hak untuk berserikat dan berkumpul, dengan kata lain, dia masih bisa menjadi anggota partai politik.
Pada dasarnya, hak politik mantan narapidana korupsi masih tetap dimilikinya bersamaan dengan hak-hak lain sebagai warga negara yang secara konstitusional diatur oleh UUD 1945. Namun, ada pengecualian apabila hak tersebut dicabut oleh negara.
Pencabutan hak politik diatur dalam Pasal 35 Ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mana dijelaskan bahwa hak-hak terpidana dalam putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam KUHP atau dalam aturan umum lainnya, salah satunya adalah hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.
Hak politik merupakan salah satu Hak Asasi Manusia, namun hak tersebut dapat dicabut pada kasus khusus dengan landasan undang-undang.
Ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 73 disebutkan bahwa hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Alexander Haryanto