tirto.id - Baru-baru ini masyarakat ramai membahas soal Pulau Pasir atau Ashmore Reef yang disebut-sebut merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Gugusan Pulau Pasir disebut merupakan wilayah Indonesia oleh pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat Laut Timor, Ferdi Tanoni. Namun, pihak Australia mengatakan bahwa Pulau Pasir atau Ashmore Reef merupakan bagian dari wilayah negara mereka.
Menanggapi perdebatan tersebut, Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Laurentius Amrih Jinangkung menegaskan Pulau Pasir atau Ashmore Reef bukan milik Indonesia, melainkan Australia.
Amrih menuturkan, Pulau Pasir tidak pernah menjadi bagian dari wilayah Hindia Belanda, yang setelah Indonesia merdeka menjadi NKRI.
Pemerintah Hindia Belanda juga disebut tidak pernah memprotes klaim atau kepemilikan Pulau Pasir oleh Inggris yang mewariskan wilayah tersebut kepada Australia.
"Dalam konteks ini, Indonesia tidak pernah memiliki atau tidak punya klaim terhadap Pulau Pasir," kata Amrih dikutip dari Antara pada Jumat (28/10/2022).
Di Mana Letak Pulau Pasir?
Mengutip situs resmi pemerintah Australia ga.gov.au, Pulau Pasir atau Ashmore Reef terletak 840 kilometer sebelah barat Darwin dan 610 kilometer sebelah utara Broome.
Wilayah Kepulauan Ashmore dan Cartier adalah wilayah eksternal tak berpenghuni Australia yang terdiri dari empat pulau tropis dataran rendah di dua terumbu terpisah, dan laut teritorial 12-mil laut (22 km; 14 mi) terbentuk oleh pulau-pulau.
Wilayahnya terletak di Samudera Hindia yang terletak di tepi landas kontinen, sekitar 320 km di lepas pantai barat laut Australia dan 144 km di selatan pulau Rote, Indonesia.
Ashmore Reef disebut Pulau Pasir oleh orang Indonesia dan Nusa Solokaek dalam bahasa Rotenese. Kedua nama tersebut memiliki arti "pulau pasir".
Dalam situs tersebut dijelaskan, nelayan Indonesia mengunjungi Ashmore Reef setiap tahun di bawah Nota Kesepahaman yang ditandatangani oleh Pemerintah Australia dan Indonesia, yang memungkinkan mereka untuk memanfaatkan wilayah laut yang telah mereka akses secara tradisional selama berabad-abad.
Penampakan karang pertama yang tercatat di Eropa adalah pada 11 Juni 1811 oleh Samuel Ashmore, yang menamai Hibernia Reef di dekatnya dengan nama kapal tersebut.
Selama tahun 1850-an kapal penangkap ikan paus Amerika beroperasi di wilayah tersebut dan selama paruh akhir abad kesembilan belas, penambangan fosfat dilakukan di Pulau Barat.
Ada Perjanjian Antara RI dan Australia
Keterangan Pulau Pasir bukan bagian dari NKRI tertuang dalam Deklarasi Juanda 1957 yang kemudian diundangkan melalui UU Nomor 4 Tahun 1960.
Di dalam beleid itu disebutkan Pulau Pasir tidak masuk dalam wilayah atau peta NKRI sejak tahun 1957, 1960, maupun pada peta-peta yang dibuat setelah periode itu.
Sementara untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat, nelayan tradisional dari Nusa Tenggara Timur (NTT) diizinkan menangkap ikan di sekitar perairan Pulau Pasir dan gugusan pulau lain di sekitarnya.
Ketentuan itu diteken melalui MoU antara Indonesia dan Australia pada 1974. Selanjutnya nota kesepahaman ini disempurnakan lagi melalui perjanjian di 1981 dan 1989.
"Jadi perjanjian itu memang memberikan kesempatan kepada nelayan tradisional untuk menjalankan hak tradisional mereka di perairan tersebut," tutur Amrih.
Kronologi Sengketa Pulau Pasir
Sengketa mengenai Pulau Pasir menjadi sorotan setelah masyarakat adat Laut Timor mengancam melayangkan gugatan kepemilikan Pulau Pasir oleh Australia ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra.
"Kalau Australia tidak mau keluar dari gugusan Pulau Pasir, kami terpaksa membawa kasus tentang hak masyarakat adat kami ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra," kata Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor Ferdi Tanoni.
Ancaman tersebut dipicu sikap Australia yang terkesan tidak acuh ketika didesak untuk keluar dari gugusan Pulau Pasir.
"Padahal, kawasan tersebut adalah mutlak milik masyarakat adat Timor, Rote, dan Alor," ujar Ferdi. Terkait rencana gugatan tersebut, Dirjen Amrih meminta masyarakat adat Laut Timor untuk terlebih dahulu memeriksa kembali apakah mungkin pengadilan Australia mengakomodasi gugatan dari warga negara asing, dengan berdasarkan pada hukum Australia.
"Ini di luar isu kedaulatan atau kepemilikan karena sudah jelas (Pulau Pasir) milik siapa. Tetapi kalau ada WNI yang ingin menggunakan suatu hak yang mungkin diperbolehkan atau tidak diperbolehkan, kita belum tahu berdasarkan hukum Australia," pungkas dia.
Editor: Iswara N Raditya